Bukan Dirimu, Tindakanmu yang Kutolak

Kembali kepada keluarga. Saya merenungi perjalanan hidup sekian lama. Setiap anak sebaiknya kembali menjaga orang tuanya di masa tuanya. Dalam dunia nyata, keluarga adalah segalanya. Tentunya bukan menomorduakan Tuhan, sama sekali bukan itu maksudnya. Sebagai umat Islam, ajaran agama masuk ke dalam segala sendi kehidupan termasuk dalam berkeluarga, memperlakukan keluarga, dan seterusnya.

Ketika berada di luar rumah, pulang kepada keluarga adalah sebenar-benarnya pulang. Ketika orang tua sudah berpayah-payah membesarkan sekian tahun, kita adalah tempat mereka pulang. Setiap orang/keluarga tentu punya caranya sendiri. Karena keluarga adalah tempat embrio, baik fisik, karakter, dan tatanan hidup dibesarkan. Yang mana kelak menjadi pondasi ketika melarung pada bahtera kehidupan. Maka sudah sepatutnya mereka yang punya andil besar dalam pondasi itu kembali kepada kita di masa tuanya.


Alhamdulillah, saya masih bersama dua orang tua. Ayah berusia menuju 79 tahun sementara Ibu menuju usia 76 tahun. Saya menyaksikan betapa banyak perubahan yang signifikan. Bukan hanya dari segi fisik, melainkan juga psikologis. Saya harus banyak melakukan penyesuaian di sana-sini demi menjaga mereka. Bukan hanya dari diri saya dan anak-anak, juga dari sekeliling.

Baru-baru ini saya terpaksa saya mengadakan 3 penolakan dari keluarga besar yang berurusan dengan Ibu:

1. Menelepon untuk menghasut.

Seseorang dari kampung menelepon untuk menghasut. Saya tak duga dia akan menghasut. Saya terima teleponnya karena rasa hormat kepada yang lebih tua. Saya sudah tahan informasi kabar jelek yang dia embuskan sejak sepekan sebelumnya ketika tiba-tiba dia menelepon dan menghasut Ibu untuk membenci keluarga kami sendiri. Mengapa saya tahan informasinya? Karena memang tak ada hubungannya dengan Ibu tetapi bisa memancing emosi beliau.

Dengan susah-payah saya berusaha membereskan blunder emosi yang dia sebabkan dengan menelepon kakak-kakak sepupu yang lain di kampung untuk mengklarifikasi. Barulah Ibu tenang dan mau mengerti. Terpaksa nomor si penelepon penghasut itu saya blokir. Saya tak mau dia merusak stabilitas emosi Ibu lagi.

2. Foto catatan pembukuan.

Ibu masih aktif menjadi bendahara di sebuah organisasi. Beberapa kali saya menjadi jembatannya, seperti jembatan antara Ibu dan keluarga besarnya di kota-kota lain, melalui ponsel milik saya. Kali terakhir saya menyampaikan catatan pembukuan, ada hal yang menyebabkan Ibu marah dan saya yang kena getahnya. Hampir pingsan saya waktu itu karena dimarahi padahal bukan kesalahan saya. Kali ini saya tak mau lagi menjadi jembatan catatan pembukuan dengan organisasi mana pun di planet ini yang saya tak terlibat di dalamnya.

Saya katakan kepada Ibu bahwa untuk urusan organisasi, selesaikan secara organisasi jangan libatkan orang lain. Iya kan, tak etis urusan pembukuan yang detail disampaikan melalui orang ketiga yang bukan dari organisasi bersangkutan meskipun keluarga sendiri yang dihubungkan?

Kalau saya salah menyampaikan data, efeknya bisa panjang. Mana pula saya punya kesibukan sendiri. Sebagai ibu tiga anak tanpa ART, saya juga punya kegiatan menulis dan pekerjaan profesional selain pekerjaan rumah tangga yang tak ada habisnya #curhat.

Sudah saya minta anggota organisasi yang lain untuk  membantu Ibu. Saya katakan, tolonglah kalau tak ada yang mau membantu menyelesaikan pencatatan keuangan, jangan libatkan ibu saya lagi. Biarkan beliau tenang. Eh, malah Ibu yang mengomeli saya, katanya beliau tak mau, ini pengabdiannya.

3. Menelepon untuk curhat.

Ada pula istri dari kerabat yang meminta dihubungkan kepada Ibu untuk curhat keadaan suaminya yang sakit-sakitan, yang susah diajak shalat, bla bla bla. Setelah konsultasi kepada kerabat kami yang lain, terpaksa saya menolaknya. Alasannya adalah saat dia curhat terakhir, Ibu begitu kepikiran dan berusaha menghubungi keluarga besar untuk meminta bantuan. Walau kakak sepupu yang dihubungi sudah mengatakan akan diurus oleh yang muda-muda, beliau tetap kepikiran selama berhari-hari dan tetap berusaha melakukan sesuatu.

