Mengintip Refleksi Kelas Inspirasi

"Gerbang" SD Inpres Karuwisi

Bunga mengajak saya untuk mengikuti Refleksi Kelas Inspirasi pada hari Sabtu, tanggal 30 April. Agendanya adalah diskusi kelompok oleh panitia dan pengajar Kelas Inspirasi dan presentasi setiap kelompok mengenai hasil diskusi mereka. Saya tertarik hadir.

Kelas Inspirasi merupakan program dari Indonesia Mengajar di beberapa kota di Indonesia yang mengajak para profesional untuk berbagi inspirasi mengenai profesinya kepada anak-anak sekolah dasar dengan harapan anak-anak tersebut mampu menumbuhkan semangat untuk menjaga dan mengejar cita-cita mereka kelak.

Di Makassar, program ini dilaksanakan serentak di 17 sekolah dasar pada tanggal 28 Maret 2013. Sekolah-sekolah yang dipilih adalah yang murid-muridnya berasal dari latar belakang sosial menengah ke bawah. Para profesional yang bersedia berbagi dengan anak-anak ini diseleksi terlebih dahulu melalui wawancara.

Presentasi kelompok
Mereka (relawan pengajar) yang terpilih untuk berbagi dengan anak-anak Makassar berasal dari beragam profesi, seperti dosen, guru, peneliti, penanggung jawab portal online, pesepakbola, presenter, engineer (di antaranya ada dari bidang telekomunikasi, arsitek, dan geologi), pendongeng, penulis, program manager, dan budayawan.

Sejumlah relawan pengajar mengisi Kelas Inspirasi untuk anak-anak di setiap kelas di sekolah tempat mereka bertugas secara bergiliran. Di SD Inpres Tamamaung misalnya, ada 11 relawan pengajar untuk 2 sekolah inpres di situ. Mereka diberi waktu satu jam di setiap kelas.

“Rencananya Kak Luna akan tampil membawakan monolog pada giliran presentasi kelompok Kami,” begitu isi salah satu pesan singkat Bunga. Saya makin tertarik untuk hadir pada acara Refleksi Kelas Inspirasi karena tak pernah menyaksikan kak Luna – seorang penggiat seni (teater) penyuka menulis bermonolog. Padahal kak Luna sudah memenuhi permintaan saya untuk sharing tentang monolog dengan teman-teman IIDN Makassar.

Kalau di sesi diskusi kelompok, saya menolak hadir. Lha siapa saya, hanya seorang blogger yang tertarik menuliskan tentang Kelas Inspirasi lalu tiba-tiba ada di antara mereka? Bisa saja ada yang tak nyaman dengan kehadiran orang yang tak ada hubungannya dengan pelaksanaan Kelas Inspirasi Makassar tempo hari. Lagi pula saya tidak bisa terlalu lama meninggalkan anak-anak, suami saya ada kegiatan juga di luar sementara agenda acara rencananya berlangsung dari pukul 10 – 15. Bisa saja acara molor hingga pukul 16.

Saya tiba sekitar pukul setengah dua saat seorang bapak tengah mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Sekilas saya menangkap ia menyebut salah satu masalah di sekolah tempatnya bertugas, yaitu yang berkaitan dengan psiko sosial anak-anak. Masalah ini rupanya menjadi masalah di sekolah-sekolah lain, relawan-relawan lain juga mengalami kesulitan dalam mengendalikan anak-anak di tempat mereka bertugas.

Masalah lain yang mendominasi 17 sekolah dasar itu adalah infra struktur. Seperti ruang kelas yang kurang jumlahnya, kantin yang amat seadanya di mana kebersihan tidak menjadi perhatian utama pengelola kantin dan pihak sekolah, dan tidak adanya ruang perpustakaan. Ada juga sekolah yang memiliki ruang perpustakaan tapi minat baca anak-anak justru yang amat minim.


Selain itu, mutu guru juga menjadi pertanyaan. Ada guru yang mengucapkan kata-kata yang tidak semestinya keluar dari mulut seorang pendidik. Juga ada guru yang mengajar bidang studi yang bukan merupakan latar belakang pendidikannya.

Banyak di antara relawan pengajar yang merasakan miris saat melihat keadaan sekolah-sekolah yang mereka datangi. Beberapa di antaranya bahkan sampai meneteskan air mata.

