Pengalaman Tak Terlupakan di Masa Pengantin Baru

Masa pengantin baru tentu saja menjadi masa yang tak terlupakan. Karena di saat itu terjadi transisi besar-besaran dari kehidupan lajang kepada kehidupan bersama. Meski sudah mengenal suami di kampus, pelan-pelan muncul hal-hal nyata mengenai diri suami saya yang diikuti kalimat ‘Oooh ternyata dia itu aslinya seperti ini ...’ dalam benak saya (pastinya dia pun demikian he he he). Saya dulu sering kesal setengah mati sama suami saya karena sepulang kerja ia kembali sibuk dengan rutinitasnya sebagaimana yang ia jalani sebelum menikah: menekuni buku-buku, komputer, dan tontonan yang ia anggap menarik di televisi seolah-olah saya ini hanya penjaga rumahnya saja. Padahal seharian saya hanya ditemani tembok-tembok dingin dan acara televisi. Sesekali saja saya keluar rumah yang terletak di kawasan kota mandiri di tengah hutan Sumatera itu. Ingin sekali rasanya memecahkan komputer dan televisi itu, serta merobek-robek buku-bukunya. Tapi apa itu hal yang bijak? Absolutely not. Barang-barang itu kalau ditotal, harganya mahal, saya sangat yakin bakal menyesal di belakang hari jika berani melakukannya. Hmm, ini cerita saya. Ia pun pasti punya cerita mengenai emosi saya yang bisa tiba-tiba berubah ^_^. 

Suatu hal yang memalukan, saya baru getol belajar masak setelah menikah. Saat itu adalah pengalaman pertama saya membeli tempe. Saya yang sangat awam soal masak-memasak sangat terkejut saat hendak memasaknya demi melihat ada bahan putih serupa bulu menyelimuti tempe itu. Dengan panik, saya langsung menelepon suami saya di kantor. Suami saya masih lebih pandai daripada saya dalam urusan masak-memasak. Saya ‘terpaksa meneleponnya’ karena saya belum punya kenalan baik di lingkungan baru kami. Kalaupun punya kenalan, malu dong meneleponnya untuk bertanya masalah ini ...
“Kak, kenapa tempenya begitu? Apa masih bisa dimasak kalau begitu?” tanya saya.
“Memangnya kenapa?” suami saya balik bertanya.
“Berbulu dan terasa panas,” jawab saya.
“Oooh tidak apa-apa, masih proses fermentasi itu. Dimasak saja,” jawab suami saya sambil tertawa ringan.
“Dimasak bagaimana?” saya masih bertanya.
“Terserah,” jawab suami saya
“Digoreng saja?” saya masih gigih bertanya.
“Boleh,” kata suami saya.
Belakangan baru saya tahu ternyata suami saya menggunakan speaker telepon saat menjawab telepon saya. Dan ia tidak sendiri saat itu, ada seorang kawan yang sedang bersamanya.

Sebelum menikah, calon suami saya mengajak saya untuk membaca buku-buku pernikahan. Beruntung ia maniak buku jadi ia tahu mana buku yang bagus untuk kami baca. Berdasarkan rekomendasinya saya membaca buku-buku yang ditulis oleh Fauzil Adhim (sejujurnya buku-buku itu milik dia yang dipinjamkannya kepada saya J). So, saya menghimbau kepada para lajang supaya melakukan yang sama karena banyak hal yang akan membuat kalian terkejut-kejut setelah menikah, maka banyak-banyaklah berbekal, di antaranya melalui buku-buku dan belajar dari banyak rumahtangga di sekeliling kalian, insya Allah akan sangat banyak membantu. Persiapan pernikahan bukan hanya persiapan secara materi dan persiapan kelengkapan hari H tetapi juga persiapan mental. (Saya punya tulisan tentang filosofi pernikahan, kalau berminat silakan baca di sini).

Buku ini baru terbit, judulnya 'Rahasia Pengantin Baru'
Cocok buat para lajang yang hendak memperbanyak bekal
penulisnya adalah seorang kawan saya
bernama Leyla Hana


Bagaimana berbaur dengan keluarga suami adalah sebuah prioritas bagi saya. Saya serius mengusahakan hal ini. Selain itu, sebagai orang yang lahir dan besar di ibukota provinsi, saya menyadari akan mudah bagi saya dicap sebagai ‘perempuan kota’ yang tak bisa mengerjakan pekerjaan rumahtangga oleh keluarga suami yang bermukim di daerah. Jika berada di rumah ibu mertua, saya tak pernah sungkan membantu beliau di dapur, mencuci piring, menyapu rumah, ataupun menyuguhkan minuman kepada tamu yang datang.

