Suatu
ketika – waktu masih kuliah, saya menghadiri sebuah acara. Saya kebagian tempat
dekat ibu-ibu yang suami mereka sehari-harinya bergelut dengan sebuah profesi
intelek. Saya sudah menduga bakal mendapat bocoran pembicaraan-pembicaraan yang
intelek mengingat profesi suami mereka. Tetapi dugaan saya pupus, yang saya
dapatkan hanyalah cerita seputar telenovela. Mereka nonton, tapi mereka saling
cerita.
Sebuah
komunitas yang banyak anggotanya dari golongan terpelajar “terpaksa” membohongi
ibu-ibu anggotanya perihal sebuah agenda: rapat. Karena kata “rapat” konon
menjadi momok ibu-ibu menghadirinya maka dibohongilah mereka dengan mengatakan
hendak melakukan sebuah kegiatan yang lebih menarik bagi ibu-ibu ini ketimbang
rapat: latihan kesenian. Dengan demikian mereka lebih ringan untuk datang
ketimbang dikatakan rapat.
Penentuan
kuota perempuan sebanyak 30% di legislatif sebenarnya baik untuk melecut
potensi perempuan. Untuk memenuhi kuota itu pada pemilu lalu, banyak pihak yang
kesannya “main sambar”, tanpa peduli kualitas calon legislatifnya. Sebenarnya ada
yang lebih pokok lagi yang perlu dilecut di sini, yaitu: minat dan kemampuan.
Sumber: http://changeyourlifedaily.com |
Dalam
kehidupan nyata saja, berapa banyak sih perempuan yang tertarik/berminat dengan
pembicaraan seputar politik, hukum, berita, pengetahuan umum, dan hal-hal
serius lainnya yang seolah milik laki-laki? Tak banyak kan?
Yah,
mungkin juga karena pemilu lalu itu pemilu pertama secara langsung memilih orang.
Mudah-mudahan pemilu berikut caleg perempuan yang tampil yang benar-benar
andal.
Saya
kira mengenai kualitas perempuan, selanjutnya yang harus berusaha dikembangkan
adalah kemauan belajarnya. Kemudian bagaimana caranya agar perempuan Indonesia
memiliki daya nalar yang baik dan mampu mengemukakan gagasannya dengan logis
dan etis.
Kalau
semua perempuan Indonesia pembelajar, memiliki daya nalar yang baik, dan mampu
mengemukakan gagasannya dengan logis dan etis, saya kira batasan kuota 30%
lewat. Laki-laki harus siap dengan kemungkinan persentase perempuan di
legislatif sebesar 70%.
Tapi,
melihat kenyataan mengenai perempuan sekarang, adakah: kemauan belajar, daya nalar yang baik, dan kemampuan mengemukakan
gagasan secara logis dan etis pada semua – atau kebanyakan perempuan
Indonesia? Mungkinkah kuota 30% di pemilu mendatang benar-benar tercapai karena
kemampuan perempuan itu sendiri?
Lalu,
bagaimana menyadarkan para perempuan untuk memiliki ketiga hal itu? Toh untuk menjadi lebih baik, mula-mula
harus sadar diri dulu bahwa ketiga hal itu penting? Para aktivis feminis,
apakah yang mereka lakukan sehubungan dengan hal ini?
Kawan,
beritahu saya jawabannya ya?
Makassar, 10 September 2012
Silakan dibaca:
Share :
Beberapa sumber ada yang menyebutkan jumlah penduduk Indonesia banyaklah perempuan ketimbang laki-laki.
