Memaknai Kelulusan, 17 Tahun Kemudian

Mengilas balik penghujung tahun 1996, saya masih ingat dengan jelas kondisi saya pasca KKN (Kuliah Kerja Nyata) di bulan Desember 1996. Gamang. Galau. Pikiran saya seperti benang kusut.

Mulanya saya tak percaya isu yang mengatakan kalau banyak mahasiswa sepulang dari KKN lantas menjadi malas kuliah. Tapi ternyata itu terjadi pada saya. Ada mata kuliah yang malas sekali saya hadiri. Untungnya mata kuliah pilihan jadi saya masih punya pilihan mengambil mata kuliah lain pada semester berikutnya.

Benang kusut di pikiran saya, kalau coba saya urai-urai bermuara pada  pertanyaan mendasar: akan ke mana saya setelah lulus kuliah? Kalau dulu, menghasilkan nilai bagus di rapor atau IP (indeks prestasi) di atas 3 membuat saya bahagia karena bisa membanggakan orang tua. Lalu setelah lulus, setelah orang tua bahagia dengan kelulusan saya, apa yang harus saya capai untuk diri saya sendiri?


Sumber: ctzahra.wordpress.com
Mungkin aneh bagi banyak orang. Tapi itulah kenyataannya. Saya tahu kalau saya harus segera mencari kerja. Tetapi jauh di dalam lubuk hati, saya tidak ingin bekerja di bidang itu. Jurusan Teknik Elektro yang saya ambil rasanya bukanlah bidang yang benar-benar saya inginkan. Entah mengapa saya bisa punya kegalauan segila itu setelah menghabiskan waktu bertahun-tahun di bangku kuliah.

Realita yang terjadi menjelang dan pasca kejatuhan Presiden Soeharto setelah sidang sarjana di bulan Mei 1997 membuat saya makin galau. Bila di awal tahun koran-koran nasional banyak yang memberitakan informasi lowongan pekerjaan, mulai bulan Mei itu tidak lagi. LOWONGAN PEKERJAAN NYARIS NIHIL! Tak seperti sekarang yang katanya krisis tapi lowongan pekerjaan masih tersedia di mana-mana. Waktu itu, benar-benar NYARIS NIHIL!

Satu-dua ada info lowongan. Tapi tak ada satu pun yang meluluskan saya. Saya menyebar surat lamaran ke mana-mana. Tak juga membuahkan hasil. Untungnya ada kawan-kawan di sebuah perusahaan jasa komputer yang mau menampung saya selama setahun lebih hingga menjelang hari pernikahan saya di tahun 1999. Saya kemudian memutuskan menjadi ibu rumah tangga saja dan mengikuti suami yang waktu itu bekerja di pulau lain.

Bila saya coba mengurai lagi, mungkin minat saya yang bergeser menjadi salah satu penyebabnya. Ketika kuliah, selain mulai merasakan tidak ingin berkarier di bidang Teknik Elektro, saya merasa tertarik dengan bidang lain: psikologi, pengembangan diri, dan pendidikan. Tiga bidang yang tidak ada hubungannya dengan pendidikan saya.

Sekarang, 17 tahun setelah kelulusan saya baru saya bisa memaknainya dengan cara lain. Tiga hal yang saya minati itu sangat membantu dalam kesenangan saya menulis. Alur berpikir saya yang terbentuk selama perkuliahan dan kegiatan-kegiatan kemahasiswaan yang saya ikuti membuat pikiran saya bisa membentuk alur-alur logika yang berguna dalam membentuk tulisan. Dan kini … saya bahagia sekali menjalani hidup sebagai blogger dan penulis freelance.

Saat ini saya sementara membaca buku berjudul Time of Your Life: Bagimu Masa Muda Hanya Sekali (terbitan BIP – kelompok penerbit Gramedia, 2014). Buku ini ditulis oleh Profesor Rando Kim, asal Korea. Dia biasa mengamati perilaku mahasiswa dan melakukan konseling terhadap organisasi publik, swasta, dan para mahasiswanya.

Menarik sekali membacanya. Seakan menoleh ke masa lalu. Di dalam buku itu dijelaskan bahwa pada usia 20-an wajarlah bila seseorang merasa galau akan masa depannya karena ketidakpastian apa yang akan dihadapi di depannya usai lulus. Andai saja buku ini terbit dulu …

Di dalam buku itu Prof. Rando Kim banyak memberikan pandangan berdasarkan pengalaman dan pengamatannya. Dulu dia pernah mengalami masa-masa sulit yang membuatnya frustrasi. Dia juga punya anak berusia 20-an tahun. Dan dia sangat suka mengamati para mahasiswa di kampusnya. Makanya dia menulis buku ini dengan harapan, kaum muda belajar dari buku ini.

