Pentingnya Empati dalam Mengungkapkan Amarah

Pentingnya Empati dalam Mengungkapkan AmarahSiapapun bisa marah – marah itu mudah. Tetapi, marah pada orang yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yang baik – bukanlah hal mudah.

Kutipan itu berasal dari ARISTOTELES – filusuf dunia yang berasal dari Yunani pada bukunya yang berjudul The Nicomachean Ethics. Saya tentunya bukan membaca bukunya langsung (hebat benar saya kalau membaca buku ini😁), melainkan mendapatkannya pada bagian awal buku Emotional Intellegence: Kecerdasan Emosional, Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ karya Daniel Goleman.

Diceritakan dalam bukunya, Aristoteles menyebutkan bahwa tantangannya adalah menguasai kehidupan emosional kita dengan kecerdasan. Nafsu, apabila dilatih dengan baik, akan memiliki kebijaksanaan; nafsu membimbing pemikiran, nilai kelangsungan hidup kita.



Nafsu dapat dengan mudah tak terkendalikan – semisal nafsu amarah, dan itu sering kali terjadi. Sebagaimana dikemukakan oleh Aristoteles, masalahnya bukanlah mengenai emosionalitas, melainkan mengenai keselarasan antara emosi dan cara mengekspresikannya.

Dalam banyak kejadian, orang bisa saja berkata, “Saya tidak marah. SIAPA YANG BILANG SAYA MARAH?!” Sementara siapapun yang mendengarnya tahu dan merasakan kemarahannya.

Begitu pun di media sosial, bisa saja seseorang mengatakan sedang tidak marah padahal pada kenyataannya banyak yang menganggapnya marah dengan status atau komentar yang dibuatnya.

Dalam buku Emotional Intelligence yang saya sebutkan tadi, pada halaman 414 disebutkan bahwa sejumlah teoretikus mengelompokkan emosi dalam beberapa kelompok besar. Lalu kelompok-kelompok besar itu mengandung beberapa emosi lagi.


Amarah adalah salah satu dari kelompok besar yang disebutkan. Di dalam kelompok emosi AMARAH ini ada:
  • Beringas.
  • Mengamuk.
  • Benci.
  • Marah besar.
  • Jengkel.
  • Kesal hati.
  • Terganggu.
  • Rasa pahit.
  • Berang.
  • Tersinggung.
  • Bermusuhan.
  • Tindak kekerasan dan kebencian patologis.

Tapi please jangan minta saya mendefinikan semuanya, ya. Saya cuma mau mengajak kita mengenali. Bisa saja di antara kategori amarah tersebut ada yang pernah mendasari tindakan kita (termasuk saya tentunya) dalam melakukan sesuatu, dalam menulis status atau caption di media sosial misalnya.

Bagi kita bisa saja sudah pas tapi bagi kebanyakan yang baca, belum tentu. Bisa jadi kita sedang dicibir di belakang. Tak mengapa jika kita memang benar dan kemarahan yang “dilampiaskan” itu membawa kebaikan atau manfaat.

Jika tidak?
Yang terjadi adalah kebalikannya, kekonyolan dan kesalahan. 🙈


Sementara dalam situasi sekarang, saat kebanyakan orang sedang merasa tertekan dengan pandemi yang diakibatkan oleh virus Corona, empati sangatlah dibutuhkan dalam menghadapi aneka opini yang pastinya tidak semua sesuai dengan kita. Setiap orang sedang menghibur dirinya sendiri saat ini.

Bermedia sosial ibarat kita menyaksikan semua orang ngomong pakai toa. Untuk kuping, pikiran, dan perasaan kita, kita sendirilah yang mengusahakan saringannya.

Dalam buku Emotional Intelligence halaman 135 disebutkan bahwa:
Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri; semakin terbuka kita kepada emosi diri sendiri, semakin terampil kita membaca perasaan.

Dalam tulisan berjudul Usiklah, Maka Kesadaranku Meluas, saya mengutip kata-kata buku favorit saya: Titik Ba:
Apapun masalah yang timbul, kuncinya selalu berkaitan dengan luas-sempit-nya kesadaran (atau dalam-dangkal-nya kesadaran). Bila ditemukan masalah pada kesadaran tertentu, solusinya akan kita dapatkan bila kita tak berdiam diri pada tingkat kesadaran itu. “Masalah penting yang kita hadapi tidak dapat dipecahkan pada taraf berpikir yang sama dengan ketika kita masalah itu tercipta,” ujar Albert Einstein.

