Dari Sedu-sedan Poligami Hingga Inspirasi Tanpa Batas

Dari Sedu-sedan Poligami Hingga Inspirasi Tanpa Batas - Mataku mulai berkaca-kaca mendengar Kak Yati (bukan nama sebenarnya) bercerita tentang proses pernikahan poligaminya. Poligami memang wajar namun tetap saja kisah di baliknya mampu mempermainkan emosi.


Sedu-sedan Poligami


Powerfull Hanya 6 Bulan Usai Dipoligami

 

Sekitar 45 menit saya mencoba menelisik emosi Kak Yati dari nada suaranya dan pemilihan diksinya. Apakah ada kemarahan dan kesedihan di sana? Saya berusaha tenang sembari menyimaknya bercerita padahal sejak awal dia bercerita, sejak mengabari “Kak Ari kawin lagi” – emosiku sudah mulai teraduk.

No, tak ada emosi negatif di seberang sana – itu yang kupindai dari caranya bertutur. Tak ada kemarahan pun kekecewaan di sana. Enam bulan pasca suaminya menikah lagi, sekitar lebih 8 tahun lalu – saat dia meneleponku itu, Kak Yati benar-benar switch menjadi pribadi yang lebih sabar dan lebih tawakal.

Titik baliknya terungkap saat dia bercerita ketika dia sudah lelah menangis di dalam rentetan doa, salat 5 waktu, duha, dan tahajudnya. Seperti aha moment, tiba-tiba terbetik pemikiran ini: 

“Kak Ari dan istrinya di sana bersenang-senang, lantas kumenangis terus-terusan di sini? Untuk apa? Lebih baik saya kasih senang diriku!”

Walau tak mudah bagi dirinya menerima semua kronologi, sejak suaminya sering tiba-tiba hilang tengah malam yang ternyata pergi ke tempat perempuan lain. Lalu tiba-tiba mengatakan ingin menikah lagi dengan dalih ingin punya anak lagi dan ingin supaya kehidupannya dengan Kak Yati menjadi lebih baik setelah pernikahan barunya – Kak Yati berhasil mengubah mindset dan menjadi powerfull hanya dalam kurun waktu 6 bulan!

Memang akhirnya Kak Ari (nama samaran) punya 2 anak lagi dari istri keduanya, selain Aril (nama samaran), anak semata wayangnya bersama Kak Yati. Namun ungkapan “ini demi kita” terbukti dusta belaka karena semalam pun dia tak pernah lagi tinggal bersama Kak Yati sejak beristri dua, bahkan kartu keluarganya sudah dipindahalamatkan.

Selama 9 tahun menjalani pernikahan poligami pun, sekitar setahun saja dia menafkahi Kak Yati, selebihnya zonk! Utang Kak Ari mencapai puluhan juta setelah menikah lagi. Berbanding terbalik ketika masih bermonogami, Kak Ari bisa menabung hingga puluhan juta rupiah padahal dia hanya pegawai kecil yang pandai mencari pekerjaan sampingan.

Menurut Kak Yati, di kota Makassar hanya saya tempatnya curhat yang benar-benar menceritakan segala masalahnya, termasuk intrik berupa kiriman ghaib yang kemudian membuatnya sakit. Penyakitnya bergantian muncul, mulai menyerang kepala hingga kaki. Waktu itu, keluarganya di kampung belum mengetahui.

Selama 9 tahun mendengarnya curhat, sungguh tak pernah sekali pun dia menceritakan suami dan istri keduanya dengan kebencian. Masya Allah. Entah terbuat dari apa hatinya padahal banyak sekali kezaliman yang dia terima. Iparnya sampai gemas dan menyarankannya untuk membalas istri kedua dengan kasar namun hanya ditanggapinya dengan kalimat tanya pendek: “Untuk apa?”

Saya menempatkan diri menjadi pendengar yang baik dan sama sekali tidak melakukan judgement terhadap Kak Yati. Saya menyemangatinya dengan kata-kata motivasi, memintanya rutin berzikir dan tilawah Al-Baqarah, serta berbagi barang-barang yang bisa membantunya seperti air minum dan minyak pijat yang sudah di-ruqyah, atau serbuk daun bidara.

Saya juga menghubungkannya dengan seorang muslimah praktisi ruqyah. Di samping itu, tetap menyarankan untuk memeriksakan diri ke dokter dan minum vitamin jika perlu, serta membantu apa saja yang saya bisa lakukan atau carikan.

