Menjaga Kepercayaan

Saat berpapasan dengan lelaki berwajah oriental itu, ia sedang bersama istrinya – seorang perempuan manis yang sedang mengandung anak pertama mereka. Kami berbasa-basi sejenak. Setelah saling melepas senyum, lelaki itu berlalu menyusul istrinya.

Lelaki itu berbalik.
“Tolong berikan ini pada pak Taju’,” ujarnya sembari menyodorkan sebuah lembaran pecahan lima ribu rupiah kepada saya. 
Saya mengiyakan. Tangan saya terulur menerima amanah darinya. Pak Taju' adalah pedagang yang mangkal di situ. Saat itu ia sedang tak berada di tempat tetapi akan segera kembali lagi ke tempat itu. Sementara saya masih akan beberapa saat lagi duduk di situ, karena ada yang sedang saya tunggu.

Setelah lelaki itu dan istrinya benar-benar berlalu, baru terpikir oleh saya: mengapa laki-laki itu begitu percaya kepada saya? Ini kali kedua ia menitipkan uangnya kepada saya. Seberapa yakinnya dia sehingga berani memberikan amanah kepada orang yang bahkan namanya tak ia kenal?


Sumber: gambar-gambar.com
Kami hanya saling mengingat wajah setelah beberapa kali bertemu di tempat itu. Kami tak saling mengenal nama. Selain bahwa istrinya sedang hamil anak pertama, saya hanya tahu bahwa lelaki itu guru senam. Guru senam di mana, mengajarnya di mana, dan tinggalnya di mana … saya tak tahu sama sekali.

Apa yang membuatnya percaya kepada saya?
Apakah karena ia melihat saya berjilbab?
Atau karena kesan innocent di wajah saya? (uhuk)

Hm, bukan maksud saya membuat perbedaan antara muslimah yang berjilbab dengan yang tidak. Saya mengira-ngira saja karena mengingat pengalaman saya saat berbelanja beberapa kali. Saya selalu langsung percaya kepada para pedagang yang menutup aurat jauh lebih tertutup daripada saya. Belum apa-apa, saya sudah yakin saja kalau mereka itu orang-orang yang jujur.

Dalam anggapan saya, itu karena para pedagang itu sangat mengerti hukum Islam sehingga mau menutup auratnya setertutup itu. Saya saja tidak berani setertutup mereka. Jadi, untuk urusan berdagang dan lain-lain, saya kira mereka tahu hukumnya dan etis serta amanah dalam menjalankannya.

Saya bahkan pernah kecewa luar biasa saat sedang mengantri di depan kasir, tiba-tiba seorang muslimah dengan hijab yang amat tertutup memotong antrian di depan saya dan ia sama sekali tidak merasa bersalah!

Merenungkan ini saat bulan Ramadhan membuat saya berpikir. Jika ini Ramadhan terakhir saya, sudah seharusnya saya menunjukkan kepada orang-orang yang percaya kepada saya bahwa saya memang bisa menjaga amanah mereka. Saya seharusnya berusaha lebih baik lagi dalam menjaga kepercayaan. Termasuk juga membawa jati diri muslimah yang melekat pada jilbab yang saya kenakan.

Saya harus lebih hati-hati lagi dalam berbicara, dalam bersikap, dan dalam berperilaku. Karena kelak mereka-mereka yang pernah berinteraksi dengan saya akan memberikan kesaksian mereka tentang saya.

Duh, dalam menuliskan ini jujur saja terbetik rasa malu karena saya merasa sangat jauh dari pribadi yang saya harapkan karena masih sering mengecewakan banyak orang. Astaghfirullah hal ‘azhim. Mudah-mudahan Allah membantu untuk menjadi lebih baik.

Makassar, 30 Juli 2013



Share :

11 Komentar di "Menjaga Kepercayaan"

  1. ane suka yg ini kakak (pengennya tante,udah tane2 soalnye hehe..) ~> kesan innocent di wajah saya (uhuk):p
    bisa jadi orang melihat pribadi seseorang karena adabnya saat pertama kali ia lihat. tapi kira2 nitipin uang barangkali 1 juta aja berani ga ya orang itu? ^_^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Memang sih, saya sudah tante2, masa masih mau dipanggil kakak sama orang yang masih unyu2 ya :D

      Nah itu dia, coba kalo uang sejuta... apa kira2 saya tdk minta komisi ya? Eh bicara apa saya ya padahal maunya menjaga kepercayaan orang :D

      Delete
  2. jaman skrang mmpercayai seseorang ssuatu yg amat sulit, kalo org itu bgtu prcaya dan brani mmbri amnah, brati mba'nya mmang innocent..hmmm
    smoga sukses kontesnya dan dpet THR :)..bagi2 ya

    ReplyDelete
  3. setiap orang punya hati yang berbeda, smw tak bisa ditebak. Termasuk diatas, saya jua pernh bgtu. saya pikir wanita berhjijab yang sangat rapat itu ramah senyuman. ternyta diajak senyum gak bales. lalu apa artinya ukhuwah bukan senyuman sesama muslim berharga ya mba. jadi curcol

    setuju sama mb. eh mb innocent ya? hukk...huk..huk :P

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ternyata sama saja semua orang ya, di mana2 ada yang begitu juga :D

      Delete
  4. Seharusnya jilbab bisa membentengi pemakainya dari sifat buruk. tapi tak semua berhasil.
    rasa percaya itu relatif sekali. :)

    ReplyDelete
  5. Seharusnya jilbab bisa membentengi pemakainya dari sifat buruk. tapi tak semua berhasil.
    rasa percaya itu relatif sekali. :)

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^