Cara Mencegah dan Menanggulangi Tawuran

Efek Tawuran

“Tawuran”.
Satu kata ini sudah lama tak ingin saya dengar lagi. Banyak efek negatif yang ditimbulkannya secara psikologis.

Mengapa?
Hm ... karena kata ini sudah nyaris identik dengan orang yang pernah kuliah dan berasal dari Makassar. Tambahan lagi pengaruh media yang suka gegap-gempita memberitakan tawuran dari Indonesia timur – Makassar khususnya. Maka mau tak mau, dampaknya terasa secara psikologis.

Suami saya misalnya, pernah “dikunjungi” seorang kawannya dari daerah lain di wall facebooknya ketika ada tawuran antar-mahasiswa beberapa tahun lalu. Sang kawan ini mencetuskan serangkaian kata-kata dan di ujung kata-kata itu ia melontarkan pertanyaan yang menikam, “Apa kalian tidak malu??”

Tawuran ... selalu membuat miris
Sumber gambar: http://tempo.co

Kalian?
Siapa? Kami? Kami semua?
Walau bukan kami semua yang tawuran. Jujur, kami malu.
Apa boleh buat, kami kecipratan generalisasi. Kami kena majas Pars pro toto – yang melakukan segelintir, yang kena getahnya semuanya.

Di sebuah daerah di pulau lain, seseorang asal Makassar merasa disudutkan oleh lontaran kawannya setelah peristiwa itu. Alumni kampus-kampus dari Makassar sulit mencari pekerjaan di daerah lain karena predikat “tukang tawuran”.

Baru-baru ini ada peristiwa yang amat memalukan. Tawuran yang berakibat dirawatnya mereka yang menjadi korban luka, berujung maut. Pemuda-pemuda biadab memasuki rumah sakit tempat korban dirawat, memancing perkelahian di sana, lalu menikam dua korban luka itu, menembus jantung mereka.

Inna lillah. Membayangkan kepiluan hati orangtua mereka – korban dan pelaku, amat miris hati saya. Siapa pun orangtua yang menghadapi masalah seperti ini bisa menjadi gila! Dan pemuda-pemuda itu ... yang menjemput ajal akan menghadapi masa-masa penghisaban dunia akhir yang belum tentu berujung surga, sementara sang pelaku pasti diterungku dan akan menyongsong pengadilan Sang Maha Adil kelak.

Duuh ...   .

Tawuran Tak Selalu “Suka Sama Suka”

Dua puluh tahun yang lalu saat saya masih mahasiswa baru, tiba-tiba saja fakultas kami diserang, bahkan dibakar oleh segerombolan orang. Beberapa kali sebelum dan setelahnya sepanjang masa kuliah, fakultas kami diserang gerombolan-gerombolan orang yang sebenarnya tak jelas mahasiswa atau bukan. Ada yang kelihatannya mahasiswa, ada yang hanya menyaru mahasiswa.

Menyaru? Ya! Mahasiswa yang dibungkus hawa emosi karena gampang diprovokasi sering menjadi kuda tunggangan. Entah oleh siapa. Mengapa terlihat menyaru? Karena dahulu banyak saksi mata yang melihat mereka. Mahasiswa seharusnya bisa membedakan mana mahasiswa dan mana yang bukan. Ada bahasa tubuh, cara berbicara, dan cara berpakaian yang bisa dibaca untuk membedakan apakah seseorang itu mahasiswa atau bukan.

Kawan, tawuran tak selalu “suka sama suka”. Apa hendak dikata bila tiba-tiba segerombolan orang menyerang fakultas kami selain bertahan dan balik melempar batu supaya sang penyerang berbalik haluan, pulang ke kandang mereka? Kalau tidak, hancurlah laboratorium-laboratorium kami, aset kami untuk menimba ilmu!

Sebelum perkelahian besar, biasanya ada satu-dua provokator merusak suasana di fakultas kami. Entah disadari atau tidak oleh pihak “lawan”. Setelah itu terjadilah hal yang tak diinginkan itu.

