Susahnya Jualan Pempek

Membaca postingan mbak Monda Siregar yang berjudul BENCI CUKO PEMPEK, membuat saya teringat sebuah tayangan reportase investigasi oleh MNCTV akhir bulan Februari lalu. Tayangan itu sungguh membuat saya bergidik.

Saya mengenal pempek sewaktu tinggal di Rumbai – pinggiran kota Pekanbaru. Saat itu saya dan suami memiliki langganan pempek yang enak dekat pasar Bawah. Rasa cukonya (kuahnya) yang merupakan perpaduan asam, manis, dan pedas membuat saya jatuh hati pada jenis kuliner ini sehingga warung pempek itu pun menjadi alternatif tempat makan kami saat ke kota.

Kembali ke tayangan yang saya ceritakan di atas. Tayangan itu memuat tentang saat ini sudah banyak penjual pempek di kota asalnya – Palembang yang tidak jujur lagi dalam berjualan. Adonan pempeknya mereka campur dengan bahan-bahan kimia dalam takaran banyak agar bisa tahan lama.

Bukan hanya itu, ikan yang mereka pergunakan pun seringkali bukan lagi ikan yang segar. Melainkan ikan yang sudah busuk bahkan sudah disenangi belatung. Daging ikan ini pun saat diadon, dicampur dengan bahan-bahan kimia agar bau/rasa yang ditimbulkannya bisa hilang dan bisa tahan lama.

Bahan-bahan kimia ini mudah diperoleh, di pasar tradisional saja ada. Para penjual yang melakukannya bukan tak tahu bahwa apa yang mereka lakukan ini salah. Mereka tahu, namun lagi-lagi alasannya adalah ‘karena himipitan ekonomi’.

Sumber gambar:  http://tiraikasih.tripod.com

Hidup di zaman sekarang minta ampun sulitnya. Agar makanan yang dijual harganya bisa tetap murah,solusi yang mereka gunakan adalah mencampur bahan-bahan alaminya dengan bahan-bahan kimia supaya itu tadi, lebih awet. Kerugian mereka karena jualan yang tidak laku lebih bisa diatasi. Roda perekonomian mereka pun bisa tetap berjalan.

Apa semua penjual pempek di Palembang seperti ini? Tidak. Ada juga koq yang masih mempertahankan idealismenya. Seorang ibu yang jujur saat diwawancarai mengatakan, “Saya ingin jualan dalam waktu yang lama.”

Lalu bagaimana pula dengan warung-warung pempek di kota-kota lain? Mudah-mudahan saja tidak ikut-ikut dengan mereka yang tak jujur seperti dalam tayangan itu. Mudah-mudahan pula tayangan itu tidak lantas menjadi sumber inspirasi mereka untuk melakukan hal yang sama soalnya nformasi yang disampaikan oleh media massa bisa seolah menjadi belati bermata dua. Di satu sisi menjadi pengingat, di sisi lain bisa mendatangkan ilham untuk menjadikannya modus bagi orang-orang berhati busuk.

Tayangan itu juga memuat tips untuk membedakan mana pempek yang 100% berbahan alami dan mana yang menggunakan bahan-bahan kimia. Di antaranya adalah: tampilan pempek yang berbahan kimia sangat mengilat, tidak seperti yang berbahan alami.

Sayang saya tak bisa mengingat keseluruhan tips itu. Sepertinya ada juga yang menyangkut warna: kuning atau pucat.

Miris ya. Begitu banyak makanan yang tercemar bahan kimia saat ini, stasiun-stasiun TV sudah begitu sering mengulas reportasi investigasi mereka. Bagaimana pula pada 1 April nanti, kala harga bahan bakar naik lagi?

Ah, andai saya bisa memberi solusi ...

Makassar, 14 Maret 2012

Tulisan ini tadinya mau diikutkan pada Giveaway Pertama di Kisahku bersama Kakakin. Tetapi diriku 'salah tanggal'.  Saya kira 17 Maret deadline. Padahal 17 Maret itu pengumuman, deadlinennya 11 Maret ... hiks ... hiks ...


Bisa dibaca juga yang lainnya:



Share :

15 Komentar di "Susahnya Jualan Pempek"

  1. coba saja di googling dlu mbak, kali saja ada tips yang bisa membedakan pempek bagus atau nggak :)
    duh jadi kpingin makan pempek nih :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya ya Her .. kali aja ada. Apa MNC TV sudah ada ulasannya diinternet ya?
      Hmm .... saya kalo kebayang pempek, ngiler juga :D

      Delete
  2. wah.. tmbah kritis liat makanan dan mencari makanan...

    aku sih bingung aja klo mau jajan.. minum es dipinggir jalan jga udah bigung.. krna es batu balokan smw rata2 mengandung bakteri...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Annur, es batu balokan itu kan gak dimasak dulu. Mungkin saja ada bakteri yang masih hidup di dalamnya ...

      Delete
  3. susah memang nasib kita sebagai konsumen ya, banyak betul makanan yg dipalsukan, musti ekstra hati2

    terima kasih lho mbak, artikel ini menyebut namaku biarpun telat kan tetap bermanfaat untuk kita semua

    btw, oot selamat ya jadi pemenang di blogcamp

    ReplyDelete
    Replies
    1. ALhamdulillah .. disambangi mbak Monda meskipun tidak masuk daftar peserta :D
      Terimakasih ya ^__^

      Delete
  4. mungkin lebih aman kalo masak sendiri di rumah ya mbak..

    ReplyDelete
  5. Mbak pernah tinggal di Sumatera tho...
    Hihihi telat nih yeee :p

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pernah Una, waktu baru nikah sampai Affiq berusia 6 bulan (Affiq lahir di Pekanbaru)

      Iya nih telat huhuhu

      Delete
  6. Serem ya Mbak... sekarang makanan apapun dicurangi. :( klo kaya gini harus kreatif juga ni untuk buat makanan sendiri. tapi kasian juga ya para pedagang yang jujur nanti jadi ga laku :(

    ReplyDelete
  7. Replies
    1. Yang original maksudnya? Iya ... lebih enak pastinya :)

      Delete
  8. tapi emang beda ko buat jakarta ma palembang,

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^