Transformasi Pendidikan Tinggi di Dunia Maya? Hm, Ada!

Semakin mahalnya biaya pendidikan, tentunya bisa mengakibatkan sulitnya terealisasi fungsi pendidikan nasional sebagaimana yang termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia (Nomor 20 tahun 2004) tentang Sistem Pendidikan Nasional mengenai arah pendidikan nasional: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab[i].

Kemampuan (skill) adalah hal yang bisa diperoleh melalui pendidikan formal meski pendidikan formal bukan jaminan seorang sarjana memiliki kecakapan mumpuni dalam bidangnya karena kelak ketika bekerja para pekerja ini membutuhkan banyak pelatihan/kursus yang khas dalam bidangnya.

Sebuah langkah brilian telah dilakukan oleh banyak perguruan tinggi di Amerika Serikat dalam bidang pendidikan. Massachusetts Institute of Technology (MIT), Harvard, Stanford, dan banyak universitas elit membuka pintu digital untuk publik. Mereka menawarkan kursus-kursus paling populer di dunia maya tanpa bayaran, sehingga siapapun dengan koneksi Internet dapat belajar dari para akademisi dan ilmuwan ternama. Hal ini dilansir VOA Indonesia dalam artikel berjudul Universitas Elit AS Mentransformasi Pendidikan Tinggi di Dunia Maya (27/08/2012).

Lebih sebulan yang lalu, selusin universitas riset utama mengumumkan bahwa mereka akan mulai membuka kursus lewat sarana pembelajaran bernama Coursera[ii], bergabung bersama Universitas Stanford, Princeton, Pennsylvania dan Virginia. Lebih dari 120 universitas telah memperlihatkan ketertarikannya untuk bergabung dalam konsorsium yang bertujuan untuk menciptakan kembali sistem pendidikan ini. Hal ini akan secara dramatis meningkatkan kualitas, efisiensi dan skala pembelajaran di seluruh dunia dan di kampus-kampus mereka.


Banyak perusahaan teknologi telah meminta dikenalkan pada mahasiswa-mahasiswa yang berhasil menyelesaikan kursus mereka. Beberapa mahasiswa mendapatkan pekerjaan baru setelah memperlihatkan sertifikat Coursera pada perusahaan.

Sumber gambar: www.darlington.k12.sc.us
Wow! Seandainya ada pendidikan tinggi yang bisa diikuti dengan metode seperti ini, dengan seleksi ketat tentunya, pasti akan sangat membantu banyak orang agar dapat mengenyam “bangku kuliah”. Biaya kuliah sekarang meningkat sedikitnya 10 kali lipat dibandingkan biaya pada 20 tahun yang lalu. Dengan biaya hidup yang semakin mahal di samping daya beli yang makin menurun, banyak remaja yang putus harapan untuk dapat mengenyam pendidikan tinggi karena untuk sehari-hari saja mereka harus berjuang mati-matian.

Seorang pemuda Karo misalnya, ia diterima tanpa tes atau melalui undangan di Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada. Ia “terpaksa” tidak bisa melanjutkan mimpinya  karena uang registrasi ditambahi uang kuliah sangat besar mencapai 20 juta-an rupiah karena keluarga tidak sanggup akibat kondisi ekonomi pas-pasan[iii].

Melalui ujian mandiri, Andika diterima di Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta. Tetapi pada akhirnya ia hanya bermimpi karena tak sanggup membayar biaya masuk hampir mencapai Rp 4 juta. Bagi dia dan keluarganya, sangat sulit mendapatkan uang sebesar itu, terlebih dalam waktu singkat. Penghasilannya dari berjualan peyek bayam hanya cukup untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, tak berbeda jauh dengan penghasilan orangtuanya. Program beasiswa yang diincarnya pun tak bisa ia dapatkan[iv].

Di Universitas Indonesia, uang pangkalnya 25 juta rupiah. SPP per semester untuk fakultas Teknik 7,5 juta (tiap fakultas tak sama). Ada bantuan operasional pendidikan (BOP) berkeadilan – semacam beasiswa yang bisa membantu meringankan biaya pendidikan mahasiswa baru. Mereka berpeluang mendapatkan potongan biaya berdasarkan kemampuan orangtua dan prestasi. Seorang keponakan saya (angkatan 2009 FT) mendapat potongan hampir 20 juta rupiah sehingga “hanya” perlu membayar uang pangkal 9 juta rupiah dan SPP 1,5 juta rupiah/semester. Ada juga yang beruntung hingga tak perlu membayar sama sekali.