Bagiku, Kak Yati adalah teladan ikhlas yang luar biasa untuk kondisi apapun dan dia layak menjadi inspirasi tanpa batas bagi perempuan lain yang mengalami kejadian serupa dan memilih bertahan. Maka ketika seseorang curhat hal yang serupa kepadaku, salah satu saranku adalah: “Belajarlah pada Kak Yati!”

 

Connecting Happiness dan Inspirasi Tanpa Batas

 

WhatsApp Poligami


Selama hampir 26 tahun menikah, Kak Yati tinggal di rumah petak milik mertuanya yang letaknya bersebelahan dengan mertua dan ipar-iparnya. Suaminya masih sesekali berkunjung sebagai tamu, bahkan belakangan menitipkan anaknya kepada ibunya.

Kak Yati yang baik hati mengambil alih urusan menjaga anak tirinya karena kasihan pada ibu mertua yang sudah sepuh. Pada bagian ini saya gemas karena sudah sejak 9 tahun lalu sudah saya peringatkan: “Jangan mau dititipi anaknya nanti dia perlakukan Kak Yati seenaknya!”

Sekarang Kak Yati tak bisa lagi jadi tempat penitipan anak karena dia diminta pulang kampung oleh ibu dan saudara-saudaranya sebab ibunda yang sudah sepuh sakit-sakitan dan butuh perawatan khusus.


JLC JNE


Awal bulan Juni ini Kak Yati mengirimkan pesan WA kepadaku, meminta garam himalaya dan serbuk daun bidaraku jika masih ada. Segera kurespon dengan meminta alamat lengkapnya karena memang masih punya stok kedua barang itu.

Suatu kebetulan pula, saya dapat email dari customer service JLC (JNE Loyalty Card) yang mengabarkan saya mendapatkan Voucher Ongkir senilai Rp50.000 yang bisa saya pergunakan. Kak Yati bilang ada keluarganya yang hendak pulang kampung, nanti Aril yang akan mengambilnya di rumah saya.

Saya lantas menyadari sesuatu ...

Kak Yati dan #JNE punya kesamaan!

Kak Yati dan JNE sama-sama #ConnectingHappiness dan #JNEInspirasiTanpaBatas. Tanggal 5 Juni lalu saya mengalami sendiri inspirasi sat set dari JNE ketika menghadiri Creative Workshop Inspirasi Tanpa Batas di Baruga Prof. Baharuddin Lopa di FH Unhas.

Menyimak pemaparan Kang Maman Suherman sebagai narasumber #JNEContentCompetition2025 yang juga sekaligus juri Writing Competition #JNE34SatSet #JNE34Tahun sudah merupakan inspirasi tersendiri bagiku. Mengapa?

Karena dengan menyimak semua poin yang disampaikan Kang Maman sebenarnya sudah bermakna “memegang kunci kemenangan” pada kontes ini, tinggal bagaimana meramunya menjadi tulisan yang menarik. Jujur, tak mudah sih tetapi bukan berarti tak mungkin makanya ingin kucoba.


Creative Workshop JNE


Apalagi kemudian Kang Maman menjawab pertanyaan saya tentang tulisan yang menarik perhatian dirinya dengan gamblang, makin terpukaulah saya. Semua kunci sudah di tangan, tinggal bagaimana menggunakannya!

Eh, tak lama kemudian, seorang pegawai JNE Makassar mendekatiku. Dia memberikan nomor kontak yang bisa saya hubungi jika butuh informasi terkait JNE Makassar sebagai bahan tulisan. Di akhir percakapan singkat kami, perempuan berhijab dan berseragam JNE itu tersenyum seraya mengatakan, “Mohon maaf atas ketidaknyamanannya, Bu.” Wah … adeeem rasanya.

Bukan tanpa alasan dia mendekati saya. Sebelumnya saya memberikan kritik dan saran kepada pihak JNE karena pernah mengalami kekecewaan, tidak berhasil mendapatkan informasi gerai UMKM Kantor Cabang JNE Pettarani. Padahal informasi itu sangat saya butuhkan pada saat hendak membuat konten blog untuk lomba pada tahun 2023 lalu.

Bagai efek domino, hal ini memantik memori hampir 7 tahun lalu, ketika saya menghadiri event JNE-Kompasiana yang bertajuk KOPIWRITING: Bisnis Online yang Menjanjikan pada tanggal 9 Agustus di Hotel Aston Makassar. Waktu itu saya berkesempatan memberikan kritik terkait pengalaman tidak enak beberapa waktu sebelumnya.

