Tentang Fatwa Terbaru MUI, Buzzer, dan Bagaimana Menyikapinya

Tentang Fatwa Terbaru MUI, Buzzer, dan Bagaimana Menyikapinya “Jadi buzzer haram!” begitu saya baca sebuah komentar menanggapi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)[1] yang diumumkan pada hari Senin tanggal 5 Juni lalu. Fatwa bernomor 24 Tahun 2017 tentang HUKUM DAN PEDOMAN BERMUAMALAH[2] MELALUI MEDIA SOSIAL dibacakan oleh Sekretaris Komisi Fatwa MUI – DR. Asrorun Ni'am.

Istilah buzzer sudah lama terdengar, makin marak ketika Pemilihan Kepala Daerah DKI pada tahun 2012[3]. Para buzzer politik ini kembali ramai jadi pembicaraan pada Pemilihan Presiden tahun 2014. Sampai-sampai ada acara-acara televisi yang membahasnya secara khusus. Secara luas, tugas para buzzer media sosial ini adalah memberikan citra positif terhadap sosok calon pemimpin tertentu atau produk melalui penyebaran kontennya di media sosial. Kemudahan yang disediakan teknologi, termasuk dalam mengakses internet sangat menguntungkan para buzzer beraktivitas. Para penggiat media sosial tentu tahu seperti apa ragam konten itu tersebar di dunia maya.


Memang, secara tertulis fatwa untuk umat Islam yang baru dikeluarkan ini amatlah panjang. Mencakup uraian terkait ketiga hal ini: Menimbang, Mengingat, dan Memutuskan. Lalu dalam hal Memutuskan, diuraikan lagi secara panjang lebar mengenai:
  • Ketentuan Umum.
  • Ketentuan Hukum.
  • Pedoman Bermuamalah.
  • Rekomendasi.
Pada Pedoman Bermuamalah, terdapat lagi penjelasan panjang mengenai 4 hal berikut:
  • Pedoman Umum.
  • Pedoman Verifikasi Konten/Informasi.
  • Pedoman Pembuatan Konten/Informasi.
  • Pedoman Penyebaran Konten/Informasi.

Jadi Buzzer Itu Halal Namun Harus Memperhatikan Hal-Hal Ini


Dalam fatwa tersebut disebutkan kata “buzzer”, tepatnya sebanyak dua kali. Nah, bagi yang masih mengira buzzer itu haram, di sini saya pindahkan dua hal yang disebutkan tentang buzzer di dalam fatwa MUI tersebut, yaitu:

1. Pada bagian aktivitas yang diharamkan dilakukan muslimin di media sosial (dalam hal Ketentuan Hukum):


Aktifitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoax, ghibah, fitnah, namimah[4], bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, hukumnya haram. Demikian juga orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasinya.

2. Pada bagian yang menguraikan cara memastikan kemanfaatan konten/informasi (dalam hal Pedoman Pembuatan Konten/Informasi) :


Tidak boleh menjadikan penyediaan konten/informasi yang berisi tentang hoax, aib, ujaran kebencian, gosip, dan hal-hal lain sejenis terkait pribadi atau kelompok sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, seperti profesi buzzer yang mencari keutungan dari kegiatan terlarang tersebut.

Nah, jelas kan, ada penjelasan lengkap tentang ini. Yang tidak dibolehkan adalah melakukan buzzing atau provokasi yang menyertakan konten yang:
  • Hoax : kabar bohong atau mengungkapkan hal yang tidak benar.
  • Ghibah sama dengan gosip: menggunjing atau mengobrolkan mengenai hal negatif tentang seseorang atau sesuatu.
  • Fitnah: menuduh pihak lain tentang sesuatu yang tidak benar.
  • Namimah: adu domba, maksudnya melakukan hal dengan tujuan mengadu domba.
  • Bullying: menyerang atau menganiaya pihak secara psikis maupun fisik.
  • Aib: malu, maksudnya menyebarkan aib atau kekurangan/kecacatan sesuatu atau seseorang yang bisa menimbulkan rasa malu dari yang bersangkutan.
  • Mengandung ujaran kebencian: mengatakan hal-hal yang menunjukkan kebencian pada pihak lain.


Lalu, bagaimana menjabarkan hal-hal tersebut mengingat standard pribadi tiap orang (bukan hanya buzzer, temasuk semua orang dalam bermedia sosial. Seseorang yang tidak dalam posisi sebagai orang bayaran pun secara tidak sengaja sering kali menjadi seperti buzzer, misalnya dalam mengusung/mengelu-elukan (calon) pemimpin yang disenanginya) berbeda-beda?