Tapi bedanya dulu dan sekarang, dulu perkelahian berlangsung ada waktu-waktunya. Sekarang tampaknya tak lagi demikian. Di mana pun mereka jadikan arena tarung, bahkan di rumah sakit sekali pun.

Ada mahasiswa yang meninggal di rumah sakit karena ditikam, baru-baru ini
Sumber gambar: http://foto.detik.com


Bagaimana Mencegah dan Menanggulanginya?

Sudah tentu, setiap anak – tak terkecuali para pelaku tawuran butuh bimbingan orangtua sejak dari rumah, sejak dari mereka masih teramat kecil guna penanaman nilai-nilai moral yang baik yang biasanya bersumber dari ajaran agama.

Tak kalah pentingnya dari itu, dibutuhkan komunikasi dan kerja sama yang akrab dan konsisten antara petinggi kampus dan mahasiswa. Hal ini penting sekali mereka saling paham kebutuhan/kepentingan masing-masing. Keakraban dibangun, bukan hanya dari pertemuan formal tetapi juga pada pertemuan-pertemuan informal, ketika jeda kuliah misalnya.

Dulu “elit mahasiswa tingkat jurusan” sering berbincang akrab dengan dosen yang petinggi jurusan. “Elit mahasiswa tingkat fakultas” kerap berbincang akrab dengan dosen yang menjabat sebagai petinggi fakultas. Elit mahasiswa tingkat fakultas mendekati para dosen petinggi universitas. Ini untuk menjaga agar kepentingan kegiatan kemahasiswaan yang sebenarnya penuh idealisme tetap bisa berlangsung dengan baik. Dan bila ada masalah, bisa dengan cepat dan mudah dicarikan solusinya dengan pihak pengambil keputusan di kampus.

Anak-anak kita, sejak bayi hingga mahasiswa memiliki energi besar yang perlu disalurkan secara positif. Mereka memiliki daya kreativitas tinggi yang perlu diekspresikan selain dengan cara sekolah semata. Sistem perndidikan kita hanya mengakomodir sebagian kecil dari aspek kecerdasan mereka – hanya kecerdasan logika/matematika dan berbahasa saja.

Sementara hal-hal lain seperti seni dan olahraga kurang mendapat perhatian. Ironi, karena tak semua anak memiliki potensi kecerdasan tinggi dalam pelajaran-pelajaran yang mendapat perhatian penting di sekolah-sekolah (seperti Matematika, Bahasa, IPS, dan IPA) yang ditransfer kepada anak-anak dalam bentuk pengetahuan: rumus dan hafalan. Sementara ada anak-anak yang memiliki potensi tinggi dalam bidang kecerdasan kinestetik dan musik, misalnya tetapi rendah dalam bidang-bidang pelajaran itu.

So, akomodir kegiatan ekstra kurikuler mereka dengan baik. Jangan larang mereka berorganisasi dan berkegiatan selama tujuannya positif. Sering kali penentu kebijakan melarang mereka dengan semena-mena, bahkan tanpa membuka jalur komunikasi yang bisa membuat mereka menyalurkan pendapat mereka

Pun anak-anak yang potensi kecerdasannya terakomodasi melalui sekolah, perlu juga berekspresi dalam bidang-bidang lain. Karena energi dan potensi mereka tak terbayangkan besarnya oleh orang-orang dewasa, sering kali bahkan oleh orangtua mereka sendiri. Kalau orangtua dan sekolah tak bisa membantu energi mereka tersalurkan sepenuhnya, apa yang bisa mereka lakukan?

Belum lagi keadaan psikologis yang belum terlalu matang, membuat mereka mudah terprovokasi emosinya dalam interaksi di kemajemukan pergaulan mereka. Ada sekat-sekat asal daerah/suku di sana, ada sekat-sekat fakultas/jurusan, dan ada sekat-sekat agama. Bila pergesekan teramat kuat sementara mereka yang punya idealisme tinggi di antara mereka kewalahan mengatasinya, lalu .. apa yang bisa mereka lakukan?

Wahai dunia ... jangankan mahasiswa atau anak SMA, masyarakat umum saja masih bisa terprovokasi oleh sekat-sekat itu!