ReplyDeleteKuota 30% terasa kurang adil,kayaknya akal-akalan (barangkali lho)
Hm ... bagi saya sebenarnya bukan di nominal 30 atau berapa puluh pun yang penting Pak, tapi dari kualitas perempuan itu sendiri. Karena kalau perempuan yang jumlahnya amat banyak di negara ini. 30% pasti bisa dilewati :)
DeleteMEmang seharusnya yang duduk sebagai wakil rakyat adalah yang mempunyai kemampuan baik itu laki2 ataupun perempuan ya Mbak :)
ReplyDeleteI like this comment :)
Deletekl semakin kesini makin byk di temui perempuan yg berkualitas, kuotanya hrs di seimbangkan tuh :)
ReplyDeleteAsal memang kualitasnya baggus, pasti bisa deh :)
Deleteperempuan itu mahkluk hebat secara kodrat kok
ReplyDeletebanyak fungsi perempuan yg ga bisa digantikan laki laki tapi tidak sebaliknya
terlalu banyak menuntut kesetaraan malah jadi terasa aneh emang parameternya apa saja
Saya tak menuntut kesetaraan koq mas Rawins. Hanya berangan2 semua perempuan Indonesia sadar diri dalam meningkatkan dirinya secara kualitas aqli dan juga naqli :)
Deletenegara yang hebat memang tergantung kepada perempuannya. 30% cukup ya. Semoga memang perempuan-perempuan negeri ini segera afhum tentang diri mereka dan segera menjadikan potensi menjadi kompetensi. Selanjutnya mengubah kompetensi yang 3 itu menjadi prestasi sebagai legislatif. :)
ReplyDeletePersentasi buat saya nggak masalah koq. Yang masalah kalo perempuan2 kita tak menyadari pentingnya peningkatan kualitas. Bahkan ibu rumahtangga pun harus selalu belajar. Setuju dengan
Delete"Semoga memang perempuan-perempuan negeri ini segera afhum tentang diri mereka dan segera menjadikan potensi menjadi kompetensi. Selanjutnya mengubah kompetensi yang 3 itu menjadi prestasi sebagai legislatif"
^__^
perempuan dimanapun pasti riuh apalagi ibu saya wkwkwk... tidak selalu wanita baik di atasan, buktinya tuh kesandung hukum""... siapa aja yang penting benar benar bisa memimpin rakyat...
ReplyDeleteBegitu ya ... :D
DeleteBetul, harus yang benar2 mampu :)
berat saya jawabnya mba heheh,, mb terlalu pandai hehehe... bicara spti ini jadi saya ngalor ngiduL hehehe...
ReplyDeletesaya sependapt ssaja sama mb yg ketiga2nya hars ada.
AIh, saya biasa saja Annur. Hanya sedang menuangkan isi pikiran dan isi hati :)
Deleteatau mungkin ketika perempuan dituntut untuk semakin melejitkan potensi tidak perlu terpaku demi mengejar predikat semacam masuk menjadi anggota legislatif dan meningkatkan hitung-hitungan prosentasenya kali ya. apalagi dengan kondisi sistem yang seperti sekarang ini ... ;p
ReplyDeleteBetul Icha .. bahkan yang kayak kita2 ini yang kata orang "hanya ibu rumahtangga biasa" juga seharusnya terus belajar kan? Demi generasi penerus kita :)
Deletewow perempuan-perempuan keren judulnya, artikelnya juga mantap banget
ReplyDeleteTerimakasih :)
Deletenumpang baca artikelnya yang keren gan, makasih ya
ReplyDeleteTerimakasih gan :)
Deleteartikelnya bagus banget gan :)
ReplyDeleteTerimakasih gan :)
DeleteBanyak perempuan yang bagus semangat belajarnya dan pandai mengemukakan pendapat tapi belum jadi anggota legislatif sebaliknya anggota legislatif perempauan kita yang ada kwalitasnya belum seperti yang diharapkan. Dan memang meski tabiah kebanyakan perempaun itu riuh, semoga kedepan juga dibarengi dengan kerennya kwalitas diri.
ReplyDeleteIni penting kan ya,sebab perempuan baik disemua lini (tak harus sebagai aleg) maka baik pula bangsa dan negara. Tentang kuota 30%, semoga kedepan makin berbobot.
Benar Yunda :)
Deletesaya menghargai perempuan2 yang terjun didunia politik, tapi saya tidak tertarik membicarakan dunia politik :) tapi saya juga gak suka televela atau sinentron
ReplyDeleteTapi mbak Lidya memiliki kemampuan belajar yang baik, daya nalar yang juga baik, dan memiliki kemampuan mengemukakan pendapat dengan logis dan etis :)
DeleteAku sependapat dengan mba 'Yunda Hamasah", bahwa sebenarnya Indonesia itu telah memiliki banyak perempuan hebat dan berkualitas, hanya saja, mungkin, tidak tertarik pada politik, tapi pada bidang lain yang lebih menarik minatnya sehingga dapat berkontribusi maksimal dan menguntungkan dalam kehidupan...
