Padahal
sesungguhnya, jasa buzzer bisa
dimanfaatkan untuk banyak hal, seperti mempromosikan produk, event,
hingga gerakan sosial. Inilah yang saya perkenalkan ketika membawakan
materi terkait EVENT
BUZZER di
kantor BaKTI
(Bursa Pengetahuan
Kawasan Timur Indonesia), di jalan A. Mappanyukki pada tanggal 12
Juli kemarin.
Dari sekian peserta, banyak wajah yang baru saya lihat. Berarti mereka yang datang ini memang antusias hendak mengetahui mengenai dunia buzzer yang saya akrabi. Di awal sharing saya katakan kepada hadirin bahwa apa yang saya sampaikan adalah dunia buzzer yang saya jalani (di samping dunia blogging) sejak tahun 2011.
Istilah
buzzer
biasanya
ditujukan kepada orang-orang yang memiliki follower
yang
jumlahnya tidak terlalu banyak
– maksudnya bukan artis, juga bukan selebgram. Kalau
selebgram dan artis kan bisa memiliki hingga jutaan
follower.
Tugasnya
sebenarnya seperti influencer juga.
Dalam dunia ini, ada kategori
micro influencer,
ada juga yang menyebutnya nano
influencer. Buzzer
tentunya menebar opini kepada
lingkungan/follower-nya
yang tak sebanyak lingkungan/follower
selebgram atau artis.
Saya persilakan kepada para peserta, jika memiliki pengalaman yang berbeda, bisa juga di forum #SharingPerpustakaan BaKTI ini. Kalau dari saya sih, apa yang saya bagikan adalah seputar pentingnya konten, termasuk dalam membuat konten marketing ketika menjadi buzzer dan attitude yang selayaknya dimiliki oleh buzzer.
Gambaran
mengenai bagaimana pengaruh buzzer, bisa
dilihat di
Youthmanual.com. Pada sebuah infografisnya disebutkan bahwa 68%
konsumen percaya pada pendapat konsumen lain yang dipaparkan secara
online. Disebutkan
pula, sebanyak 20% perempuan mempertimbangkan membeli produk yang
ditawarkan influencer.
Sebanyak
92% konsumen
memercayai rekomendasi
dari
orang lain sekali pun mereka belum mengenalnya.
Disebutkan
pula bahwa
sebanyak 70% konsumen
menggunakan
online review
sebagai
sumber
terpercaya kedua mereka.
Barangkali
Anda pun demikian? Kalaupun bukan Anda, ada orang-orang seperti
demikian. Teman-teman saya
mengalami, ketika mempromosikan produk atau event seolah
mereka bertindak sebagai brand
ambassador dari
produk/event
tersebut
karena
menerima banyak pertanyaan dan
tanggapan
sehubungan dengan produk terkait.
Kalau sampai bisa dipercayai seperti itu, tentunya attitude yang baik mutlak menjadi syarat yang dimiliki oleh buzzer. Etika dan etiket yang berlaku di dunia nyata tentunya berlaku pula bagi buzzer selama menjalankan tugasnya. Misalnya harus sopan ketika berinteraksi dengan klien dan netizen.
Contoh
lainnya adalah buzzer
harus
memahami bahwa satu
undangan itu berlaku untuk satu orang.
Jangan sampai membawa orang lain ketika menghadiri sebuah acara.
Kalau ingin mengajak orang lain, tanyakan kepada penyelenggara apakah
kemungkinan itu ada.
Marketing
postif
selayaknya dilakukan buzzer,
misalnya
dengan tidak melakukan black
campaign.
Mengabarkan
hal baik dari sesuatu tentunya
bukan
berarti menjelek-jelekkan pihak lain, kan?
Membahas
tentang dunia ini, buzzer
tak
boleh berhenti
belajar.
Kemampuan
dan
kreativitas dalam
mengolah kata-kata
agar
menghasilkan
caption
dan
tulisan
yang bagus sangatlah
dibutuhkan. Konten
organik
diperlukan dalam blog/akunnya.
Banyak referensi yang mengatakan, “Jangan biarkan akunmu seperti
etalase.”
Kata ORGANIK,
dalam dunia internet marketing, ada yang mengartikannya
dengan: memaksa banyak akun untuk menjadi likers dan friends
di Facebook. Sebaliknya, di dalam dunia buzzer yang saya
geluti, KETULUSAN adalah
point pentingnya.
Para penerima hadiah buku dari BaKTI |
Membuat konten atau caption yang original harus dibiasakan agar blog dan akun-akun media sosial selalu terisi dan “hidup”. Tidak dibenarkan cara mengakal-akali algoritma Google dan media sosial.
Kalau dalam internet marketing ada
cara membuat Google tak bisa mendeteksi konten yang plagiat, di dalam
dunia blogging yang saya geluti, cara demikian TAK
HALAL. Kami harus bisa membuat konten ORIGINAL
untuk bisa eksis dan “abadi”.
Dermawan Denassa, salah satu peserta yang
hadir dan menyimak dengan antusias mendapatkan kata kunci dari
penyampaian saya sore itu: “LITERASI
DIGITAL”. Ya, selayaknyalah kita-kita yang eksis di
dunia online ikut bertanggung jawab dalam
MENCERDASKAN MASYARAKAT melalui konten
positif dan cara-cara
yang baik.
Bagi saya, awalnya sederhana saja. Saya tak ingin anak-anak (semoga pula cucu-cucu saya) kelak berlaku negatif di dunia maya. Maka dari itu, saya yang terlebih dulu harus berupaya senantiasa POSITIF.
Saya tak ingin anak-anak saya nyinyir
dalam bermedia sosial maka tentunya saya harus sebisa mungkin menahan
diri untuk TIDAK NYINYIR
dalam berpendapat.
Satu hal lain yang perlu diingat, bisa
saja akan ada follower kita di media sosial yang meneladani
cara-cara kita. Saya pribadi takut menanggung dosa orang yang
melakukan kesalahan karena terinspirasi oleh saya. Lha dosa saya
sendiri saja belum tentu sanggup saya pikul dan pertanggungjawabkan
kepada Sang Pencipta kelak.
Bagaimana mungkin saya kuat menanggung
dosa orang yang melakukan kesalahan akibat contoh negatif yang saya
perlihatkan? Maka dari itu, tentunya saya harus memperbaiki diri.
Kalau kalian melihat saya tiba-tiba negatif, boleh menegur saya,
boleh meminta penjelasan saya. Tapi tolong, lakukan dengan cara yang
sopan ya? Saya orangnya mudah baper soalnya. 😔
Makassar, 19 Juli 2019
Keterangan:
Semua foto berasal dari BaKTI
Share :
wah keren nih mbak niar
ReplyDelete