Sumber foto: news.liputan6.com

Standard yang Harus Dijalankan Seorang Muslim (Termasuk Buzzer) dalam Bermedia Sosial


Yup, ukuran yang dipakai masing-masing orang berbeda-beda. Bisa jadi seseorang menuliskan hal yang dia pikir biasa saja sementara orang lain yang membacanya eneg karena menilai orang tersebut telah melakukan hal-hal yang dilarang/diharamkan dalam Islam.

Nah, cara-caranya juga dijabarkan di dalam fatwa MUI. Lengkap sekali. Kita bisa membacanya di dalam dua bagian:

1. Dalam hal “Memutuskan” di bagian Ketentuan Hukum


Cara memastikan kemanfaatan konten/informasi antara lain dengan jalan sebagai berikut:
  • Bisa mendorong kepada kebaikan (al-birr) dan ketakwaan (al-taqwa).
  • Bisa mempererat persaudaraan (ukhuwwah) dan cinta kasih (mahabbah).
  • Bisa menambah ilmu pengetahuan.
  • Bisa mendorong untuk melakukan ajaran Islam dengan menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
  • Tidak melahirkan kebencian (al-baghdla') dan permusuhan (al-'adawah).
  • Setiap muslim dilarang mencari-cari aib, kesalahan, dan atau hal yang tidak disukai oleh orang lain, baik individu maupun kelompok, kecuali untuk tujuan yang dibenarkan secara syar'i seperti untuk penegakan hukum atau mendamaikan orang yang bertikai (ishlah dzati al-bain).


2. Dalam hal “Memutuskan” di bagian Pedoman Pembuatan Konten/Informasi:


Cara memastikan kebenaran dan kemanfaatan informasi:
  • Tidak boleh menyebarkan informasi yang berisi hoax, ghibah, fitnah, namimah, aib, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis yang tidak layak sebar kepada khalayak.
  • Tidak boleh menyebarkan informasi untuk menutupi kesalahan, membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar, membangun opini agar seolah-olah berhasil dan sukses, dan tujuan menyembunyikan kebenaran serta menipu khalayak.
  • Tidak boleh menyebarkan konten yang bersifat pribadi ke khalayak, padahal konten tersebut diketahui tidak patut untuk disebarkan ke ranah publik, seperti ciuman suami istri dan pose foto tanpa menutup aurat.
  • Setiap orang yang memperoleh informasi tentang aib, kesalahan, dan atau hal yang tidak disukai oleh orang lain tidak boleh menyebarkannya kepada khalayak, meski dengan alasan tabayyun.
  • Setiap orang yang mengetahui adanya penyebaran informasi tentang aib, kesalahan, dan atau hal yang tidak disukai oleh orang lain harus melakukan pencegahan.
  • Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam angka 7 dengan cara mengingatkan penyebar secara tertutup, menghapus informasi, serta mengingkari tindakan yang tidak benar tersebut.
  • Orang yang bersalah telah menyebarkan informasi hoax, ghibah, fitnah, namimah, aib, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis kepada khalayak, baik sengaja atau tidak tahu, harus bertaubat. dengan meminta mapun kepada Allah (istighfar) serta; (i) meminta maaf kepada pihak yang dirugikan (ii) menyesali perbuatannya; (iii) dan komitmen tidak akan mengulangi. 



Menyikapi fatwa MUI tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial, sebagai seorang muslim, yang sebaiknya kita lakukan adalah:
  1. Menghormati dan menaati ulama dan lembaga ulama kita dengan introspeksi dan berbenah diri, lalu sungguh-sungguh memperbaiki langkah-langkah ke depannya untuk melakukan hal-hal bermanfaat di media sosial dan juga di kehidupan nyata (sebagai muslim, kita harus menaati ulama - QS Annisa' ayat 59).
  2. Menjadi pribadi yang berintegritas dalam bermedia sosial. Integritas adalah: mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran (KBBI).
  3. Memanfaatkan fasilitas yang disediakan provider sebaik mungkin untuk hal-hal positif. Misalnya fasilitas gratis Facebook-an 30 MB per hari, kuota paket data terakumulasi tiap bulan ke bulan berikutnya, gratis menelepon ke operator lain, biaya hanya 1 rupiah per detik ke operator lain, gratis menelepon via WA dan Line, gratis YouTube-an, dan gratis akses Yonder,Tribe, dan Genflix dari XL plus kecepatan sinyal 4G-nya yang amat mendukung dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan dan persatuan bangsa.
  4. Menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini, seperti yang tercantum dalam bagian terakhir (Rekomendasi) fatwa MUI tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial.


