Melalui Sawah dan Jalan Kampung, Menuju Kampung Pemulung

Mash ada sawah di Makassar
IIDN (Ibu-Ibu Doyan Nulis Makassar) diajak bekerjasama oleh LeMiNA (Lembaga Mitra Ibu dan Anak) untuk mengadakan semacam pelatihan menulis untuk anak-anak pemulung di daerah Tamangapa, Antang, Makassar pada tanggal 8 Juni lalu. Sebutan “pelatihan” mungkin terlalu serius. Lebih tepatnya kami mengadakan kegiatan untuk mengajak anak-anak itu agar berani mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui tulisan.

Ajakan sekaligus tantangan yang menarik karena kami belum pernah mengadakah kegiatan seperti ini. Mentor yang terpilih di antara kami adalah mbak Emi yang akrab disapa dengan nama penanya: Aisyah Fad dan Marisa Agustina.


Persawahan di sisi kiri jalan yang dilalui
Saya diantar suami ke sana. Kami melalui jalan Hertasning Baru, lurus ke arah timur. Banyak perumahan yang dibangun berbagai pengembang di sepanjang jalan yang kami lalui. Mulai dari tipe yang biasa-biasa saja, sampai yang mewah seperti yang dibangun oleh perusahaan milik Ciputra - pengusaha kaya itu.

Menariknya, masih ada sawah menghampar di sisi kiri jalan. Di tepi jalan banyak pedagang bertebaran. Kebanyakan menjual pakaian bekas yang diimpor, istilahnya “baju cakar”. Lepas jalan aspal, kami memasuki “jalan kampung” yang setengah aspalnya tak sempurna. Rasanya berbeda melihat bentuk-bentuk rumah di daerah ini, terasanya seperti bukan di Makassar. Setelah saya amati, ternyata memang bukan merupakan wilayah Makassar, sudah masuk wilayah kabupaten Gowa.

Di penghujung jalan lurus nan panjang itu, kami belok kiri, menyusuri daerah Tamangapa. Bukan Tamangapa Makassar, Tamangapa yang masih wilayah kabupaten Gowa. Kami melalui jalan yang agak rusak hingga batas wilayah Gowa – Makassar. Begitu masuk wilayah Tamangapa Makassar, kondisi jalanan terlihat lebih bagus. Heran juga saya, mengapa pemerintah kabupaten Gowa membiarkan jalanan di situ seperti itu padahal itu kan  salah satu gerbang kabupatennya?

Tamangapa, sekitar 2 kilo meter sebelum TPA
Truk-truk pengangkut sampah di sekitar TPA
Tumpukan sampah dalam karung-karung ini sepertinya sudah disortir
oleh para pemulung
Salah satu bangunan di kampung pemulung
Satu sudut di perkampungan pemulung, dekat sanggar Pabbata Ummi,
tempat anak-anak pemulung belajar secara non formal
Jauh juga. Dari rumah makan waktu sekitar dua puluh menit hingga tiba di lokasi – TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Tamangapa, Antang. Menuju jalan masuk ke TPA, ada hal unik. Kalau di saat-saat ini nyaris tak ada tempat yang kosong dari berbagai macam atribut kampanye calon walikota dan calon legislatif, daerah ini justru kosong dengan atribut itu padahal kan banyak warga Makassar yang bertempat tinggal di daerah ini.

Aih, para calon walikota dan calon legislatif ini pilih kasih deh.

Makassar, 16 Juni 2013


Simak kelanjutan kisah ini di tulisan berikut yaa J


Share :

5 Komentar di "Melalui Sawah dan Jalan Kampung, Menuju Kampung Pemulung"

  1. eh spion kanan motornya kena jepret tuh, gak ada kacanya. emang kalo udah masanya pilkada sampe TPS2 rame atribut kampanye. tapi calonnya belum tentu pernah ke sana, photonya lebih dulu dateng

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ups ...
      Di lokasi ini malah gak ada fotonya, pak guru ^^

      Delete
  2. dimana mana kali bu
    namanya pejabat apa orang partai omong doang bela rakyat kecil tapi buktinya entahlah...

    ReplyDelete
    Replies
    1. BAnyak yang berjanji sebelum naik. Walau tak dipungkiri, ada juga yang dilakukan, setelah di atas lupa deh.

      Delete
  3. Emang bentuk rumah antara milik warga Makassar dengan milik warga Gowa gak sama ya mbak. Perjalanan yang menarik ...

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^