Bersyukur sekali saya mendapatkan undangan Workshop Level 1 (WSL 1) Stifin dari Ibu A.
Sengngeng. Ibu A. Sengngeng adalah istri dari Pak Alif – kawan SMA saya.
Tentang Stifin sudah pernah saya dengar sebelumnya dari suami yang sebelumnya
telah mendapatkan informasi tentang Stifin dari kawan-kawannya.
Saya penyuka pengetahuan mengenai kepribadian manusia,
Stifin memberikan hal tersebut maka sudah tentu saya tak menyia-nyiakan kesempatan
langka ini. Apalagi setelah Sengngeng mengatakan saya boleh datang dengan
suami, makin bersemangatlah saya.
Saya mendiskusikan dulu beberapa hal dengan suami.
Kami meminta Kak Nur – seorang kerabat kami untuk datang menemani anak-anak di
rumah. Beruntung Kak Nur sedang tak punya halangan untuk itu. Tak selalu ia
punya kesempatan, saya dulu pernah beberapa kali memintanya datang tetapi
berbagai hal terjadi di luar kendalinya, membuat ia tak bisa datang ke rumah.
***
Hampir saja saya terlambat mengikuti tes Stifin karena beberapa hal terjadi di luar kendali. Beruntung saya masih bisa ikut, lima menit sebelum tes ditutup.
Farid Poniman |
Apa itu tes Stifin?
Tes Stifin adalah tes yang dilakukan dengan cara
memindai (men-scan) ujung dari
kesepuluh jari tangan kita. Waktunya singkat saja, bisa kurang dari satu menit.
Kesemua sidik jari membawa informasi tentang susunan syaraf yang kemudian
dianalisa dan dihubungkan dengan belahan otak tertentu yang dominan berperan sebagai sistem operasi dan sekaligus menjadi mesin kecerdasan kita.
Pemindaian sidik-sidik jari saya berlangsung alot.
Entah mengapa jari manis kanan saya sulit terlacak. Error. Setelah berkali-kali dicoba, bahkan sampai diulang barulah
bisa terbaca oleh alat yang digunakan.
Teringat petugas eKTP yang mengambil sidik jari saya
dua tahun lalu. Petugas itu sampai berkeringat karena sidik jari saya sulit
terbaca pada alat scan yang
digunakan. Entah ada apa dengan sidik jari saya sampai sesulit itu
mendeteksinya secara elektronik.
Tak jauh dari tempat tes Stifin, sementara berlangsung
workshop sesi 1, dibawakan langsung
oleh Pak Farid Poniman – penemu konsep Stifin. Ia menceritakan tentang
keungguan konsep ini. Entah sudah seberapa banyak saya tertinggal tetapi saya
masih bisa menyimak sebagian penjelasannya sebelum masuk sesi berikutnya.
Peserta WSL 1 banyak sekali. Panitia berulang kali
menambah kursi untuk mereka yang baru datang, termasuk saya dan suami. Saya
memasang telinga baik-baik. Farid Poniman menyebut-nyebut tentang genetika, DNA,
dan gelombang otak.
Stifin menganut konsep kecerdasan tunggal. Kecerdasan
tunggal lebih mampu menjelaskan realitas otak dalam keseharian. Dalam konsep
Stifin, setiap orang memiliki seluruh otak, namun hanya ada satu yang memimpin.
Hasil tes Stifin menunjukkan adanya 5 mesin
kecerdasan, yaitu: Sensing, Thinking,
Intuiting, Feeling, dan Instinct. Dalam otak kita ada 5 jenis kecerdasan
itu tetapi hanya 1 pemimpinnya. Hasil
tes Stifin ini juga menjawab 2 pertanyaan ini: di mana letak belahan otak
dominan dan pada belahan otak yang dominan tersebut dimana lapisan otak yang
dominan.
Dari uraian yang diberikan penemu Stifin ini, bisa
ditarik kesimpulan bahwa mengetahui
mesin kecerdasan akan berdampak baik bagi diri kita karena yang dibaca adalah
keadaan genetika yang memang ada di dalam diri, bukan sekadar tebak-tebakan
kosong. Dari sini, kita bisa benar-benar mengetahui diri kita, mengekspos sisi
kekuatan dan meminimalisir sisi kelemahan.
Misalnya saja, Farid Poniman menjelaskan tentang perbedaan
tipe sensing dan intuiting. Orang sensing mengolah makanan menjadi otot
berwarna merah. Otot jenis ini menyimpan tenaga aerobik – untuk stamina. Itu
makanya, biasanya orang tipe sensing lebih kuat secara fisik.
Sementara orang tipe intuiting menyimpan makanannya
menjadi otot putih yang menjadi tenaga anaerobik. Oksigen yang tersimpan lebih sedikit.
Tenaga anaerobik cocok untuk proses kreatifitas. Orang tipe ini biasanya tidak
suka pekerjaan fisik.
Farid Poniman memberi lagi contoh dua orang dengan
tipe berbeda dalam berdagang pakaian. Keduanya mengambil pakaian di Pasar
Butung, untuk dijual kembali. Misalkan harga baju yang dibeli sama: Rp. 10.000.
Orang sensing langsung menjual kembali baju yang dibelinya walaupun dengan
mengambil untung hanya seribu rupiah per lembar. Orang sensing tidak sungkan
untuk menjajakan barang dagangannya.
Sementara orang intuiting, merasa enggan untuk
menjajakan barang dagangannya. Istilah Farid Poniman – orang intuiting merasa “terhina”
maka dia memodifikasi baju yang akan dijualnya dengan memberi tambahan aksesori
atau printilan (value added) semisal
payet atau bordir lalu dijual kembali seharga Rp. 50.000.