Terpaksa saya katakan kepada istri kerabat bahwa saya tak bisa menghubungkannya dengan Ibu. Saya sendiri kalau sakit tak berani menceritakan kepada Ibu karena beliau bakal kepikiran. Sebisa mungkin saya menyembunyikan segala keluhan dan gejala. Pun tak pernah menceritakan masalah saya kepada Ibu padahal kami serumah.


Nah kawan, jika kalian punya urusan seperti kerabat-kerabat yang saya tolak itu terhadap mereka yang sudah sepuh, please pikirkan baik-baik cara dan kata-kata kalian. Sudah waktunya orang tua kita hidup dengan tenang. Jangan bebankan masalah yang tak perlu beliau pikirkan, bahkan dengarkan. Ketiga orang yang saya tolak permintaannya di atas tak pernah berada di posisi saya yang berusaha menjadi filter bagi orang tua sendiri. Sekadar pelajaran bersama untuk tak melakukannya kepada orang tua mana pun di muka bumi ini. Hargai mereka supaya di masa tua kelak dirimu juga dihargai orang lain.

Makassar, 22 Januari 2019



Share :

27 Komentar di "Bukan Dirimu, Tindakanmu yang Kutolak"

  1. betul kak. sudah seharusnya kita memberi waktu dan ketenangan untuk orang tua kita untuk menikmati masa mudanya. Semoga ibu ta selalu diberi kesehatan dan kebahagiaan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Menikmati masa tuanya maksudnya ya Oppa? Iya. Kasihan kalau terlalu direpotkan.

      Delete
  2. MasyaAllah panjang umur ibu sama bapak ta Kak.. semoga silaturahmi keluarga tetap lancar. Ssys termasuk paling malas ketemu-ketemu keluarga karena tidak suka atmosfernya yang menurutku masih sangat oldschool dan kadang bikin sakit ati hihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin.

      Malas kalo ketemu yang atmosfernya ndak sesuai hehehe. Ndak nyambung.

      Delete
  3. Semoga Bapak Ibu senantiasa sehat yah kak, sukaka baca cerita-cerita keluarg akek gini. eh taau saya memang suka baca tulisannya kak niar yaak heheh. moga kak niar juag sehat selalu dan bisa nulis cerita-cerita menarik :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin. Makasih Uga. Suka ka juga baca tulisannya Uga 😍

      Delete
  4. Semoga kedua orang tua kakak selalu sehat. Saya pun merasakan hal yang sama dengan kakak, cuman berbeda sedikit, terkadang saya menangis karena hati tidak bisa menerima ibu kandung di perlakukan semena-mena sama keluarga sendiri.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih Nike. Siapa yang jaga orang tua kalau bukan Kita, ya.

      Delete
  5. Salah satu alasan utama saya kembali ke makassar adalah untuk pulang mengabdi pada orang tua. Memang ada beberapa hal yang kadang menjadi tantangan. Kadang orang tua semangatnya masih merasa muda sehingga banyak hal yang kadang membuat kita khawatir. Apapun yang terjadi beliau-beliau adalah orang tua kita yang harus kita sayangi walaupun rasanya begitu sulit menandingi rasa sayang mereka pada kita.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyye, Daeng, masih ada tantangan, apalagi kalau banyak berbeda pendapat dengan orang tua. Iyye, karena kasih sayang merekalah kita bisa jadi yang seperti sekarang.

      Delete
  6. Kalau soal cerita masalah ke orang tua, kadang ragu antara mau cerita atau disembunyikan. Kalau cerita, bisa bikin orang tua khawatir. Kalau tidak cerita, takutnya orang tua tahu setelah masalahnya semakin parah dan jadinya terlalu kaget.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itu juga ya dilemanya, Mil. Sebisa mungkin dipilah-pilah sajalah, yang mana perlu diketahui ortu yang mana tidak.

      Delete
  7. Kalau saya, yang penting orang tua bahagia. Mumpung masih di bawah 70 tahun, masih bisa diajak jalan² bareng. Bahwa kalau sudah tua akan lebih banyak kebutuhannya, ya nikmati saja.

    ReplyDelete
  8. Ini pengalaman pribadi kak? Berasa lagi nonton film, terbawa emosi dan suasana haru.. Semoga Ibunya senantiasa dilindungi oleh Allah, kak.. Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyalah, pengalaman pribadi, Faryl hehehe. Saya tidak menulis fiksi di blog ini dan saya memang bukan penulis fiksi, sih :D
      Aamiin. Terima kasih ya sudah membaca.

