Mengapa Anak Saya Mengalami Bullying?

Mengapa Anak Saya Mengalami Bullying?Dunia sosial anak-anak adalah representasi dari dunia kita – dunia orang dewasa. Kalau di sekeliling kita ada orang yang ramah, menyenangkan, rendah hati, rese, menyebalkan, sombong, ndableg dan mengganggu maka begitu pun dalam dunia anak-anak.

Pengalaman dan pengamatan saya menunjukkan, ketahanan mental dalam bergaul di masa kecil akan berpengaruh kelak ketika dewasa. Orang tua adalah yang paling berperan dalam hal membangun ketahanan mental anak.

Seberapa penting ketahanan mental? Bagi saya penting. Sekarang sudah banyak dibahas mengenai adversity quotient (AQ), yaitu kecerdasan bertahan hidup. Browsing-lah jika belum paham karena sudah banyak yang menuliskannya. Ketahanan mental, tentu saja berpengaruh terhadap AQ.

mengapa anak di-bully

Coba bayangkan ini, jika dalam kehidupan, kita tak bisa hidup dengan orang-orang yang tak sepandangan dalam berkomunitas atau bermasyarakat dan memutuskan keluar. Lalu setiap menghadapi masalah yang sama, kita keluar lagi. Maka apakah masalahnya ada dalam komunitas atau masyarakat?

Tentu tidak, kan? Mau sampai kapan kita keluar dari setiap komunitas atau lingkungan yang kita masuki setiap tidak cocok dengan segelintir anggotanya? Masalahnya ada di mana? Pada semua komunitas/lingkungan atau diri kita sendiri?

Nah, begitu pula dalam dunia anak-anak. Bermain, bertengkar, bermain lagi, lalu bertengkar lagi adalah hal yang biasa. Bahkan di mana pun ada anak yang entah kenapa menjadi korban bullying (perundungan).

Tentu tak ada orang tua yang menerima dengan lapang dada jika anaknya mengalami perundungan. Saya pun tidak. Malah rasanya sakit. Mungkin lebih sakit dibandingkan apa yang dirasakan anak saya. Seperti ketika akhirnya mengetahui anak sulung saya mengalaminya.

mengapa anak di-bully
Anak yang di-bully bisa mengalami depresi.

Ketika Affiq duduk di bangku sekolah menengah pertama sekian tahun lalu dan mengetahui dari kawannya ada 3 anak lain yang mem-bully-nya sejak duduk di kelas 1 – 3, hati saya bahkan merasa hancur. Suami saya pun merasakan sakit, saya tahu itu. Tetapi sebagai orang dewasa, kami harus bersikap waras.

Affiq sangat tertutup. Berkali-kali ditanyai tentang apa yang dia alami, dia diam saja. Malah terlihat tidak suka dan marah jika didesak. Bersyukur, ayahnya anak-anak mendapatkan informasi detail dari seorang kawan Affiq yang merasa kasihan. Terima kasih banyak, Nak. Tante tak akan pernah sanggup membalas kepedulian dan kebaikanmu. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rezeki padamu.

Saya masih ingat apa yang dikatakannya kepada suami saya (menurut penjelasan suami saya waktu itu): “Om, andai Affiq tidak dikasih begitu, dia bisa ranking satu. Affiq itu pintar sekali.”

Saya bukannya tergila-gila dengan ranking satu.
Saya tak pernah mendorong anak-anak saya
supaya meraih posisi itu. Bagi saya,
sekolah itu untuk belajar, untuk menuntut ilmu.
Bukan untuk meraih posisi.

Tapi tak saya pungkiri, ada rasa kecewa yang dalam mendengarkan ini karena itu berarti potensi besar Affiq tak bisa keluar semua “hanya” karena di-bully! Dia bersekolah di salah satu sekolah terbaik di kota ini. Selama 2 tahun lebih potensi dirinya tidak tereksplorasi maksimal. Hati ibu mana yang tak hancur?

mengapa anak di-bully

Beruntung sekolah menanggapi dengan baik ketika pak suami mengadukan hal ini. Saksi-saksi dikumpulkan dan ketiga anak yang menjadikan Affiq sebagai pembantunya itu diberi ultimatum. Ultimatumnya begini: “Jika terulang lagi, tak ada ampun. Angkat kaki dari sekolah ini meskipun ujian nasional tinggal menghitung hari”.

Pak suami masih merasakan belum puas. Tetapi bagi saya ultimatum itu sudah cukup untuk mereka karena akhirnya ulah mereka berhenti. Tak bisa juga memberikan hukuman yang terlalu berat karena mereka masih kategori anak-anak dan masih punya kemungkinan untuk berubah menjadi lebih baik.

Saat Affiq saya ajak bicara, saya katakan padanya adalah kewajibannya melindungi dirinya. Bagi seorang muslim, jihad adalah sebutan ketika melindungi diri dari kezaliman. Apa yang dilakukan kawan-kawannya adalah kezaliman. Jika mengalami hal yang ekstrem maka mati pun tak apa selama di jalan Allah.

Hei, saya tak mengajarkan anak saya menjadi ekstremis atau radikalis, ya. Saya mengajarkan anak saya melindungi diri sebab suatu hari nanti dia harus melindungi keluarganya juga. Dan saya tahu, dalam Islam, lillahi ta’ala – bahkan perjuangan sekecil melindungi diri dari kezaliman, balasannya surga!

Suami saya punya pengalaman dengan
bullying pada masa kanak-kanaknya
karena badannya yang kecil. Dia sering
menjadi “anak bawang” dalam lingkungannya.
Tetapi dia tak menyerah.
Kalau perlu berkelahi, dia lakukan itu.

