Philanthropy Learning Forum on SDGs: Serba-Serbi Penerapan SDGs pada Filantropi

Masih ada penuturan menarik dari Pak Hamid Abidin terkait filantropi dan Filantropi Indonesia, sebelum tiga nara sumber lainnya mempresentasikan materi mereka. Materi ini baru dan menarik bagi saya. Oleh sebab itu saya menghadiri Philanthropy Learning Forum on SDGs: SDGs Sebagai Tools Peningkatan Kapasitas dan Pengembangan Kemitraan di Gedung BaKTI pada tanggal 19 September lalu. Mengenai apa itu filantropi, apa itu SDGs dan kaitan antara filantropi dan SDGs, Anda bisa membacanya di tulisan berjudul: Philanthropy Learning Forum on SDGs: Kaitan Antara Filantropi dan SDGs.


Pada pelaksanaannya, pada pelaksanaan filantropi atau berderma di Indonesia, masih terdapat ganjalan, di antaranya:
  • Belum berorientasi jangka panjang, masih penyantunan bencana saja yang langsung diberikan kepada yang bersangkutan. Bukan maksudnya hal ini salah, hanya saja perkiraan kebanyakan orang tentang berderma masih terbatas pada pemberian santunan saja. Sementara advokasi kesejahteraan guru atau TKW (tenaga kerja wanita) belum banyak disumbang.
  • Belum adanya transparansi dan akuntabilitas. Susah mendapatkan data sumbangan.
  • Minim data
  • Kebijakan negara belum mendukung. Insentif pajak masih minim di negara ini. Menurut Pak Hamid, di negara kita filantropi hanya mendapat insentif pajak 2,5 %. Berbeda di Singapura yang 200%. Di Singapura, filantropi bukan hanya diakui tetapi sangat didukung. Oleh karena itu pula banyak lembaga riset yang menyelenggarakan risetnya di Singapura (terkait filantropi).


SDGs Philantrophy Platform bertujuan untuk memfasilitasi dialog dan kolaborasi antara lembaga/aktivitas filantropi untuk terlibat dalam proses dan tujuan pebangunan global. Saat ini keterlibatan Filantropi Indonesia sudah mulai kelihatan semenjak SDGs disepakati sebagai agenda kesepakatan global dan bersama.

Goal, target, dan indikator SDGs/TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) membantu untuk mengukur dalam bersinergi dan lain-lain, untuk melaksakan program filantropi. Misalnya pada SDGs tentang air bagi masyarakat, pelaksanaan filantropi memikirkan babagaimana masyarakat di hulu sungai, bagaimana pengelolaan sampahnya, debit airnya dan lain-lain yang menyangkut kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi atau terdampak, bukan hanya sekadar memberikan bantuan lalu ditinggalkan. Bedanya di sini dengan MDGs (Millenium Development Goals), kalau MDGs pendekatannya parsial, sementara SDGs lebuh integratif atau holistik. Diharapkan tidak ada seorang pun yang tertinggal (no one left behind).

