Panggil Bapakmu untuk Menemani ke Sana!

Ibu baru saja nonton berita-berita mengerikan tentang penipuan di televisi ketika saya mendapatkan telepon mengenai di mana hadiah lomba blog Makassar Tidak Kasar yang saya menangkan bisa diambil (di penghujung 2011). Ibu yang selalu paranoid dengan berita menakutkan seperti ini langsung panik.

“Siapa itu yang mau kasih hadiah?” tanyanya.
“Teman di grup menulis,” jawab saya.
Maksud saya, teman di komunitas blogger Anging Mammiri (AM). Daripada menyebutkan kata “blogger” yang tak familiar di telinga Ibu dan bakal membuat urusan bertambah panjang, mending saya bilang saja di grup menulis.

Hari itu yang menghubungi saya adalah ketua komunitas blogger (AM), daeng Ipul. Saya diminta mengambilnya di kantor Kosh Mediatama – kantor beberapa teman blogger AM yang letaknya hanya sekitar 200 meter dari rumah. Kebetulan daeng Ipul sedang berada di sana saat itu. Ia menunggu saya sampai pukul tiga siang.


Sumber: parentingclan.com
“Hati-hati. Sekarang ini banyak penipuan!” masih dengan nada panik luar biasa, Ibu mengucapkan ini. Kemudian mengalirlah dari mulut Ibu segala macam bencana akibat penipuan.

“Tidak. Ini bukan penipuan. Saya dapat hadiah tiket masuk Trans Studio,” jawab saya.
“Kau tahu dari mana? Kau kenal itu orang yang mau kasih tiket itu? Di mana itu tempat yang mau Kau datangi? Kenapa bukan Dia yang ke sini? Kenapa Kau yang ke sana?” dan masih banyak lagi rentetan kegelisahan yang dilontarkan Ibu.

Saya paham, seperti inilah cara beliau menunjukkan rasa sayangnya. Tapi kalau sudah begini, seperti biasa sangat sulit menenangkannya karena Ibu tak mendengarkan kata-kata saya dengan baik. Apa yang di pikiran seolah sudah menjadi nyata saja.

Saya tergagap-gagap. Sulit sekali meyakinkannya. Setiap saya menjawab, tetap di-counter balik olehnya dengan nada yang semakin lama semakin kencang ritmenya. Kalau sudah begini, harus mengikuti apa yang diinginkannya sebagai solusi.

Panggil bapakmu untuk menemani ke sana!” titah Ibu pun jatuh.

Saya terkesiap. Hanya mendatangi sebuah kantor yang tidak hanya satu orang berada di dalamnya yang jaraknya hanya dua ratusan meter di siang bolong pula, saya harus dikawal oleh Ayah? Oh my God. Emak-emak setua saya, yang usianya menuju penghujung kepala tiga pergi mengambil hadiah lomba blog ditemani ayahnya yang sudah berusia kepala tujuh?

Hiks. Apa kata dunia? Apakah dunia akan mengatakan, “Hei lihat, ada anak kesayangan ayah datang ke mari!” kemudian dunia akan tersenyum geli? Membayangkan pergi ke sana dengan ditemani Ayah saya tak kuasa, apa lagi kalau sampai terjadi. Duh ... ini ancaman bagi kewibawaan saya.

Ayah mencoba menolaknya. Tidak berhasil. 

“Tidak perlu Bu. Saya tahu orangnya. Saya kenal. Suami Saya juga kenal koq dengannya,” saya berusaha menolak titah Ibu. Ayah saja tak berhasil, apalagi saya. Saya hanyalah  seorang anak-anak baginya.

“Tidak. Kau tidak boleh pergi sendiri ke sana. Harus ada yang temani,” titah Ibu lagi.

“Sama Uyi mo saja,” saya menyebut nama adik lelaki saya yang sedang cuti di Makassar sambil menghela nafas panjang. Untung saja ada Uyi. Biar sajalah ia yang menemani. Kalau mau tunggu suami saya, entah jam berapa pulangnya.