Masih bersumber dalam buku Titik Ba, disebutkan bahwa:
Sebaliknya, bila kita menemukan sesuatu pada tingkat kesadaran tertentu, tapi kemudian kesadaran menyempit, sesuatu itu pun akan berubah menjadi masalah yang mengganggu. Bila ruang dada atau pikiran terasa sempit, yakni kesadaran makna tidak cukup luas, masalah kecil pun terlihat begitu besar. Sebaliknya bila dada kita cukup luas, masalah besar pun akan ditampung dan ditangani dengan kepala dingin. Seperti ungkapan bung Hatta, “Bila dunia telah disempitkan orang lain, maka bangunlah alam semesta di dalam dada.

Pilihan memang ada di tangan kita. Mau bereaksi dengan baik, dengan tidak baik, mau mempertimbangkan empati dalam mengungkapkan kemarahan atau antipati, mau damai atau dianggap tukang nyinyir atau tukang marah. Bebas saja, lha kita manusia merdeka kan ya.

“Pertanggungjawabannya” tetap akan ada. Bisa jadi bentuknya datang tak terduga berupa teguran atau acungan jempol. Yang jelas bagi yang beragama Islam, satu yang pasti yaitu pertanggungjawaban kelak di akhirat.

Makassar, 3 April 2020



Share :

13 Komentar di "Pentingnya Empati dalam Mengungkapkan Amarah"

  1. Emosi emang susah di kontrol. Kesal, sebel, marah, bentak ah semua pernah hehe, seiring bertambahnya usia biasanya lebih tenang dan dewasa.

    ReplyDelete
  2. Ya intinya harus lebih banyak bersabar kak, saya nih tipe yang sulit mengontrol emosi tapi makin kesini sudah lebih berkurang

    ReplyDelete
  3. Kalau di media sosial saya pakai kunci, fokus pada urusan pribadi sih, berusaha banget menahan jari untuk tidak menyerang orang yang marah di statusnya hehehe.

    Palingan kalau nggak nyaman cuman di hide aja postingannya, dan hidup kembali damai :)

    Saya belajar di diri sendiri soalnya, kadang apa yang bisa kita kontrol, tidak demikian dengan yang lain.
    Mungkin saja orang tidak sehebat mental kita.

    Sehingga melampiaskan marahnya di medsos, terlebih di zaman pandemi yang menyedihkan ini :)

    ReplyDelete
  4. Paling sulit itu menyembunyikan rasa amarah agar wajah tidak terlihat sedang marah ..., tetap bisa tenang dan tampak selalu tersenyum, seolah sedang tak ada ganjalan hati.

    Hanya sedikit orang yang punya kemampuan 'kamuflase' seperti itu.

    ReplyDelete
  5. Sebagian masyarakat kita belum teredukasi dengan baik. Melihat ODP saja sudah seperti melihat orang kena HIV/ AIDS dan penyakit menular lainnya. Kasihan tenaga rawat medis kita.

    ReplyDelete
  6. dalam situasi pandemi seperti sekarang, alih alih marah dan menyalahkan orang lain, mending memperbaiki diri sendiri
    Belajar bersyukur, belajar menjaga kesehatan lagi dst dst

    ReplyDelete
  7. Ungkapan kemarahan yang menurut daku lebih baik adalah ketika merenungkannya, ketimbang diungkapkan melalui medsos atau membanting sesuatu misalnya.

    ReplyDelete
  8. Di saat seperti ini mi dibutuhkan sekali yang namanya empati, dan akan keliatan juga mana yang memang biasa berempati mana yang tidak.

    Btw soal mengeluarkan amarah di medsos, sedapat mungkin sy hindari

    ReplyDelete
  9. Postingan yang keren, Niar.
    Ku jadi pengen mempraktikkan ini, karena ya itu kadang susah banget menutupi rasa amarah terutama kepada anak-anak.

    ReplyDelete
  10. Punya emosi negatif seperti marah ini wajar karena toh kita cuma manusia biasa ya kak tapi yang penting di sini bagaimana kita mampu mengendalikannya. Apalagi di tengah wabah corona seperti ini. Kita semua tengah diuji dan bagaimana seharusnya kita menyikapi ujian itu.

    ReplyDelete
  11. Aku kalau marah mending diem aja dulu. Males berurusan sama yang bikin marah. Kalau ga gini aku bisa meledak-ledak sih hahaha. Tapi kalau udah calm down, jadi ada rasa empati dan makin selow.

    ReplyDelete
  12. Poin terakhir beneran bisa jadi reminder ini, bagi yang beragama Islam, satu yang pasti yaitu pertanggungjawaban kelak di akhirat. Karena kalau kita bertumpu pada ajaran agama pasti bisa terkontrol semua, Insya Allah. Sehingga ada empati dalam mengungkapkan kemarahan

    ReplyDelete
  13. Aku Juga bangt baca bukunya paling Suka kalimat, Pilihan memang ada di tangan kita. Mau bereaksi dengan baik, dengan tidak baik, mau mempertimbangkan empati dalam mengungkapkan kemarahan atau antipati... Semua tergantung kita

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^