Suatu ketika, saat perundungan verbal tak tertahankan lagi dia rasakan, dia memukul orang yang selalu mengejeknya meskipun badannya jauh lebih besar. Orang itu KO dan setelah itu dia tak pernah berulah lagi. Sepertinya rasa malu mencegahnya mem-bully lagi.

Kalau mau dicari tahu “mengapa anak saya di-bully?” bisa jadi tak akan ketemu jawabannya. Anak-anak pelaku bully sering kali tak punya alasan untuk melakukannya. Mereka hanya merasa lebih nyaman jika terlihat superior tapi sesungguhnya jiwa mereka kerdil.

Anak-anak seperti itu pun
orang dewasa seperti itu
ada di mana-mana. Mau mensterilkan
atau merekayasa lingkungan supaya
sama sekali tak bertemu mereka
bukanlah solusi terbaik. Kita memang perlu
menghindar sebisanya tapi jauh lebih penting
untuk melatih mental supaya tangguh.

Beberapa kawan yang expert dalam dunia pendidikan dan psikologi pernah berkata kepada saya, “Kuatkan anakmu.” Ya, itulah yang saya berusaha lakukan. Saya dulu anak yang penakut. Ketika dewasa, saya tak bisa menghadapi orang yang berbeda pendapat dengan saya. Dalam kejadian ekstrem, saya bisa terkena serangan jantung ringan.

Saya perlu berjuang menguatkan diri untuk menghadapi perbedaan pendapat hingga saya merasa cukup kuat saat ini. Saya merasa lebih nyaman kini, ketika mental saya lebih kuat menghadapi semua itu.

Saya ingin melatih anak-anak saya untuk lebih tangguh daripada saya sedini mungkin karena perbedaan, pertentangan, dan orang-orang rese itu keniscayaan yang harus dihadapi dan tidak bisa selalu dihindari.

mengapa anak di-bully
Anak pem-bully merasa nyaman dengan merasa diri superior.

Ah ya, mungkin ada yang bertanya, bagaimana dengan Affiq sekarang? Sekarang dia berstatus sebagai mahasiswa baru. Saat SMP dia tak pernah mau ikut kegiatan ekstra kurikuler dan cenderung menarik diri. Saat duduk di bangku SMA, dia aktif dalam beberapa kegiatan ekstra kurikuler hingga saat ini.

Dia juga belajar karate dan sudah dua kali ikut ujian kenaikan tingkat. Semoga Allah meridhainya tumbuh dengan mental yang semakin kuat dari hari ke hari dan tak menemui lagi problema seperti yang dia alami sewaktu SD. Bantu aminkan ya karib dan kerabat.

Makassar, 18 Oktober 2019

Kisah bully ini belum berakhir sampai di sini. Masih ada kisah lain yang dialami Athifah, putri kedua saya. Semoga energi saya cukup besar untuk menuliskannya karena menuliskan kembali hal ini seperti membuka luka lama.

Tetapi saya perlu menuliskannya sebagai catatan pembelajaran saya dan semoga bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua karena bully tak bisa dibiarkan.



Share :

14 Komentar di "Mengapa Anak Saya Mengalami Bullying?"

  1. Setuju banget Mbak kalau orang tua adalah orang yang berpengaruh penting dalam membangun ketahanan mental pada anak.

    ReplyDelete
  2. Kesehatan mental juga sangat penting untuk membangun mental yang kuat pada anak ya, Mbak.

    ReplyDelete
  3. Terkadang, melawan untuk melindungi diri sendiri itu memang dibutuhkan dan wajib dilakukan.

    ReplyDelete
  4. Setelah baca tulisan Mbak, saya juga jadi ingin melatih anak saya untuk memiliki mental yang kuat untuk melindungi dirinya.

    ReplyDelete
  5. Iya Mbak, menghukum anak tidak perlu yang berat, percuma kalau dihukum berat tapi si anak tidak tau maksut kita. Selagi bisa dinasehatin dan si anak mengerti mungkin itu akan jauh lebih baik ya, Mbak.

    ReplyDelete
  6. Iya, Mbak kalau orang rese di hiraukan bisa jadi makin rese heheh, jadi lebih baik dihadapi saja.

    ReplyDelete
  7. wah kak semoga anak2 kita semua dijauhkan dari pembully ya.. aku pun sedang dlm upaya mengatasi bully yg dialami anak2ku kak..

    ReplyDelete
  8. Dg melakukan bully mengangkat sedikit kelemahan dr lawannya dia menjadi seperti superior. Kasihan

    ReplyDelete
  9. Kadang suka gemes liat anak tiba2 jadi murung tapi kalo ditanya kenapa gak mau jawab. Smg anak2 kita semua terbebas dari perundungan teman2nya

    ReplyDelete
  10. Anak dibully maupun membully bagi orangtua adalah PR besar, karena itu menyangkut perkembangan karakternya kelak saat dewasa.

    ReplyDelete
  11. Trauma bullying bisa berbekas sampai kita dewasa. Ketidak mampuan kita melawan bullying bisa menjadi dendam dan rasa sakit hati yang tersimpan dalam di relung2 bathin. Affiq beruntung sekali punya kedua orang tua yang awware dan tidak diam saja dalam menghadapi bulyying terhadap Affiq. Tfs

    ReplyDelete
  12. Masalah yg sulit dituntutaskan sampai saat ini mmg bully. Kyknya sdh jadi trunanmi dih hehe

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^