Implementasi SDGs Oleh Filantropi di Indonesia

Nah, kalau Anda bertanya-tanya, seperti apa dukungan filantropi untuk implementasi SDGs, berikut ini contoh-contohnya:
  • ZAKAT on SDGs, mendorong lembaga zakat untuk terkoneksi dengan Filantropi Indonesia.
  • Yayasan Tanoto bekerja sama dengan Pemerintah Daerah (Pemda) Riau untuk mendorong Pemda membuat rencana Aksi Daerah.
  • Habitat for Humanity Indonesia membangun rumah layak huni di Bojong Koneng, Kabupaten Bogor. Habitat for Humanity ini bekerja sama dengan 13 duta besar negara sahabat di Indonesia.
  • ACT (Aksi Cepat Tanggap) melakukan “Sedekah Pangan”. Ada 3 aksi yang digelar dalam program ini, yaitu: Paket Pangan, Bengkel Gizi Terpadu, dan Dapur Sosial. Salah satu sasaran implementasimya adalah Kabupaten Manggarai Timur di Nusa Tenggara Timur.
  • Yayasan Unilever Indonesia menyelenggarakan Program Kesehatan Sekolah dan Kesehatan Masyarakat. Pada tahun 2016, Unilever menargetkan menjangkau 2 juta anak Indonesia. Anak-anak dilatih untuk menerapkan PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat) dalam kesehariannya, khususnya saat di sekolah. Program Sekolah Sehat Unilever terkait 6 hal yaitu cara mencuci tangan pakai sabun, sikat gigi pagi dan malam, toilet, kamar mandi, dan lantai bersih higienis, minum air bebas kuman, makanan beragam, bergisi seimbang, dan aman, serta pengelolaan sampah sekolah.
  • Yayasan Tahija melaksanakan program Pengendalian Demam Berdarah Dengue melalui pengendalian nyamuk Aedes Aegepty pembawa bakteri Wolbachia. Yayasan Tahija membiayai sepenuhnya penelitian tentang bakteri ini sejak tahun 2011 dan telah diujicobakan di kota Yogyakarta. Ratusan ribu telur nyamuk ber-Wolbachia disebarkan. Diharapkan dalam kurun waktu tertentu nyamuk ber-Wolbachia akan berkembang biak secara alami dengan nyamuk setempat dan menghasilkan keturunan yang menghambat penularan virus DBD kepada manusia.
  • Rumah Zakat menyelenggarakan Sekolah Juara. Melalui pendidikan formal gratis dan berkualitas bagi masyarakat yang membutuhkan. Aktivitas sekolah dirancang sesuai standard pemerintah dan pemdekatan pembelajarannya menggunakan konsep multiple intellegences. Hingga tahun 2016, Rumah Zakat telah mengelola 15 unit Sekolah Juara yang tersebar di 13 kota di Indonesia.

INDONESIA TERANG dari LAZISMU. Sumber:
akun Twitter @lazismu_bbaru

Masih banyak lagi program filantropi yang mengimplementasikan SDGs yang tidak mungkin saya tuliskan semua di sini dengan detail. Ada Program Belajar (Better Literacy for Academic Result) dari Yayasan Sayangi Tunas Cilik, Program I Am a Girl dari Plan International Indonesia, Program Pemberdayaan Perempuan Saraswati dari Yayasan Unilever Indonesia, Program IUWASH (Indonesia Urban Water, Sanitation and Hygiene) dari Yayasan Coca Cola Indonesia, Program 1000 Jamban dari Pos Keadilan Peduli Ummat (PKPU), Indonesia Terang dari LAZIS Muhammadiyah (LAZISMU) dan TNP2K, Daya Mart dari Yayasan Dompet Dhuafa, Program Perumahan Cinta Kasih dari Yayasa Budha Tzu Chi, Tanoto Student Research Award dari Tanoto Foundation, Program Green Skill dari Plan International Indonesia, Program Kampung Sayur dari Rumah Zakat, dan sebagainya.

Banyak sekali, ya. Saya kalau tidak mengikuti acara ini, tidak akan tahu tentang Philantrophy on SDGs. Agar pengetahuan ini bisa tersebar, saya memutuskan menurunkan beberapa tulisan tentang hal ini.

Salah Kaprah Tentang SDGs

Oya, ada beberapa  SALAH KAPRAH terhadap SDGs yang harus diluruskan. Yaitu:
  • SDGs adalah agenda asing/global. Bukan, ya, Indonesia adalah negara yang justru turut merumuskannya, lho.
  • Mendukung SDGs berarti membuat program baru. Nope, tidak demikian. Bisa koq meng-upgrade dan mengaitkan dengan tujuan-tujuan kita dengan SDGs, tidak perlu buat program baru.
  • Mendukung dan berpartisipasi berarti mendukung dan terlibat di semua tujuan SDGs. Salah! Tidak harus begitu juga. Cukup fokus saja di tujuan yang dipilih, tidak perlu terlibat di semua goals.
  • Tidak ada manfaat yang didapat dari keterlibatan dengan SDGs. Salah! Keuntungan Berpartisipasi dalam pencapaian SDGs adalah dapat meningkatkan kapasitas organisasi, kita juga jadi tahu pengukuran, monitoring, dan lain sebagainya. SDGs ini tools untuk capasity building dan kemitraan. Jika lebih terukur tentunya hasilnya bisa lebih efektif dan efisien, kan?
Tidak perlu diterapkan semuanya, bisa dipilih.