Dibutuhkan manajemen dalam mengatasi konflik yang terjadi secara cakap. Para pemegang wewenang/otoritas di kampus/sekolah dan juga di masyarakat mutlak memiliki manajemen konflik yang ciamik. Yang mampu melihat akar permasalahan sebenarnya, yang mampu melihat segala sisi/aspek yang ada sebagai keutuhan yang terdiri atas potongan-potongan puzzle, yang tidak ditunggangi oleh kepentingan sepihak mana pun, dan bijaksana dalam menentukan solusi.

Namun tentu saja, semuanya harus mulai dari yang paling kecil. Dari masing-masing individu. Tidak hanya saling tuding melempar kesalahan. Juga sebagai penonton, hendaknya tidak menggeneralisir permasalahan agar tak memperkeruh. Semua individu harusnya sadar diri, untuk menjadi orang baik dulu pada posisinya. Untuk saling membantu mencegah dan menanggulangi hal ini.

Mungkinkah?
Semoga. Tak ada yang tak mungkin bila kita berusaha.

Makassar, 12 Oktober 2012

Artikel  ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan Indonesia Bersatu:
Cara Mencegah Dan Menanggulangi Tawuran



Silakan juga dibaca:



Share :

35 Komentar di "Cara Mencegah dan Menanggulangi Tawuran"

  1. Memang sih Mbak, sebagai negara yang terdiri dari berbagai macam suku, adat, ras dan agama, Masyarakat kita ini akan sangat sensitif jika disinggung tentang ke-suku-an mereka, atas nama solidaritas antar sesama suku, mereka bisa melakukan apa saja untuk mempertahankan harga dirinya. Tapi celakanya ketika ada salahsatu pihak yang berbuat buruk, maka semua terkena imbasnya, "Karena nila setitik, rusak susu sebelanga".

    Mengenai tawuran antar Mahasiswa, ini memang sangat disayangkan. Sebagai kaum intelektual, sudah sepantasnyalah mereka dapat mencerna sebuah permasalahan dengan luwes dan menyelesaikannya dengan menggunakan 'kekuatan' otak, bukannya dengan rekedar memamerkan kekuatan otot. Terkadang sikap kritis mereka itu malah tanpa arah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Begitulah mas Rudy. Kejadian "nila setitik rusak susu sebelanga" itu sering sekali menimpa kami, hanya tak bisa saya ceritakan semuanya di sini.

      Mudah2an akan ada penyelesaian ke depannya

      Delete
  2. Tawuran berasal dari kata "Tawur" yang dapet akhiran -an...
    Tawur (bhs. Jawa) Artinya "Menyebarkan" atau "menyemaikan" kalo dalam hal bibit/tanaman. Menyebarkan bibit ke media tanam!

    Gue rasa ini mainstream bgt kalo merujuk pada hubungan sosial bermasyarakat. Gak semua pelajar, mahasiswa (spesifik) atau masyarakat (umum) suka tawuran. Ini cuma diri pribadi yang terprovokasi. Dan ada oknum yang coba "menyebarkan" keributan. Tanamkanlah akhlaq dan kasih sayang semenjak dia kecil di dalam keluarga.

    Mungkinkah?
    Semoga. yups! bener banget, Bu! gak ada yang gak mungkin kalo kita mau berusaha. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Baru tahu asal katanya. Rupanya dari bahasa Jawa ya? Terimakasih ^__^

      Terimakasih sudah menyimak yaa

      Delete
  3. terkadang tawuran itu berawal masalah kecil, tapi bisa memakan korban.. sepertinya saat ini susah meredakan kecuali intropeksi diri masing masing, jangan saling memancing...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Biasanya sih masalah kecil mas Agus :)
      Yup benar. Dan jangan menggeneralisir :)

      Delete
  4. di mana mana lagi bahas topik ini ya mbak

    semoga sukses kontesnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lagi meramaikan hajatannya Pakdhe Cholik, mbak Ely. Terimakasih yaa :)

      Delete
  5. gara2 cap sampe susah cari kerja gtu, mari basmi tawuran
    sukses ya buat kontesnya :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya lho .. banyak kejadian spt ini. Kasihan mereka