ReplyDeletesementara yang berminat di politik, sayangnya, masih jauh sih kualitasnya... bukan ingin menuduh ya... tapi kok iya, masih banyak yang duduk di dewan yang terhormat itu, sepertinya begitu enjoy menggunakan kesempatan untuk menyenangkan diri sendiri, berwisata di luar negeri (dlm momen studi banding misalnya) daripada memikirkan rakyat yang diwakilinya..... :)
Yup. sebenarnya apapun bidangnya ... asalkan emiliki kemampuan belajar yang baik, daya nalar yang juga baik, dan memiliki kemampuan mengemukakan pendapat dengan logis dan etis, Kak :)
DeleteSaya termasuk yg gak begitu setuju dengan quota2 legislatif lho Mbak Niar..Mestinya perempuan dipilih karena kemampuannya, bukan karena jenis kelaminnya. Emang jenis kelamin bisa membereskan soal2 yg dihadapi oleh kaumnya? Tapi kok ya para pejuang perempuan kayaknya suka dengan kuota 30% itu ya? Terus yang 30% itu sekarang ngapain saja yah?
ReplyDeleteSaya sepakat dengan kak Evi ... pemaksaan pemenuhan kuota 30% padahal tak menemukan calon yang berkualitas, malah bakal malu2in saja ...
Deletekalau saya...kembalikan dulu perempuan tersebut pada kodrat-nya sebagai seorang wanita...setelah mereka menyadari, maka akan timbullah kemauan belajar, daya nalar yang baik, dan kemampuan mengemukakan gagasan secara logis dan etis , karena dari sejarah Islam, para tokoh-tokoh wanita yang ternama, ternyata tidak pernah melupakan kodrat-nya sebagai wanita sejati :)
ReplyDeleteYup, benar Pak. Ini dalam konteks perempuan menyadari kodratnya. Tapi banyak perempuan yang menyadari kodratnya tapi tidak memiliki kemauan belajar lho :D
Deletewah, entar kalo gue ikut nimbrung soal cewek dan feminimismenya entar dikira kolot... titik berat yang bu mug kemukakan tentang politik dan legislatifnya pastinya di luar jangkauan otak gue...
ReplyDeletetapi tetep junjung emansipasi yg gak berlebihan!!
Hidup emansipasi yang gak berlebihan ...
DeleteHidup emansipasi yang gak berlebihan ...
Deletekunjungan perdana sobat,salam kenal.
ReplyDeleteSalam kenal juga sob :)
DeleteDari sekian jumlah anggota parlemen yg perempuan saat ini, secara rata-rata masih berasal dr selebriti. Spt kata Mbak AL dan Mbak keke, banyak perempuan Indonesia yang capable secara ilmu dan nalar serta back ground edukasi tapi tdk tertarik utk terjun ke dunia politik karena stigma kancah politik yg masih lekat dengan 'asas manfaat'. Apalagi secara de facto, banyak fakta menunjukkan bagaimana dunia politik yg penuh 'skenario'...#melihat berita politik
ReplyDeleteIya. Makanya kuota 30% kalau tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas rasanya koq berlebihan ya. Tapi kelihatannya selebriti perempuan kita bagus2 koq
Deletejawabannya ada perempuan itu sendiri. Sebesar apa kemauannya.
ReplyDeleteMasalahnya banyak perempuan yang tak sadar tapi mau
Deletenice...salam kenal yaa
ReplyDeleteSalam kenal juga :)
DeleteSecara pribadi, saya merasa balum mampu untuk memberi pendapat terhadap peran dan kontribusi perempuan bagi negara, karena saya khawatir malah men-judge kaum Perempuan, saya belum cukup matang untuk itu.
ReplyDeleteTapi harapan saya Perempuan bisa memberikan kontribusi yang berbobot.
Aamiin semoga. Apalagi perempuan adalah tiang negara
Deletehadir---hadir...tuan rumah pemilik blog kemana ya, postingan baru-nya ditunggu loh :)
ReplyDeleteHehehe iya Pak, lama ndak OL :)
DeleteHihi yang laki-laki juga sama aja... kadang 'hanya sekadarnya' yang jadi wakil rakyat :D :D
ReplyDeleteIya Na .. tapi banyakan mana ya persentasenya, laki2 yang sekadarnya dengan perempuan yang sekadarnya itu :D :D
Deleteperempuan keren? ya ibuku sob...hehehe..
ReplyDeleteterima kasih sudah berbagi sob...
ReplyDeleteMba...this is indeed one of the biggest questions...pada saat kita telah mendapat kesempatan dan bahkan difasilitasi melalui temporary special measure seperti penetapan 30% quota, mampukah kita perempuan betul-betul memanfaatkannya....saya yakin banyak sekali perempuan Indonesia yang mumpuni, hanya belum semua 'keluar' untuk meluruskan kancah politik kita yang makin lama makin kotor...gregetaaan ya maaak...dan jangan salah, women empowerment programmes sudah banyak lhooo...semua memang kembali ke kita para perempuan..ayooo, mari terus belajaar dan berkontribusi..
ReplyDelete