Pelajaran Bahasa Indonesia: Bukan Sekadar Belajar Berbahasa

        Buku paket BSE (Buku Sekolah Elektronik) ‘Bahasa Indonesia’ untuk kelas 5 SD terbitan Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional yang memiliki ukuran sampul 25 cm x 17,5 cm dengan tebal 136 halaman ini memang ‘amat sangat padat sekali’. Tengoklah deretan kata kunci pada semester ganjil yang bukan saja harus dipahami artinya, tetapi juga harus dihafalkan definisinya ini:
Wawancara
Narasumber
Tanggapan

Harapan
Dialog
Lafal
Intonasi
Peran
Cerita
Kalimat majemuk setara
Kritik
Diskusi
Teks
Laporan
Tema
Amanat
Persoalan
Saran
Diksi
Percakapan
Puisi
Pantun
Syair
Mantra
Talibun
Karmina
Distikon
Terzina
Kuatren
Kuint
Sektet
Septima
Stanza
Soneta
Romansa
Elegi
Ode
Himne
Epigram
Satire
Karangan
Kerangka karangan
Nyaring
Percakapan
Surat
Drama
Penokohan
Membaca intensif
Meringkas
            Hmm ... banyak bukan?
            Anda tak percaya mereka pada akhirnya harus menghafalkan definisi dari kata-kata ini dan menghafalkan hal-hal yang berkaitan dengan kata-kata ini?
Unsur-unsur puisi dan jenis-jenis puisi, pada akhirnya harus dihafal
            Kalau tak percaya, mari kita lihat contoh-contoh soal (isian, bukan pilihan ganda) di buku tersebut:
Pada halaman 12:
Apa yang dimaksud wawancara?
Apa tahapan-tahapan wawancara?
Apa yang dimaksud dengan lafal?
Apa yang dimaksud dengan kalimat langsung?
Apa yang dimaksud dengan dialog?
Pada halaman 24:
Apa yang dimaksud dengan cerita nonfiksi?
Bagaimana langkah-langkah menyampaikan kritik?
Apa yang dimaksud dengan membaca sekilas?
Pada halaman 40:
Sebutkan unsur-unsur puisi!
Sebutkan ciri-ciri soneta!
Apa yang dimaksud dengan karangan?
Apa yang dimaksud dengan karangan ilmiah?
Sebutkan ciri-ciri pantun!
Pada halaman 66:
Apa yang dimaksud dengan peristiwa?
Apa yang dimaksud dengan tokoh protagonis di dalam drama?
Bagian dari materi yang harus dipelajari ... eh ... dihafalkan
            Seperti itu contoh latihan di dalam buku paket, seperti itu pula gambaran soal ujian semester mereka. Jika mereka menjawab tidak sama persis dengan kunci jawaban (teori di dalam buku paket) maka nilai mereka tidak lengkap. Masih bagus jika soal-soal ujian semester nanti persis sama dengan di buku cetak, pada kenyataannya soal-soal yang dibuat kemungkinannya bisa apa saja, terserah si pembuat soal.
Kalau pembuat soal guru mereka sendiri masih mendingan karena guru mereka bisa melatih mereka mengerjakan soal-soal ‘bayangan’ (kisi-kisi). Kalau bukan guru mereka yang membuat soal? Gigit jarilah mereka karena kapasitas otak mereka tidak akan sanggup menghafal begitu banyak jenis definisi dan hafalan terkait dengan definisi tersebut.
Seperti inilah contoh penulisan 'tujuan pembelajaran
di dalam buku cetak
Bukan hanya bahasa Indonesia yang mereka harus pelajari, ada IPA, IPS, PKN, Pendidikan Agama Islam, teori Pendidikan Jasmani, teori Seni Budaya dan Keterampilan. Belum lagi bahasa Inggris, Matematika, dan Bahasa Daerah yang kesemuanya memiliki bahan yang bersaing banyaknya.  Tapi, mau tidak mau, suka tidak suka mereka harus menghafalkannya kan?
Materi menuliskan laporan kunjungan
Yang paling menegangkan bagi siswa sekolah negeri di kota ini adalah ujian kenaikan kelas alias ujian semester genap. Bahan yang harus mereka pelajari adalah bahan semester ganjil dan genap. Dan, pembuat soal adalah orang dari departemen Pendidikan Nasional. Soal yang dipilih kemungkinannya bisa lebih beragam karena buku BSE tidak hanya satu jenis (cek di internet kalau tak percaya).
Masing-masing buku memiliki perbedaan-perbedaan kecil, di mana ada bahan di satu buku yang tidak terdapat di buku lain, dan perbedaan kecil itu berarti cukup besar bagi anak-anak ini karena hal yang ditanyakan tidak ada di dalam ‘daftar istilah’ yang harus mereka kuasai. Dan ini berarti kehilangan beberapa poin. Kehilangan beberapa poin, sudah tentu mempengaruhi nilai mereka. Mau tidak mau, suka tidak suka, harus diakui nilai sangat penting bagi mereka.
Sekarang, mari kita lihat ‘Tujuan pembelajaran’ yang tercantum di dalam buku:
Pada halaman 1:
Memberikan tanggapan terhadap hasil wawancara tentang hutan Indonesia yang dibaca gurumu.
Memahami hasil wawancara sederhana dengan kak Butet Manurung – seorang guru di tengah hutan.
Membaca dialog dengan lafal dan intonasi yang tepat.
Menulis dialog antara dua tokoh.
Pada halaman 13:
Memberikan tanggapan terhadap cerita berjudul Lomba Kebersihan Lingkungan yang dibacakan gurumu.
Menyampaikan kritik dalam diskusi.
Membandingkan isi dua teks bertema lingkungan yang dibaca sekilas.
Membuat laporan kunjungan ke sebuah home industri.
Pada halaman 25:
Menentukan tema dan amanat cerita rakyat Wayang Beber yang dibacakan gurumu.
Memberikan saran kepada suatu persoalan yang terjadi.
Membaca puisi dengan lafal dan intonasi yang tepat.
Membuat karangan berdasarkan pengalaman.
Itu baru pembelajaran dari tiga bab pertama, masih ada dua bab lagi bahan untuk semester ganjil. Saya kira cukup ini saja yang kita simak lalu sama-sama kita pertanyakan: tercapaikah tujuan-tujuan pembelajaran tersebut?
Eh, tapi kepada siapakah pertanyaan ini kita ajukan? Siapakah yang sebenarnya layak menjawabnya? Siapakah yang seharusnya mengevaluasi sinkronisasi antara tujuan pembelajaran dengan realitas yang ada di lapangan mengenai tercapainya tujuan itu?
Ataukah kita harus bertanya kepada rumput yang bergoyang?
Makassar, 21 Oktober 2011


Share :

2 Komentar di "Pelajaran Bahasa Indonesia: Bukan Sekadar Belajar Berbahasa"

  1. Ngomong2 soal bahasa indonesia, saya ada sedikit perbaikan.

    Itu di judul posting-an, yang benar bukan "sekedar", tapi "sekadar". Coba cek di KBBI untuk memastikan. :)

    ReplyDelete
  2. Pantesan yah ada yang pakai 'Sekadar'. Makasih koreksinya, saya memang belum pernah ngecek di KBBI :)

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^