      Delete
  6. Hal yang baik harus dimulai dari diri sendiri, kalo saja bisa meredam masing-masing emosinya tak kan terjadi tawueran.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya .. harus dari diri sendiri. Masalahnya lagi, kesadaran tiap orang tak sama. Tapi kalau yang sadar jauh lebih banyak daripada yang tidak sadar. mestinya bisa ya

      Delete
  7. Knp sih hrs ada tawuran, bukankah kita semua bersaudara.
    mending tawuran tuh ama penjajah aja.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo jaman penjajahan dulu bapak/kakek kita bertarung melawan penjajah krn musuhnya sama lha sekarang musuhnya siapa ... mereka mencari musuh masing2 ...

      Delete
  8. Tawuran,,,jadi inget waktu sma tapi seru juga lo

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pastinya seru. Tapi tdk makan korban jiwa kan?

      Delete
  9. Semoga ke depannya negeri ini semakin damai ya mbak...

    sukses kontesnya ya mbak...

    ReplyDelete
  10. tawuran itu sepertinya adalah bentuk pelampiasan hasrat jiwa muda yg penuh gejolak,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pelampiasan hasrat jiwa muda yang salah kaprah dan salah arah, juga salah besar :D

      Delete
  11. Miris banget saat mendengar berita dari Makassar. Tapi saya tetap memandang hal itu bisa terjadi di daerah mana saja, maupun suku apa saja. Kala 'tukang aduk' itu muncul, sangat sulit menghindari kekisruhan :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kita yang "di dalam" bisa memandang tawuran bisa terjadi di mana saja. Tapi tidak demikian dengan orang2 yang berada "di luar" sana, mbak. Masih banyak yang menggeneralisir hal ini. Saya mendengar, di sebuah perusahaan, mereka lebih memilih lulusan kampus yang bukan asal Makassar ketimbang yang dari Makassar (bertahun silam). Nah, kira2 bagaimana sekarang?

      Delete
  12. tepok jidat lihat kelakuan mereka.

    ReplyDelete
  13. sebenarnya ini terjadi karena selama ini ada pembiaran terhadap tawuran, para pelaku tawuran tidak diapa-apakan, bahkan tetap dizinkan berkeliaran dalam kampus, padahal sudah banyak memakan korban harta benda dsb...,
    coba saja seandainya para pelaku tawuran dikenakan hukuman badan..dipolisikan dan dipenjarakan..maka itu akan menimbulkan efek jera bagi yang mau juga iktan melakukan tawuran :)

    ReplyDelete
  14. Iya Pak ... biasanya ini terbaca setelah hal tak mengenakkan terjadi, setelah jatuh korban. Kalau jeli, ada saja kejanggalan yang ternyata terjadi. Terimakasih Pak. Sukses juga untuk Anda :)

    ReplyDelete
  15. wah miris liat banyaknya dampak negatif akibat terjadinya tawuran ini apalagi sampai kehilangan nyawa. Semoga tawuran bisa berhenti.

    oh ya,
    saya ngadain kontes menulis berhadiah kecil2an nih, infonya bisa dilihat diblog saya.
    Ditunggu partisipasinya ya. :)

    thanks
    Jun_P.M
    carameninggikanbadancepatalami.blogspot.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waaah saya tak ada pengalaman unik dengan "tinggi badan", kayaknya belum bisa ikutan.

      Btw, terimakasih yaa

      Delete
  16. Meski tidak pernah yang namanya lihat atau lakuin tawuran, tapi artikel ini cukup bagus untuk jadi tambahan informasi. Makasih sob

    ReplyDelete
  17. mereka tawuran krn pengen sok jago-jagoan

    ReplyDelete
  18. wah miris liat banyaknya dampak negatif akibat terjadinya tawuran ini apalagi sampai kehilangan nyawa. Semoga tawuran bisa berhenti... sukses buat GA nya.

    oh ya,
    saya ngadain kontes menulis berhadiah kecil2an nih, infonya bisa dilihat diblog saya.
    Ditunggu partisipasinya ya. :)

    thanks
    carameninggikanbadancepatalami.blogspot.com

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^