Ibu menerima usulan saya. Saya lega. Tak lama kemudian suami saya pulang. Saya lebih lega lagi. Lebih baik saya pergi bersamanya. Pergi dengan adik laki-laki ganteng yang usianya hanya berselisih empat tahun dengan saya bakal membuat orang-orang yang mengenal saya dan suami tetapi tak mengenal adik saya bertanya-tanya siapakah lelaki yang saya bawa itu.

Makassar, 29 Juli 2013


Tulisan ini diikutkan giveaway perdana di blognya mbak Fardelyn Hacky




Share :

36 Komentar di "Panggil Bapakmu untuk Menemani ke Sana! "

  1. tantee, aq izin ketawa yee: xixixixi... ^_^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Silakaaan tapi jangan panggi tante dong :D

      Delete
  2. hehehe kegelisahan orang tua akan selalu ada kak. baiknya mama' ta :D

    ReplyDelete
  3. haha Terlalu *kata bang roma* Kebanyakan nonton berita kriminal ama sinetron kali yak.
    Selamat ya mbak, jd salah satu pemenang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak, berita kriminal memang bikin stres. Belum apa2 sdh panik duluan. Aamiin. Makasih ya mbak

      Delete
  4. cara ibu ngungkapin sayangnya yaa.. :))

    ReplyDelete
  5. kekhawatiran orangtua kak :). sukses kontesnya

    ReplyDelete
  6. hahahaha... kalau jadi pergi berdua ayahmu, justru yang diantar yang harus menjaga yang mengantar kelak... haha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe. Ooh kalo ayah saya, alhamdulillah masih bugar mbak Ade, masih bisa jaga cucu. Tapi kalo jaga saya, tidak perlu lagi kan hehehe

      Delete
  7. ini saya bilang tulisan mbak Niar dalam dimensi yang lain yg pernah saya tau... TOP Deh.. tapi judulnya kurang huruf apa memang bahasa makasarnya begitu..

    Sukses mbak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dimensi lain saya banyak dalam blog ini mas Insan. Mas Insan mungkin baru baca yang ini ya :D
      Oya, itu salah ketik. Sudah saya perbaiki. Terimakasih :)

      Delete
  8. hemm, ibunya terlalu sayang dan khawatir tuh mbak niar :D

    ReplyDelete
  9. Hihihi... saya juga punya sifat seperti emaknya mbak Niar. Whuaaa... berarti musti dikurangi ya over protektifnya mengingat anak-anak saya mulai beranjak dewasa.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya kah mbak? Hmmm jangan2 saya nanti begini juga ya? Mudah2an tidak.... mesti waspada ...

      Delete
  10. Hahaha sama mbak, hadeh, mami saya juga paranoid...hiks

    ReplyDelete
    Replies
    1. Punya pengalaman miriip dong, mbak Esti? :D

      Delete
  11. wah ceritanya mirip tetanggaku nih :D

    ReplyDelete
  12. ambil contoh yang baik nya kawan dari cerita ini :)

    ReplyDelete
  13. Jadi pengen tau reaksi ibu saat laptopnya sudah di rumah :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yang laptop itu lebih seru lagi ceritanya mbak Lina, saat menerima telepon dari panitia, Ibu ada di dekat saya. Dan beliau marah2 seolah2 saya sedang berbicara dengan penipu. JAdi tidk enak, kan kedengaran sama panitia lombanya :D

      Delete
  14. hihihi...meski sudah jadi emak-emak, tetap saja kita masih seperti anak kecil dimata ibu, ya :P
    Semoga sukses untuk GA-nya :)

    ReplyDelete
  15. semoga sukses GA nya mbak
    besar sekali rasa sayang ibu pada mbak ya
    sampe udah merrit pun dianggap masih kecil

    ReplyDelete
  16. hahaha.... beneran, ga bakal sbebas ini tertawa jika tak terbiasa dengan ibu saya sendiri. serba khawatir meski kita berusaha menjelaskan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama kita ya mbak :)
      Ini pelajaran ya supaya besok2 kepada anak2 bisa lebih fleksibel :)

      Delete
  17. ada orang yang bilang: sebesar apapun sang anak, bagi ibunya dia tetap anak-anak

    sepertinya itu memang benar..hihihi

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^