Seusai acara itu, seorang perempuan berhijab mendekati saya, memberikan nomor HP-nya, dan meminta saya menghubunginya kalau-kalau ada masalah terkait JNE. Dia mengatakan akan membantu saya. Saya masih menyimpan nomornya hingga hari ini. Kejadiannya sama persis dengan kejadian di Baruga Prof. Baharuddin Lopa. Berasa dejavu.


Kopiwriting


Let me say, didekati secara personal itu sebagai “inspirasi tanpa batas ruang dan waktu”. Layak menjadi inspirasi bagi perusahaan lain budaya di JNE ini. Saya menjadi saksinya, dua kali! Rasanya hangat diperlakukan secara personal begitu. Didekati khusus, diberikan nomor kontak, janji akan membantu mengatasi masalah, dan permintaan maaf atas ketidaknyamanan yang dirasakan.

Itulah salah satu manifestasi Connecting Happiness – slogan JNE yang mengakar kuat dengan nilai-nilai berbagi, memberi, dan menyantuni anak yatim, kaum duafa, orang-orang yang tidak berdaya secara ekonomi maupun sosial. Dari sisi jasa layanan pengiriman, JNE sejatinya juga terus bertekad menghubungkan kebahagiaan antara pengirim dan penerima paket dengan memberikan pelayanan terbaik[1].

Demikian semangat JNE yang KONSISTEN mengamalkan nilai-nilai kebaikan. Pak Edi Santoso, Direktur JNE pada tahun 2021[2], dalam buku Bahagia Bersama mengatakan bahwa pendiri JNE, almarhum Soeprapto Suparno senantiasa menekankan dalam setiap pertemuan mengenai amanah Al-Qur’an dalam surah Al-Ma’un dan A-Baqarah: 261. Amanah itu dilanjutkan oleh Pak Mohamad Feriadi, putra beliau yang sekarang menjadi Direktur Utama JNE.

“Bukan seberapa besar volume margin (keuntungan) yang didapat tetapi seberapa besar kamu meningkatkan jumlah zakat dan sedekah perusahaan ini,” demikian pacuan semangat dari keduanya yang masih diingat Pak Edi.

Masih di dalam buku yang sama, Pak Edi menyatakan bahwa para pendiri JNE tak bosan-bosannya menanamkan ‘4 BAIK’ yang harus diingat dalam menjalankan usaha dan kehidupan sehari-hari, yaitu pelayanan yang baik, pengelolaan usaha yang baik, jiwa sosial yang baik, dan perilaku yang baik. Menurutku, amanah Qur’an dan 4 BAIK inilah upaya JNE dalam “mencari kebahagiaan dari dalam” yang kemudian ditularkan ke mana-mana hingga menjadi connecting happiness.

Sebagaimana Kak Yati tadi, nilai connecting happiness-nya membuatnya bertahan di “pondok mertua indah” selama bertahun-tahun. Saya menjadi saksi perjalanan kehidupannya, bagaimana dia mempertahankan rumah tangga dengan realistis tanpa menjadikannya beban.

Ungkapan “untuk apa menangis terus, lebih baik saya kasih senang diriku” di paragraf awal tulisan ini memang dilakukannya dengan mencari kesibukan sendiri. Kak Yati tetap beraktivitas seperti mengantar keponakan suaminya ke sekolah, mengunjungi tempat wisata dengan sepupunya, tetap memasakkan anak dan keluarga suaminya, meneleponku untuk sekadar curhat ringan soal penyakitnya bukan penderitaan hatinya, dan sebagainya.

Kak Yati senantiasa berupaya mencari kebahagiaan dari dalam dirinya sendiri lalu menularkannya kepada orang lain, connecting happiness. Dia membuatku terus empati dan kagum pada setiap curhat tanpa kebenciannya. Dia layak jadi inspirasi tanpa batas, kan?

Makassar, Juni 2025



Catatan kaki:

[1] Dikutip dari halaman 82, buku Bahagia Bersama yang ditulis oleh Kang Maman beserta kartunis Mice, diterbitkan oleh Grasindo tahun 2021.

[2] Halaman 106, buku Bahagia Bersama yang ditulis oleh Kang Maman beserta kartunis Mice, diterbitkan oleh Grasindo tahun 2021.





Share :

0 Response to "Dari Sedu-sedan Poligami Hingga Inspirasi Tanpa Batas"

Post a Comment

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^