Setiap kelompok menawarkan sejumlah pemikiran untuk perbaikan kualitas pendidikan ke depannya. Beberapa di antaranya yang sempat saya catat adalah:
  • “Mengajak gedung tinggi” di sebelah sekolah terkait untuk terlibat dalam perbaikan kualitas sekolah. Beberapa sekolah dasar terletak bersebelahan dengan perusahaan yang cukup besar. Andaikan perusahaan-perusahaan itu mau berpartisipasi dalam memperbaiki mutu sekolah/pendidikan sebagai bagian dari community development mereka, seperti yang dilakukan perusahaan besar seperti Chevron, itu tentu akan sangat berguna bagi anak-anak bangsa yang bersekolah di situ.
  • Mempertanyakan bagaimana sebenarnya standar yang jelas, tentang seharusnya sebuah sekolah mengingat semua sekolah memiliki hal-hal yang memprihatinkan.
  • Mengajak masyarakat di sekitar sekolah untuk terlibat dalam memantau sekolah tersebut dalam hal penganggaran dan lain-lain. Seorang ibu yang menjadi juru bicara dari kelompok yang memaparkan hal ini menceritakan tentang sebuah sekolah yang mendapat anggaran satu miliar rupiah. Oleh kepala sekolahnya, sebagian dari anggaran itu dibelikannya mobil karena menganggap uang itu juga miliknya. Untuk sekolah, ada peralatan yang dibelikan olehnya tetapi barang-barang yang dipilihnya di bawah dari spesifikasi yang seharusnya.
  • Mencari tahu bagaimana pengertian anak-anak tentang aneka profesi yang dipresentasikan ke hadapan mereka dan apa manfaat Kelas Inspirasi bagi mereka, bertahun-tahun ke depan.
  • Mengulangi Kelas Inspirasi, tidak hanya setahun sekali tetapi bisa menjadi 3 atau 6 bulan sekali.
  • Lebih melibatkan komunitas-komunitas profesi, seperti komunitas telecommunication engineer, geologis, dokter, dan lain-lain. Mereka dalam komunitasnya bisa berdiskusi mengenai apa yang bisa mereka berikan kepada anak-anak sekolah dasar sehingga bisa mengajar Kelas Inspirasi dengan materi yang lebih matang.

Saya beruntung  akhirnya bisa juga menyaksikan kak Luna bermonolog mengenai Kelas Inspirasi. Tapi sayangnya, dengan dodolnya saya menghapus fotonya dari memori HP saya beberapa hari kemudian karena mengira semua foto sudah dipindahkan ke laptop padahal belum L.

Saya yakin, bukan hanya anak-anak itu yang mendapatkan pelajaran berharga pada hari itu. Para relawan pun belajar tentang banyak hal, di luar dari yang biasa mereka hadapi sehari-harinya. Sungguh salut saya pada mereka yang berkesempatan terlibat pada Kelas Inspirasi ini.

Menarik juga menyaksikan Refleksi Kelas Inspirasi ini. Pasti akan amat signifikan dampak yang dihasilkan jika semua penawaran/rekomendasi dari setiap kelompok bisa di-follow up. Namun tentunya butuh komitmen yang teramat sangat luar biasa.

Makassar, 5 April 2013

Silakan juga disimak:



Share :

6 Komentar di "Mengintip Refleksi Kelas Inspirasi"

  1. mungkin perlu ditambah kegiatan semacam ini sampai ke pelosok dimana prasarana pendidikan minim. agar tidak terjadi yang di kota dimana fasilitas sudah bagus makin bagus sementara yang di hutan tetap saja kurang.

    atau malah yang di hutan ga perlu lagi kelas inspirasi, karena kondisi pas pasan sudah membuat mereka yang di pedalaman lebih kuat motivasinya untuk belajar ketimbang yang di kota.'

    ReplyDelete
  2. Menarik...
    Anw, aku pengen euy ikutan Indonesia Mengajar :D

    ReplyDelete
  3. menarik sekali ya kak niar, saya yang hanya membaca pobistingan ini saja jadi terinspirasi, smoga kegiatan seperti ini bisa smpai ke seluruk pelosok negeri kita :)

    ReplyDelete
  4. ada juga teman kyknya yg mengajar di kelas ini kak, kelas inspirasi keren... btw honobono pernah mengadakan kegiatan seperti ini dengan tema cerdas bersama honobono. tapi terbatas hanya di beberapa sekolah dengan volunteer yg seadanya. Dan memang selalu keadaannya sekolah jauh dari kata bagus. tp saya salut sama adik2 yang semangat.

    ReplyDelete
  5. Reportase yang mencerahkan. Meskipun tidak ikut Review, tapi dengan membaca tulisan ini, bisa mengetahui beberapa point penting utk menjadi renungan dan pembelajaran.
    Berikutnya, Saya mau bilang terima kasih....hehehe

    ReplyDelete
  6. ngielr pengen ikutan kelas inspirasi....saya sudah baca buku indonesia mengajar satu dan dua dan sangat sangat inspiratif

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^