Well, are you a muslim?
If the answer is “yes”, so let’s do the right and best things.

Makassar, 9 Juni 2017




[1] Selengkapnya, silakan baca di: https://news.detik.com/berita/d-3520881/isi-lengkap-fatwa-mui-soal-hukum-dan-pedoman-bermedia-sosial
[2] Muamalah: hal-hal yang termasuk urusan kemasyarakatan (KBBI).
[3] Sumber: http://realita.co/mengenal-pasukan-media-sosial-buzzer
[4] Namimah: adu domba.


Share :

47 Komentar di "Tentang Fatwa Terbaru MUI, Buzzer, dan Bagaimana Menyikapinya"

  1. Nah berarti kuncinya, berbuat kreatiflah dalam kebaikan... Gitu kali ya pedoman Buzzer terbaru? Soalnya memang harus hati-hati banget ini

    ReplyDelete
  2. Sama mba saya juga eneg kalau ada yang memuji-muji calon pemimpin secara berlebihan. Dan menjelek-jelekan calon pemimpin lain seakan-akan tahu banget tentang orang tersebut.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya juga bingung kalau ada yang seperti itu.

      Delete
  3. Fatwa MUI tentang sosmed ini bikin kita semua pelaku sosmed harusnya lebih berhati-hati dalam menyebar berita hoax, fitnah, namimah, bullying dan hal2 negatif lainnya. Stop sharing hal-hal negatif deh. Mending manfaatkan sosmed untuk kebaikan. Thanks for sharing kak Niar.

    ReplyDelete
  4. Yg penting tdk berbohong n bullying ya. Dah deg2an, kirain haram beneran...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Buzzer negatif yang tidak boleh, Mbak hehe

      Delete
  5. Terima kasih sudah berbagi kak niar, bermanfaat sekali supaya tetap dalam jalur dalam aktivitas sosial media ke depannya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup, semoga kita tetap bisa positif ke depannya ya Nan.

      Delete
  6. dah lama bgt gak ngeblog, baru tau saya apa itu buzzer mba :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai Mbak Rin, rasanya sudah beberapa tahun kita tak bersua, ya :))

      Delete
  7. jadi makin ngeh deh...untungnya kita sudah terbiasa menghindari hal2 buruk di medsos ya mbak. Tulisan ini sangat bermanfaat banget...makasih ya mba...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar Mbak. Berusaha menghindar supaya tidak ikut-ikutan. Kalau pernah tersalah, dengan adanya fatwa ini kita bisa lebih aware dan memperbaiki diri.

      Delete
  8. Bemer banget nih.... Kesel liat temlen dipenuhi kebencian kebencian fitnah dan hal hal yang gak enak dibaca.... Jadi racun banget....

    ReplyDelete
  9. skrg ini memang medsos penuh dgn fitnah, maka MUI pun harus melakukan tindakan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mbak. Pasti para ulama sudah membicarakannya berkali-kali sebelum menyusun ini.

      Delete
  10. Terima kasih atas informasinya yang lengkap ya, Mbak. Ini jadi catatan penting supaya saya lebih berhati-hati dan bijak dalam bermedsos.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih juga Mbak. Catatan buat saya juga agar lebih berhati-hati.

      Delete
  11. Lengkapnyaa~
    Seharusnya semua netizen tau ini. Bullying di medsos makin rame sih. Suka asal asal ngomong ckckck. Trus pernah denger ada yang kerjaannya buzzer negatif. Isinya marah marah, isinya bongkar aib, isinya menjatuhkan orang lain. Duh gimana akhiratnya ��.
    Thanks infonya kaks!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah itu.
      Semoga semua pada meredam ya, karena menghormati ulama dan bulan Ramadhan.

      Delete
  12. Saya rasa 80% postingan di sosial media utamanya akun personal, berisi hal-hal tidak bermutu. Galau, bete, curhat tidak berguna, menelanjangi diri, benci, fitnah, merasa benar sendiri dan cepat percaya plus share hoax tanpa dicerna otak atau memang otak tidak mampu mencerna. Baiknya sebelum klik post/enter/publish dipikir dulu ada gunanya tidak konten ini diposting. Membawa kebaikankah atau malah nyampah. Saya akan langsung unfoll akun2 seperti ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mudah-mudahan sekarang semuanya (termasuk saya) sama-sama belajar untuk menjadi lebih baik lagi, ya Kak Novie. Tidak enak memang membaca hal-hal seperti yang Kak Novie tulis di atas.