Ada beberapa poin yang perlu dicatat dari pembahasannya dalam buku itu:
  • Jangan memilih pekerjaan HANYA KARENA JAMINAN MAPAN DAN GAJI TINGGI
  • Pertimbangkan KENYAMANAN dalam memilih pekerjaan. Seyogianya pilihlah yang membuatmu BAHAGIA.
  • Kamu perlu waktu untuk MELIHAT KE DALAM DIRIMU. Jangan biarkan ada orang lain yang berada di antara kamu dan dirimu (maksudnya dalam mengambil keputusan, harus murni keinginan pribadi).
  • Terimalah rasa rendah diri atau rasa cemas, jangan menolaknya. Dengan menerimanya akan lebih mudah mencari solusi.
  • Perkaya diri dengan mengasah kemampuan dan banyak berbincang dengan orang-orang yang memiliki pengalaman kehidupan yang lebih banyak.

Sejujurnya, banyak sekali hal yang disampaikan Prof. Rando Kim di dalam buku ini. Tak mungkin saya membeberkan isi buku yang tebalnya lebih dari 400 halaman di sini. Tapi membacanya membuat saya semakin yakin, apa kesalahan saya hingga merasa galau 17 tahun yang lalu. Yaitu: saya tidak mempersiapkan diri saya menghadapi kelulusan dengan melihat ke dalam diri saya. Saya “tidak tahu”, selain untuk membahagiakan orang tua, apa esensi dari kelulusan saya. Saya kekurangan bahan dalam memaknai kelulusan.

Kini, saya tak hendak menyesali apa yang sudah berlalu. Jika saya sudah tahu kekurangan saya saat itu, sekarang saya mantap menjadi seorang blogger dan melakukan banyak kegiatan menulis selain ngeblog walaupun harus bersaing dengan banyak sekali blogger dan penulis yang usianya lebih muda. Saya memaknai kelulusan saya – termasuk kesalahan itu sebagai proses yang harus saya lalui untuk sampai di titik ini. Dan siapa pun kalian yang membaca tulisan ini, harap jangan diulangi kesalahan saya waktu itu. Tanyakan sebaik-baiknya manfaat apa yang akan kamu berikan pada dirimu usai wisuda.

Makassar, 29 November 2014


Share :

12 Komentar di "Memaknai Kelulusan, 17 Tahun Kemudian"

  1. Wuih ... kayak dapatka angin segar pas lagi panas-panasnya Kak Niar. Penasaran dengan bukunya, ini yang kedepan akan saya hadapi, mulai gundah gulanah galau, siap2kan plening 1,2,3 ... semoga galau (jika benar2 menghampiri) dapat teratas. Makasih Kak telah membagi ini. Penasaran betulka bukunya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Barakallah Nahla ... kalo sempat cari buku ini. Highly recommended! :D

      Delete
  2. Semuanya pasti ada hikmahnya ya mba....
    kalau enggak begitu, mungkin mak Niar gak jadi blogger hehehe....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup Mbak. Kalau tidak menjalani itu semua, gaya menulis saya tidak akan seperti sekarang ini :))

      Delete
  3. Semua ada hikmahnya ya mba, saya kuliah di negeri jurusan adm bisnis karena di jurusan itu saya diterima, saking pengennya di negeri jadi jurusan apapun gapapa padahal ga suka bbisnis. TTapi ya itu syukur alhamdulillah diberi kesempatan mengenal dunia bisnis lewat perkuliahan :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah .... semuanya berkah ya Mbak Kania :))

      Delete
  4. Pastinya buku itu telah membawa pengaruh positif ya bagi Mak Mugniar untuk memaknai hidup setelah 17 tahun kelulusan.. Apapun profesi kita tentunya bila kita tekuni dengan sungguh2 akan lebih bermakna... keep spirit ya...

    ReplyDelete
  5. Loh, bener2 gak nyangka mbak. Ternyata anak teknik elektro. Salah satu kembang kampus dong, pastinya :D

    ReplyDelete
  6. waduuuh, lulusan elektro ternyata... :)

    ReplyDelete
  7. Bagus sekali tulisan pengalaman hidupnya Niar, tapi ingatlah semua ada hikmah-nya. Semua kejadian yg Niar alami ada hikmah-nya dan tidak sia2.

    Selamat berkarya lewat tulisan.
    Banyak orang lbh suka ngomong daripada menulis ..padahal menulis jauh lbh berbobot krn butuh proses panjanh utk menungkan ide di selember kertas ..apapun warna kertas itu.

    Salam,


    Faisal

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^