Ini bukanlah hal yang dibuat-buat atau menunjukkan ada
yang lebih bagus daripada yang lain. Bukan. Masing-masing tentunya punya
kekurangan dan kelebihan, hanya perlu dipahami dan dikontrol, juga
dimaksimalkan.
Farid Poniman yang juga penulis buku Kubik Leadership
(bersama Jamil Azzaini dan Indra Nugroho) ini menceritakan berbagai hal menarik
tentang tipe-tipe yang lain: feeling, thinking, dan instinct. Seperti ciri-ciri
fisik, chemistry, dan hubungan antara
antropologi dan mesin kecerdasan. “Beda orang, beda kodrat,” demikian pungkas Farid
Poniman.
Hm, menarik.
Saya mengamati penggolongan kepribadian tipe Hippocrates Galenus sejak tahun
1995 (penggolongan tipe koleris, melankolis, phlegmatis, dan sanguinis).
Mencoba mempelajarinya untuk mengerti diri saya dan orang lain. Ternyata teori
ini dapat juga dibedah menggunakan STIFIn, begitu pun penggolongan-penggolongan
lain yang dikenal dalam ilmu psikologi.
Rasanya baru sebentar saya duduk, sesi pertama sudah
harus diakhiri. Para peserta diminta untuk keluar ruangan, menunggu sesi kedua.
Makassar, 27 Februari 2015
Bersambung
Share :
Beruntung yah Mbak bisa datang ke acara inih. Kereeeen reportasenya, lengkap. Penasaran juga sama sidik jari saya :)
ReplyDeleteAlhamdulillah .. beruntung sekali, Mbak Oci.
DeleteIya, kapan2 ikut tes Stifin, Mbak :)
Mbak hasil tesnya apa? Saia terdeteksi T ni hehe :)
ReplyDeleteSaya Ie :)
DeleteSaia juga extrovert, paling gak nahan kalo ada tulisan diskon hihihi
DeletePada intinya kita harus yakin akan kapability dalam diri yang secara naluriah tentu telah disiapkan sang Pencipta...
ReplyDeleteSalam blogwalking dari Pulau Dollar
Yup dan untuk meyakininya, kita harus mencari potensi apa yang ada dalam diri kita :)
DeleteWaahhh rame banget yaa pesertanya
ReplyDeleteIya Mak :)
DeleteMak Niar masuk yg golongan mana mak sesuai pemindaian?
ReplyDeleteKlo secara fisik sepertinya saya tipe sensing, tp kok ya rada bisa masuk juga ke intuiting ya klo berdagang hehehee....
Saya Intuiting, Mak Uniek. Sbelum dites saya merasa feeling atau thinking ... dan ternyata saya salah hehehe.
DeleteWah bagus langsug ikut pelatihannya mak.... alhamdulillah k 3 anak kami sdh tes sidik jari dan jadi pegangan ortu buat mengarahkan capability dan bakat sm minatnya
ReplyDeleteAlhamdulillah .... moga ke depannya sgalanya makin baik, Mak :)
DeleteSebanarnya sih saya sedari dulu sudah tahu kalau saya termasuk orang intuisi
ReplyDeleteSebelum tes, saya mengira saya drive-nya introvert, ternyata tidak, Pak Edi. Saya tipe Intuiting Extrovert. Sy mengira, saya Feeling atau Thinking, tapi nyatanya bukan :)
Deleteasyik banget mak diundang ke acara workshopnya. saya pernah diundang jg, tp hrs bayar wkwkwk...
ReplyDeleteseru ya mak, saya br selesai baca bukunya yg 'penjelasan hasil tes stifin' dan 'stifin personality: mengenal kecerdasan & rumus sukses'. br jav aja yg dites sidik jarinya...
Ooh hihihi ... iya Mak, beruntung sayah :))
Deletewah bisa ya dicek keunggulan diri...
ReplyDeletesaya blm pernah dites pakai ini...
Potensinya yang dicek, setelah mengetahui potensi, kemudian bisa diasah menjadi keunggulan. Kalau tidak diasah ya, hanya menjadi potensi, bukan keunggulan :)
DeleteSenengnya mengikuti workshop psikologi ini bisa makin mengenali diri sendiri :)
ReplyDeleteIya Mak :)
Deletewah menarik ya seminarnya mak...itu sama dengan tes sidik jari yang untuk anak-anak? eh sama kita, aku juga ada yang susah terlacak sidik jariku, kata adikku kebanyakan nyuci atau ngupil haha
ReplyDeleteSekarang banyak diterapkan pada anak-anak, Mak tapi sebenarnya bisa untuk siapa saja. Kalau untuk suami -istri, bisa untuk makin mengharmoniskan hubungan, makin saling mengenali satu sama lain.
DeleteKala boleh memilih, saya memilih kebanyakan nyuci saya Mak Dedew hahaha *sembari buru2 narik jari turun dari idung*
menarik nih..pengen di tes juga :)
ReplyDeleteAyo tes, Mbak :)
DeleteWah, menarik ya. Dulu pernah denger juga dari kakak kelas tentang tes ini.
ReplyDeleteYup, menarik, Ila :)
DeleteJadi tidak hanya bisa diterapkan untuk anak-anak ya, Mbak, untuk orang dewasa, termasuk suami dan istri juga bermanfaat sekali agar sama-sama mengetahui kecenderungan secara psikologis sehingga semakin harmonis.
ReplyDeletemenarik, sangat menarik kak Niar reportasenya. Membaca tulisan ini saya jadi tertarik untuk mengikuti. Ada gak ya di Balikpapan? kebetulan saya senang sekali mempelajari kepribadian, baik diri sendiri dan orang lain :)
ReplyDeleteMantap reportasenya bu Niar, izin share ya....
ReplyDelete