Beberapa kali ibu mertua saya datang membawa bahan-bahan yang masih harus diolah/dimasak. Adik ipar saya sering kali mewanti-wanti ibu mertua untuk mengajar saya mengolahnya, ia sudah yakin saja saya tak bisa melakukannya. Beberapa kali itu pula beliau menanyakannya dulu, “Bisa ji masak/bikin yang seperti ini?” Alhamdulillah, meski tak mahir setelah belajar banyak di awal pernikahan, saya bisa melakukannya.

Kalau pun saya belum pernah mengolah bahan yang beliau bawa, saya sudah pernah melihat orang lain melakukannya. Seperti pada suatu ketika beliau membawa tepung beras untuk dibuat putu pesse – kue khas Bugis. Dengan bahagia dan mantap saya mengatakan bahwa saya tahu caranya karena pernah melihat kakak dari ayah saya membuatnya sewaktu saya berkunjung ke kampung ayah di kabupaten Soppeng bertahun silam (bahagia dong karena bisa pamer sama ibu mertua kalau saya bisa mengolahnya). Saya mengatakan kepada beliau, “Tepung ini kan dicampur dengan kelapa agak muda yang diparut dengan gula merah yang dicincang, terus dimasukkan ke dalam cetakan ...” Ibu mertua saya mengangguk dan berkata, “Oh, Saya kira Kamu tidak tahu ...” (Oya saya juga punya kisah mengenai hubungan saya dengan ipar, bila berminat klik saja di sini dan di sini ^__^).

Saya berusaha untuk bisa berbincang akrab dengan ibu mertua, ipar-ipar, dan keluarga besarnya. Kalau pun tidak bisa berbincang akrab, sebuah senyuman hangat setidaknya bisa mencairkan suasana. Sebuah senyuman yang berasal dari hati yang tulus juga akan sampai ke hati. Bukan begitu?

Makassar, 27 Desember 2011

Silakan dibaca juga tulisan saya yang lain:



Share :

47 Komentar di "Pengalaman Tak Terlupakan di Masa Pengantin Baru"

  1. Dipublish di sini juga to, Mba... makasih ya

    ReplyDelete
  2. SIP mbak leyla Hana ... sudah publish di FB :D
    Semoga bukunya sukses yah ..... ^__^

    ReplyDelete
  3. Wkwkwkwk,
    kok ya pakai diloudspeaker gitu @_@

    ReplyDelete
  4. Saya gak tahu waktu itu kalo ternyata suami saya punya kebiasaan pake loudspeaker kalo terima telepon biar kerjaannya di komputer gak terganggu, tangannya tetap bebas di keyboard dan mouse :P

    ReplyDelete
  5. hehehehe.. cerita yang menarik, untung ibu punya daya ingat yang kuat, sehingga apa yang hanya dilihat dapat langsung d praktekkan... tapi gimana rasanya yak..?? kira2 takarannya pas nggk..?? hehehehe.. nice story bu.. :)

    ReplyDelete
  6. hehe nice post bunda .bisa menjadi masukan untuk seperti saya yg blm nikah :)......

    ReplyDelete
  7. kayaknya saya harus belajar 'ngakrab' sama dapur dari sekarang nih Bun,,
    Persiapan..hehehh,,,

    ReplyDelete
  8. @Andoro Bhaskara:
    Yang jelas setelah nikah, ukuran badan suami saya bertambah: lebar dan tebal (tingginya saja yang tidak hehehe) ... dan dia sangat suka masakan saya #aih puji diri sendiri# ^__^

    ReplyDelete
  9. @Meutia Rahmah:
    Alhamdulillah ... mudah2an bisa buat nambah2 bekal ^__^

    ReplyDelete
  10. @Emje:
    Iya betul ... kalo praktek2 bikin sesuatu, kirim juga ke saya biar bisa saya nilai enak-tidaknya ^__^
    Seorang istri tdk perlu jago masak, sebaiknya tahu masak... lama2 seiring jam terbang ia akan makin jago koq :)

    ReplyDelete
  11. cerita menarik...
    baik untuk dijadikan pelajarann...hehehe

    ReplyDelete
  12. @Arul
    Alhamdulillah bila menarik dibaca ...
    Pengalaman org lain selalu menarik buat dijadikan pelajaran. Siapa tahu dapat pengalaman yang sama atau mirip kelak ^__^

    ReplyDelete
  13. Pengalaman mengenai hal baru selalu mengesankan...