Landasan Hukum SDGs dan Penerapannya di Perguruan Tinggi dan untuk Bisnis

Penerapan SDGs di Indonesia tentu saja sudah memiliki landasan hukum, yaitu Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Pemerintah Indonesia dengan koordinasi dari Kementerian Perancanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS telah membentuk Tim Koordinasi Nasional SDGs untuk memimpin upaya pengintegrasian SDGs ke dalam rencana pembangunan nasional dan pelaksanaannya.

Dari contoh-contoh lembaga yang menerapkan SDGs Philantrophy Platform yang saya paparkan di atas, kita bisa liat filantropi keluarga sudah menggunakan SDGs. Bagaimana dengan kampus? Sudah ada juga, lho. Menurut Hamid Abidin, beberapa perguruan tinggi sudah punya Center of SDG – Pusat Studi Khusus utuk SDGs, contohnya adalah Universitas Padjadjaran.

Hamid Abidin – Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia

Sedangkan untuk bisnis, ada Forum Filantropi dan Bisnis untuk Pencapaian SDGs. Sebagian bergerak di isu CSR dan sustainability untuk pencapaian SDGs., Anggotanya lebih dari 2000 perusahaan. Ada juga lintas keanggotaan seperti Unilever. Visinya adalah meningkatkan kesejahteraan dan kesetaraan masyarakat dalam pencapaian SDGs. Dalam forum komunikasi ini ada 6 working group:
  1. Working group tools (memahami instrumen tools yang sudah ada). Tools lama, dipelajari, yang cocok dipakai.
  2. Working group Best Practices (menghimpun praktik cerdas yang ada di kalangan dunia usaha dan filantropi).
  3. Working group Deepening Engagement (perdalam dan perluas kemitraan). Misalnya mengenai “100 0 100” – 100 persen air bersih, 0 persen kumuh, dan 100 persen air bersih. Mereka punya proyek di beberapa kota dan mengidentifikasi di tempat-tempat lain lalu mencari siapa yang punya bisa mengelola proyek tersebut (misalnya pemilahan sampah).
  4. Working group Emergizing/Promoting (sosialisasi SDGs ke anggota-anggotanya).
  5. Working group Localizing (promosi dan aksi bersama di tingkat lokal).
  6. Working group Advocacy & Regulations (advokasi bersama), misalnya menolak UU CSR. Terbukti ada kelompok tidak bertanggung jawab memakai nama CSR. Kalau ada UU CSR akan lebih masif lagi. Selain itu UU CSR juga dianggap merugikan pengusaha karena adanya pajak berganda.
Telah panjang-lebar Hamid Abidin menjelaskan mengenai filantropi, Filantropi Indonesia, dan SDGs. Pun telah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terlontar. Satu hal yang bisa dipastikan adalah Filantropi Indonesia datang ke BaKTI hari ini, bukan untuk menawarkan dana bagi yang membutuhkan tapi menawarkan platform agar kinerja mereka yang melakukan kegiatan kemanusiaan bisa lebih terukur, terarah, dan bermanfaat. Tawaran lainnya adalah cara berderma baru yang lebih berkelanjutan, bukan sekadar memberi santunan kemudian berlalu.

Makassar, 2 Oktober 2017


Jangan lupa baca tulisan ini:


Tentang Filantropi Indonesia bisa dibaca di:
Fan page Facebook: Filantropi Indonesia
Website: http://filantropi.or.id/


Masih ada 3 pembicara lagi, ya .... tulisan tentang Philanthropy Learning Forum on SDGs masih ada sambungannya ...


Share :

3 Komentar di "Philanthropy Learning Forum on SDGs: Serba-Serbi Penerapan SDGs pada Filantropi"

  1. Pertama kali tahu SDGs ini waktu ada acara ngumpul-ngumpulnya pimpinan-pimpinan agen PBB Indonesia di Lombok. Kebetulan saya ikut mendokumentasikan acara tersebut. Mereka memang sedang fokus di program ini rupanya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wuihh gaulnya sama agen PBB. Biasanya cuma sama agen Elpiji #eh 😂😂😂

      Delete
    2. Ahaha Daeng Ipul, deh.
      Iya tawwa mama Rani ternyata gaulnya sama agen PBB :P

      Delete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^