Saya menulis kata “hanya” (dengan tanda kutip) karena banyak cerita pilu serupa terjadi di sekitar kita. Entah mereka tak terjangkau program-program beasiswa yang bertebaran, atau mereka tak tahu informasi mengenai BOP, ataukah terlalu banyak cerita pilu seperti ini ketimbang dana beasiswa yang tersedia. 

Tetapi dalam kasus Andika di atas dan bagi Andika-Andika lain, 4 juta rupiah saja masih terlalu besar bagi mereka. Sebagai warga negara, kita hanya bisa prihatin dengan keadaan ini. Serta berharap ada semacam evolusi pendidikan yang signifikan atau bahkan revolusi dalam dunia pendidikan yang bisa mengentaskan mimpi anak-anak bangsa seperti pemuda Karo tadi, juga mimpi Andika, dan kawan-kawannya yang senasib.

Makassar, 4 September 2012

Silakan dibaca juga:








[i] Dinukil dari buku Character Parenting Space (DR. Ratna Megawangi), halaman 24.
[ii] Coursera dibuat oleh Andrew Ng dan Daphne Koller, dua profesor dari Stanford yang mulai menciptakan sarana tersebut setelah mengajar kursus sains komputer di Internet yang menarik lebih dari 100.000 mahasiswa musim gugur lalu. Musim gugur kali ini, Coursera akan menawarkan 116 kursus dari 16 universitas untuk disiplin ilmu seperti kedokteran, filsafat dan inteligensia buatan. Sejauh ini, sekitar 900.000 mahasiswa telah mendaftar (sumber: http://voaindonesia.com)    
[iii] http://edukasi.kompasiana.com/2012/07/17/biaya-pendidikan-mahal-mengancam-prestasi/
[iv] http://edukasi.kompas.com/read/2012/08/08/10381223/Mimpi.Andika.Kuliah.di.PTN.Terganjal.Biaya.Rp.4.Juta


Share :

40 Komentar di "Transformasi Pendidikan Tinggi di Dunia Maya? Hm, Ada!"

  1. kira-kira kalau ada bagku kuliah seperti itu biayanya semakin mahal apa semakin murah yaa mbak.. sangat miris jika nanti dijadikan bisnis karena saya itu keuntungannya jauh lebih besar bagi pihak pengelola :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Angan2 saya sih ... gratis mbak Nu, tapi seleksinya harus ketat. Kalo dibayar, wuah minimal sama lah :D

      Delete
  2. PT sekarang makin mahal ya Mbak, prihatin sangat.

    Dulu waktu zaman aku kuliah banyak yang nanya ortuku abis berapa dananya? Tapi sungguh tahun 1996 itu biayaku kuliah sama saja dengan yang difakultas lainnya, saat daftar ulang uang 1 juta itu ada sisa separohnya. Ditengah jalan bisa urus beasiswa pula.

    Sementara sekarang. Zaman adik bungsuku kuliah, tahun 2010, ortu kalang kabut nyari tambahan biaya, jual tanah beberapa kali, belum lagi kami yang nambahi. Pokoknya mahal banget. Bersyukurnya tak sampai seperti Andika, tapi ya itu, banyak lagi Andika2 lain yang membutuhkan uluran tangan. Aaahhh...


    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Yunda .. entah bagaimana saat anak2 kita kuliah nanti. Berapa kali lipat biayanya saat itu? :|

      Delete
  3. jadi pengen, gmn cara dftrx tuh k' ???

    ReplyDelete
  4. jadi minder kalo sudah ada yang ngomongin pendidikan
    buat menghibur diri aku suka jadi motivator dadakan di forum kalo ada yang mengeluh ga kuliah bingung cari kerja. sarjana banyak yang nganggur. orang ga sekolah banyak yang sukses. jangan terpaku pada pendidikan formal. dll dll
    ajaran sesat ya..?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tidak sesat koq bapakne Citra, memang begitu kan kenyataannya. Tetaplah jadi motivator dadakan yang sukses ^__^

      Delete
  5. mahalnya biaya pendidikan jaman skrg ya mb..

    ReplyDelete
  6. saya juga sempat pikir2 ulang nih bu..
    saya sebenarnya juga ingin melanjutkan ke jenjang S2, tapi kembali lagi, terbentur biaya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sudah nyari beasiswa?
      Kalo biaya sendiri mahal ...

      Delete
  7. jer basuki mowo beya, nek pengen pinter itu mahal

    mungkin karena ini pendidikan di Indonesia jadi mahal nggak karu karuan

    ReplyDelete
  8. ya, IT memang bisa menjadi solusi mbak,
    tapi pasti ada kekurangannya juga..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Segala sesuatunya punya kelebihan dan kekurangan ...