      Delete
  13. umumnya orang2 dengar kata buzzer langsung dikaitkan dengan politik.
    Padahal buzzer gak cuma disitu. Nah, saya sepakat kalau ada pembahasan tentang buzzer ini, jadi semena-mena sampai terlihat 'adu jotos' padahal di dunia maya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup, tdk semuanya ya Mb Lidha tapi rentan buat pelakunya utk ikut-ikutan 😂

      Delete
  14. Semoga langkah ini membuat saya semakin sadar bahwa saya harus memfilter apa yang saya tulis dan sya share. Terima kasih infonya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Demikian pula dengan saya, Gus. Terima kasih sudah mampir.

      Delete
  15. Tulisannya panjang namun sangat bermanfaat, saya rasa fatwa MUI yg ini akan disambut positif banyak pihak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya, kita seharusnya yakin, ya. Muslim Indonesia kan banyak yang masih menghargai fatwa MUI dan memang ingin menjadi lebih baik.

      Delete
  16. Adem banget baca 6 cara mengukur kemanfaatan konten ini:

    - Bisa mendorong kepada kebaikan (al-birr) dan ketakwaan (al-taqwa).
    - Bisa mempererat persaudaraan (ukhuwwah) dan cinta kasih (mahabbah).
    - Bisa menambah ilmu pengetahuan.
    - Bisa mendorong untuk melakukan ajaran Islam dengan menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
    - Tidak melahirkan kebencian (al-baghdla') dan permusuhan (al-'adawah).
    - Setiap muslim dilarang mencari-cari aib, kesalahan, dan atau hal yang tidak disukai oleh orang lain, baik individu maupun kelompok, kecuali untuk tujuan yang dibenarkan secara syar'i seperti untuk penegakan hukum atau mendamaikan orang yang bertikai (ishlah dzati al-bain).

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya ya Mbak Anna. Saya jg membacanya jadi merasa diingatkan dan dituntun kembali. Adem.

      Delete
  17. Go positive buzzer!
    Jangan lupa minum #BE*RBR*ND #1kalengsaatsahur... hahhayyy 😄😄

    ReplyDelete
  18. Ini yang kemarin sempat ramai jadi bahan diskusi ya mbk tentang buzzer.Semoga tidak ada lagi kesLahpahaman setelah membaca uraian detail postingan mb Niar yg kece ini.keren daah☺

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hm, yang mana itu yah?
      Semoga semua orang menjadi lebih baik ya Mbak

      Delete
  19. Jadi ... saat membaca apapun (bukan hanya soal fatwa MUI ini), memang perlu ditelaah dan diperhatikan baik baik ya bunda. Biar informasi yang kita terima bukan hanya sepotong saja yang berujung bikin suudzon.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, benar. Memahami apapun itu jangan sampai separuh-separuh saja. :)

      Delete
  20. mantap , selalu lengkap ya , makasih sharingnya bermanfaat

    ReplyDelete
  21. Nah jadinya buzzer harus lebih hati-hati ya mba. Tulisan yang sangat menginspiratif.

    ReplyDelete
  22. Asal menggunakan kegiatan 'buzzer' dg baik ya Mbak.
    bukan menyelewengkan, atau malah share konten-konten yang blum jls jluntrungnya, atau konten negatif yg bisa merugikan saahsatu pihak.
    ^_^

    ReplyDelete
  23. Ka Niar, bagus sekali informasinya 👍👍. Keep sharing ya Ka 💐❤️

    ReplyDelete
  24. Pilih pilah materi untuk campaign lebih baik deh

    ReplyDelete
  25. jika sudah seperti ini kita harus lebih berhati-hati untuk melakukan aktivitas di sosmed dan jauhkan dari anak-anak :D

    ReplyDelete
  26. wah, kece sharingnya nih mbak, noted. Banyak orang yg jadi kehilangan kesdaran sekarang, makanya MUI juga ikut memberikan fatwa atau bhs umumnya semacam himbauan lah ya :)

    Btw mbak, jgn lupa ikutan GA 1 th blog aku yah, hehe

    ReplyDelete
  27. Kadang buzzer memang cerdik, bisa bikin fitnah yang sangat kuat... Bahaya banget buat masyarakat yang masih awam.... Makasih infonya, sangat membantu dalam membuka pengetahuan baru....

    ReplyDelete
  28. Yang paling menonjol untuk bloger yang juga buzzer adalah tidak boleh bohong ya, mak. Termasuk bilang bahwa bloger tsb pernah pakai produk/jasa yg diiklankan, padahal belum.

    Tfs mak niar.

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^