Para Lajang: Pilih-Pilih ?

“Jangan suka pilih-pilih,” begitu kata banyak orang kepada kawan yang masih melajang hingga kini.

Usia kawan itu sepantaran dengan saya.

Apa ia menyenangi kehidupan melajang? Tidak, ia tak memilih. Jodoh memang belum menjadi peruntungannya.

Apa memang ia pilih-pilih?

Tidak dan iya.


Tidak, karena ia tak ‘pilih-pilih’ seperti yang dimaksud oleh orang-orang itu. Ia bukanlah orang yang over selektif karen over PD (percaya diri).

Iya, karena ia berhak hidup dengan orang yang memiliki visi dan misi yang sama dengannya toh? Apakah bermanfaat menjalani bahtera rumahtangga dengan orang yang tidak memiliki visi dan misi dengan kita? Tidak, pasti ada banyak mudharat di dalamnya!

Rumahtangga butuh kesamaan visi dan misi pasangan suami istri di dalamnya, Saudara!

Seperti sebuah proyek, orang-orang yang sudah sepakat melaksanakan proyek itu sudah tentu harus punya visi dan misi yang sama. Jika tidak, maka celakalah. Sengsaralah!

Saya beri satu ‘andai-andai’: Seandainya ia menikah dan ternyata suaminya adalah seseorang yang memiliki kepribadian ganda. Yang di depan khalayak ramai begitu santun dan alim sementara saat berdua begitu ganas, karena menjadi sang penyiksa yang kasar. Apakah ada yang berpikir: “Itulah kalau perawan tua ... karena takut tidak nikah-nikah, siapa saja yang datang melamar langsung diterima, tidak pikir-pikir lagi!” ? .... Kemungkinan ada!

Ho ho ho ... jangan bilang ini hanya ‘andai-andai’ lho ya ... ada orang yang mengalami hal yang saya ‘andai-andai’-kan itu. Andai Anda mengalaminya, Saudaraku. Anda pasti menyesal memutuskan menikah. Bersyukurlah Anda tak mengalaminya.

Kawan saya ini berhak memilih suami yang memiliki kesamaan visi dan misi dengannya, Saudara! Dan itu bukan hal yang mudah di usia sekarang. Usia di mana ia sudah sangat matang dengan karakternya. Demikian pula dengan ‘kumbang’ yang mendekatinya, pasti sudah sangat matang. ‘Baik’-nya matang. Atau ‘tidak baik’-nya matang.

Ada seseorang yang mendekat kepada kawan lajang saya. Tadinya kawan saya mengira mereka sevisi dan semisi. Namun seiring berjalannya waktu, terlihatlah keaslian sang pendekat: ia materialis, pemburu karir dan posisi duniawi. Sementara kawan saya tidak materialis, mengerjakan segala sesuatunya dengan tulus-ikhlas, bukan untuk memperoleh posisi duniawi. Seketika ia tahu, mereka tak ‘kan mungkin sejalan dalam satu bahtera. Karena perbedaan itu terlalu besar, terlalu prinsip.

Apakah kawan saya salah mengampil keputusan?

Sama sekali tidak, Saudara. Ia mengambil keputusan yang tepat.

Menikah adalah sunnah yang utama.

Tetapi kalau mudharat yang bakal ditunai jika tak menimbang dengan masak dalam menjalaninya. Bukankah lebih baik melajang dulu?

‘Kan masih bisa shalat hajat, shalat istikharah, shalat tahajud? Masih bisa berdo’a.

Mudah-mudahan Allah segera mempertemukanmu dengan si dia yang entah berada di belahan dunia mana. Jodoh memang di tangan Allah, tetapi seperti rezeki – ia juga harus ‘dijemput’. ‘Dijemput’ dengan ibadah, seperti shalat dan do’a.

So, jangan ragu (masih) melajang Kawan. Yang penting bahagia, bermanfaat, dan masih berharap kepada-Nya. Tetaplah yakin, bahwa Allah Mahapengasih dan Mahapenyayang, Kawan.

Makassar, 4 September 2011


Share :

3 Komentar di "Para Lajang: Pilih-Pilih ?"

  1. Saya setuju dengan lajang itu adalah antara pilihan dan bukan... :)
    Dengan usia yang mulai melewati seperempat abad, sudah mulai banyak yang mulai menanyakan kenapa belum menikah juga. Jangan terlalu pilih pilih, kata beberapa orang yang cuma bisa saya jawab dengan nyengir.
    Pada kenyataannya, bagaimana saya bisa memilih kalau belum ada yang datang untuk bisa dipilih...?? hahaha... :))

    ReplyDelete
  2. Yang jelas bahagia, bermanfaat, dan tidak berhenti berbaik sangka (berharap) pada Allah :)

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^