      Delete
  9. pendidikan tinggi sekarang ibarat mimpi tak terbeli, dan sepertinya pemerintah mengabaikan itu...padahal seharusnya pemerintah lebih mengutamakan dana negara untuk mengfasilitasi agar pendidikan bisa dirasakan semua rakyat, karena kalau rakyat-nya pintar maka negara akan maju...tapi sayang, pemerintah sekarang sepertinya lebih suka rakyat-nya menjadi bodoh...agar bisa dibodoh-bodoh-i :)

    ReplyDelete
  10. Sepakat dengan Bang Hariyanto, jika sekarang ini, bagi sebagian orang pendidikan tinggi seakan menjadi mimpi yang tak terbeli. Padahal, diluar sana sangat banyak jiwa-jiwa dengan motifasi tinggi untuk belajar, namun tak berdaya dalam hal materi.

    Namun jika memang seperti itu, jiwa Entrepreneurship lah yang harus diasah, karena jika kita terus menyalahkan pihak lain atas apa yang sulit untuk dirubah, itu hanya akan membuat kita jalan ditempat saja. Merubah susunan dari 'sekolah lalu bekerja' menjadi 'bekerja lalu sekolah' bukan hal yang buruk, karena bagaimanapun sukses dengan ilmu adalah lebih baik. :) (semoga anda bisa mengerti apa maksud saya) :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul sekali mas Rudy. Namun tetap masih banyak orang yang pingin kuliah, masih akan banyak cerita pilu. Untuk merombak pola pikir yang jamak ini menjadi pola pikir entrepreneurship juga butuh revolusi atau evolusi yang amat signifikan dari kita sendiri ataupun dari pemerintah ... :)

      Delete
  11. semoga ini jd salah satu alternatif supaya makin banyak yg mengenyam pendidikan lebih tinggi ya

    ReplyDelete
  12. woww ... mahal sekali ya mbak biaya kuliah di sana, kasihan yg pinter tapi nggak punya dana,

    ReplyDelete
  13. Entah apa namanya, selalu ada getar di hati setiap kali membaca, mendengar dan melihat orang yang berkesempatan kuliah. Barangkali, salah satunya karena keinginan yang belum terealisasi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pada akhirnya bukan itu yang penting kan Abi Sabila? Banyak sarjana pada akhirnya "tidak bisa ngapa2in" ...

      Delete
  14. Waw, baru tau nih. ILMU baru, cap cuz cari di google, trims ya

    ReplyDelete
  15. salam sukses gan, bagi2 motivasi .,
    jujur dalam segala hal tidak akan mengubah duniamu menjadi buruk ,.
    ditunggu kunjungan baliknya gan .,.

    ReplyDelete
  16. sudah membaca, tapi nggak tahu mau komen apa. Kadang, sosialisasi tentang beasiswa yang tersedia juga tidak dicari oleh calon mahasiswa, jadi mereka langsung saja ambil kesimpulan sepihak. Padahal, informasi tentang beasiswa itu asli ada, bukan hanya gosip belaka.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kita tak terbiasa mencari informasi dengan baik ya mbak Ade. Miris ... kata keponakan saya, malah ada temannya yang SPP-nya Rp. 0

      Delete
    2. Krn kurang informasi, ujung2nya bisa2 menyalahkan pihak lain ya mbak ...

      Delete
  17. Bangsa ini takkan pernah maju karena karena pendidikan hanya untuk orang yang mampu yang kualitasnya SDMnya blum tentu bagus. banyak orang yang mempunyai kualitas SDM yang brilian namun ekonominya sangat tidak mendukung.

    bangsa ini sangat menjunjung tinggi gotong royong baik yang bersifat positif maupun negatif (KKN.
    sebenarnya pejabat-2 yang menjadi koruptor itu sebagai penghancur bangsa, pembunhuh HAM, dan kejahatan terkeji di Bumi lebih bangsat dari seorang pengedar narkoba...

    kalau bisa para koruptor diberi hukuman seumur hidup atau bahkan hukuman mati.

    ReplyDelete
  18. dgn cara spt itu hrsnya bisa diimbangi dgn si anak yg rajin kuliah, mengerjakan tugas, dan tdk pernah absen msk kls. Klo gitu kan worth it, hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar sekali ... si anak harus sadar akan hal itu :)

      Delete
  19. tergantung anaknya juga sih, gak semua dengan penerapan e-learning seperti ini akan berjalan secara efektif.

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^