    ReplyDelete
  14. pengalaman seru sekaligus lucu, Bunda..

    ReplyDelete
  15. Seru mbak postingannya. Semoga jd pelajaran yg manis.hehhe

    ReplyDelete
  16. Ternyatas selama kuliah tidak pernah lihat tempe yang masih mentah ya... hehehe...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bukan tidak pernah liat. Tidak pernah masak tempe selama sebelum nikah hehehe *bukakartu*
      Ndak apa2, kan akhirnya belajar juga. Sekarang sudah tahu masak tempe koq :D

      Delete
  17. hahaha... pengantin baru oh pengantin baru..

    ReplyDelete
  18. Hihihi kok sama siy kisah kita, mbak.
    Salam kenal

    ReplyDelete
  19. waah,,, yup, semoga dapat segera menyesuaikan diri dengan pasangan

    ReplyDelete
  20. hAHAHA.. mbak mirip kayak saya bedanya saya blm bersuami

    ReplyDelete
  21. hmmmmmm...........
    masak, dandan, mendidik anak...
    :)

    ReplyDelete
  22. Sy sdh follow blog ini, salam silaturrahim. Ditunggu folbacknya.....

    ReplyDelete
  23. Subhanallah... Blog yang patut di like dan di FOLLOW

    ReplyDelete
  24. Lucu ceritanya Mak... :D Inspiratif. TFS Mak Niar..

    ReplyDelete
  25. sering saya alami sewaktu baru menikah dulu bahkan bertahun2, hingga sering saya membantu istri saya memasak bahkan sering saya memasak sendiri... walaupun masakan saya menggunakan resep anak kos, namun saya tdk prnh meminta istri sy belajar memasak... biarin aja...seiring waktu bahkan jadinya gak asik kalo gak makan masakan istri dirumah... :)

    ReplyDelete
  26. pengalaman ML nya gak ada?
    (nia.agustina)

    ReplyDelete
  27. bagus ceritanya.... agak lucu
    hikmahnya dapet....

    ReplyDelete
  28. Saya usul, mgkn cocok kalau artikel ini dilink ke www.janurkuning.com, situs ttv keluaraga dan perkawinan dgn admin Ksng Arul, Rosid dan saya...

    Salam
    www.nurterbit.com

    ReplyDelete
  29. Hahahaha... lucu baca yg bagian tempe itu mba :D.. tp masih mndingan mba lah, ampe skr skill memasakku malah masih di bawah rata2 :D..

    ReplyDelete
  30. wkwkwk lucu tempenya mba, semoga makin langgeng ya :D

    ReplyDelete
  31. seru nih kayaknya, semakin harmonis yah :)

    ReplyDelete
  32. Deee dak kusangkanya kak.. hahaha Tempe vs anak elektro, yah gitu deh.

    ReplyDelete
  33. Kirain topik hot pengantin baru, hahaha...
    Sekalinya ji, lebih hot topik ini ya.
    Jadi pengen buat postingan tentang masa pengantin baru, nih. :).

    ReplyDelete
  34. pasti gaakan terlupakan hehe,,apalagi kalau udah dicatet diblog gini

    ReplyDelete
  35. bagus bunda tulisanya.bisa menjadi masukan seperti saya yang jomblo fii sabilillah :)...

    ReplyDelete
  36. suka banget sama quote nya "Sebuah senyuman yang berasal dari hati yang tulus juga akan sampai ke hati" :)

    ReplyDelete
  37. Mba, saya pernah baca buku, di bukutertulis.
    tahun pertama pernikahan istri yang banyak bicara,
    tahun kedua, suami yang banyak bicara
    tahun ketiga suami istri banyak bicara.
    menurut itu bagaimana?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tergantung karakternya ya, kalau menurut saya :D

      Delete
  38. ulasan yang bagus..bisa dijadikan referensi bagi ibu rmh tangga yang baru nikah...sip. sukses selalu

    ReplyDelete
  39. Saya suka ceritanya.. skrg dah mahir masak dong bu..

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^