      Delete
  9. Sedih bacanya kak, ibunya kak Niar sangat baik pastinya sehingga kalau ada apa-apa di keluarga langsung mencari ibu ta. Mirip kejadian seperti di nenek dan mamaku juga kak dan kadang2 memecah perkelahian. Setujuka sama kita, sudah waktunya orang tua ta hidup dengan tenang tanpa perlu lagi terima "curhatan". Apalagi kalo mama2 ada cerita nda mengenakkan sedikit pasti langsung kepikiran mi kasian. Semoga orang tuanya kak niar sehat dan bahagia selalu aamiin💜💜💜

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yang sejajar ibu saya .. maksudnya tante dan om, banyak yang sudah meninggal, Sam. Jadi ada hal-hal yang ponakan-ponakannya mencari Ibu. Nah, ponakan-ponakan itu banyak yang lebih tua daripada saya :D

      Aamiin. Makasih ya Sam.

      Delete
  10. Saya di posisi yang sama dengan Kak Niar, untuk nenek saya. Beliau sudah sepuh dan kami anak cucunya selalu berusaha untuk memfilter informasi yang sampai ke telinga beliau. Tapi berbeda dengan kak Niar, mungkin kak Niar bisa all out memfilternya karena masih serumah. Kalo saya, antara Bone dan Makassar kak..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Memang yah, orang tua kita harus dijaga juga dari informasi-informasi yang bisa bikin mereka galau. Iya Ndy, untungnya saya masih serumah jadi bisa kuat-kuatan.

      Delete
  11. Jleb.

    Pernah mendengar kalimat, "seluas-luasnya dunia untuk menjelajah, kelak pelukan ibu tetap menjadi tempat ternyaman."

    Sehat selalu buat Kak Niar sekeluarga. :')

    ReplyDelete
  12. Saya juga saat ini tinggal bersama orangtua. Lebih tepatnya sih kami yang masih nebeng di rumah beliau. Mama juga senang karena rumah jadi ramai dengan 2 cucunya.

    Persis dengan cerita kak Niar, saya juga paling malas kalau Mama sudah menelpon keluarga di kota lain. Karena tujuannya cuma 2, dengar orang yang mau menghasut atau soal curhat. Kadang kalau beliau kehabisan pulsa dan minta saya isikan, saya sengaja ulur-ulur. Yaa tidak lain biar gak usah telpon-telpon sama ponakan atau saudaranya di sana kalau tujuannya cuma buat ceritain orang lain.

    Kejadian itu sering sekali. Padahal Mama sendiri tahu, teman bicaranya ditelpon juga sering ngomong sana sini. Herannya kok tetaaappp aja cerita sama mereka. Mungkin karena saya anaknya gak begitu doyan gosipin keluarga kali ya? Hahahha

    ReplyDelete
  13. Astaghfirullah....terima kasih kak pengingatnya. Kita, saya khususnya sungguh kadang kurang tersadar akan hal ini. Hanya karena alasan ibu adalah tempat curhat ternyaman dan paling aman, kadang kita kebablasan dan menceritakan semuanya permasalahan yang dihadapi...yang sampai pada akhirnya curhatan kita itu menjadi beban bagi baliau. Mulai sekarang memang harus di stop hal-hal seperti itu.
    Ajak orangtua ngobrol yang lain saja, yang ringan-ringan

    ReplyDelete
  14. Ahh berunungnya kak niar masih sama2 ortunya, saya yang rantau ditempat orang berasa sedih tidak bersama mereka termasuk ketika mama wafat saya dak didekat beliau, sekarang saya ajak bapak ke sby, berapa kali mi na tegadkanqa seminggu ji disini... hikssss..

    Nikmati kak, dan banyak mencari amal dipenghujung umur beliau

    ReplyDelete
  15. sayangnya aku dan ortu jauh dan jujur aja kita jrg ketemu... apalagi keduanya masih aktif juga kerja mengurus bakery shops di medan sana.. agak susah kalo aku memfilter urusan2 yg aku anggab bakal jd beban pikiran ortu, krn aku sendiri ga ada akses kesana.. semua org2 yg aku tahu punya andil suka curhat ga jelas ke ortuku, slalunya lgs menghubungi mereka... tp untungnyaaaa, papa mama masih ga terlalu kepikiran soal2 yg bikin mereka sedih.. asalkan buakn anak2nya aja yg terlibat masalah :D

    ReplyDelete
  16. Itulah dunia yah mba. tetap ada saya orang yang tega jahat hanya karna iri dengan kita. Semangat

    ReplyDelete
  17. Semoga bapak dan ibu nya panjang umur ya mbak, semoga sehat selalu

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^