Mini Market Lorong

Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu pertama.

4 dari 6 warung yang berada dalam radius 50 meter dari rumah
Dalam tahun ini sepertinya harga gula sudah naik tiga atau empat kali. Sebagai warga negara yang (mengakunya) baik, mau tidak mau ini (terpaksa) harus saya terima mengingat gula dibutuhkan setiap harinya sebagai pemanis teh melati di pagi hari.

Mau bagaimana pun berjingkraknya pergerakan harga gula, warung sebelah barat rumah adalah tempat favorit saya untuk membeli gula. Mau bagaimana pun naiknya, di warung pak Ardis inilah harga gula termurah dan terdekat lokasinya dari rumah kami.



Aneka kerupuk, keripik, dan cemilan anak-anak digantung
Sisi ini dekat sekali dari gang sebelah rumah, amat memudahkan orang untuk mampir
Air galon, aneka biskuit, sosis siap saji
Di warung Hj. Timang, di sebelah selatan rumah, harga gulanya termasuk murah pula, sama dengan harga di warung pak Ardis. Sebenarnya, di warung-warung yang menjual bahan kebutuhan pokok di dalam lorong-lorong di kota ini harganya memang segitu sebab pembelinya kebanyakan dari kalangan menengah ke bawah. Kalau dijualnya bersaing dengan harga mart-mart modern di luar sana, siapa yang mau beli?

Saat ini, baik di warung pak Ardis maupun di warung Hj. Timang, harga gula pasir Rp. 13.500 sekilonya. Gulanya putih dan manis. Bandingkan dengan harga di mart-mart baik besar maupun kecil itu, mana ada yang harga segitu sekarang. Paling murah sekitar Rp. 14.000.

Mata anak-anak saya berbinar-binar bila melihat aneka cemilan yang dijual pak Ardis. Harganya murah. Bila di mart modern beberapa cemilan berharga Rp. 600-an, di warung ini hanya Rp. 500. Cemilan yang di mart modern berharga lebih dari Rp. 1.000, di warung ini Rp. 1.000 pas. Cemilannya pun up to date, yang sedang diiklankan dijual di sini. Bahkan terkadang ada produk baru yang iklannya belum tayang, barangnya sudah dijual oleh pak Ardis. Begitu iklannya tayang di TV, anak-anak sini bisa pamer pada teman-teman sekolahnya bahwa mereka sudah merasakan cemilan itu J.

Setiap pagi, aneka kue basah dijual di warung pak Ardis. Ada donat (yang digoreng, bukan dipanggang) tabur meises, donat tabur gula halus, roti goreng, kue dadar, songkolo’ (penganan berbahan dasar beras ketan) bertabur kelapa, dan cake. 1 atau 2 kali seminggu ada produsen roti rumahan yang memasukkan aneka roti seharga Rp. 1.000 per bungkusnya. Ada pula roti tawar produksi bakery kelas menengah. Teman makan roti tawar pun tersedia, seperti margarin dan meises.

Alat-alat tulis: pinsil, pulpen, buku tulis, penghapus, rautan pinsil, dan buku gambar komplit di warung ini. Obat-obatan pun cukup lengkap: obat sakit kepala, obat flu, dan obat mencret ada. Bahkan vitamin untuk nyeri otot, vitamin C bentuk tablet dan cairan juga ada. Minuman energi sampai minuman isotonik ada. Minuman bersoda beberapa merek juga ada.

Mau susu dan teh (cair) kemasan? Ada. Susu beruang dan jus jambu pun ada. Sandal jepit aneka ukuran, pulsa elektrik, obat nyamuk bakar maupun cair, deterjen, sampo, tisu, tisu serbet, aneka kopi dan minuman instan lainnya pun ada. Komplitlah. Tak perlu susah-susah keluar ke jalan besar untuk mendapatkan barang-barang itu. Harganya murah.

Suatu ketika, adik saya yang sedang liburan bersama keluarganya membutuhkan batere kecil ukuran AAA. Awalnya saya ragu pak Ardis menjualnya karena biasanya kan batere itu dipergunakan untuk AC atau alat-alat elektronika. “Tidak ada deh kayaknya di sebelah,” kata saya. Rupanya saya salah, pak Ardis juga menjualnya!

Songkolo', donat, roti goreng
Aneka kue, gula pasir, terigu
Sandal jepit, permen
Itu baru di warung pak Ardis, di warung Hj. Timang pun cukup komplit. Ada beberapa jenis cemilan yang dijual Hj. Timang berbeda dengan di warung pak Ardis, seperti pop corn. Hj. Timanh juga menjual aneka bumbu kemasan ekonomis. Itu baru dua warung, dalam radius 50 meter dari rumah kami ada 6 warung. Jadi, untuk urusan memenuhi kebutuhan sehari-hari dan memanjakan (atau menyengsarakan?) lambung, bertempat tinggal di dalam lorong Rappocini ini cukuplah menyenangkan.

Warung dalam lorong memiliki 3 kelebihan yang pasti tidak dimiliki mart modern yaitu:

  1. Selama belum dipergunakan, barang bisa ditukar. Beberapa kali saya membelikan anak-anak cemilan. Sampai di rumah mereka protes, “Bukan yang rasa ini, Ma tapi yang rasa itu.” Terpaksa deh saya balik ke warung untuk menukarnya. Pemilik warung tidak keberatan sama sekali.
  2. Kalau uang tidak cukup atau tidak bawa uang, boleh membawa barangnya dulu nanti balik lagi untuk membayar.
  3. Bisa saling curhat dengan pemilik warung.
Hanya satu yang tidak menyenangkan. Ini saya anggap dampak buruk dari adanya warung-warung yang bertebaran ini. Yaitu: ancaman bahaya pola hidup kosumtif mengintai anak-anak saya. Anak-anak sekitar rumah saya terbiasa konsumtif. Kebiasaan jajan sudah seperti menjadi budaya bagi mereka. Biarpun sudah dibelikan jajan di pagi hari, di siang dan malam hari bisa saja Athifah minta jajan lagi.

Cara memintanya unik, “Ma, minta sesuatu!” Kalau saya menjawab dengan, “Itu ada sesuatu di meja makan. Ada kue kan yang dibawa Oma tadi.” Ia menjawab, “Bukan itu. Sesuatu, yang di warung!” Baginya “sesuatu” dalam kalimat itu artinya sangat khas, yaitu cemilan yang dijual di warung.

Saya biasa melihat anak usia 1 atau 2 tahun sudah biasa membawa lembaran uang Rp. 1.000 atau Rp. 2.000 untuk jajan di warung. Dan itu bisa berkali-kali dalam sehari. Saya pernah mendengar ada orangtua yang mengeluhkan kebiasaan jajan anak-anaknya. Herannya, ia mengeluh tapi diberi juga anaknya meski sambil mengomel.

Sebagai orangtua yang (mengakunya) baik, sudah tentu saya tak selalu memenuhi keinginan Athifah. Saya tak mau ia ikut-ikutan konsumtif. Saya berharap bisa melatih anak-anak saya menahan diri sejak kecil, untuk pembentukan kecerdasan emosional dan adversity quotient[i]-nya. Anak-anak kecil sekarang dalam sehari bisa menghabiskan Rp. 1.000 – Rp. 2.000 beberapa kali dalam sehari. Di saat usia remaja, kalau terbiasa bisa-bisa yang dihabiskannya Rp. 5.000 – Rp. 10.000 beberapa kali dalam sehari. Di saat dewasa bisa-bisa menghabiskan puluhan ribu sebanyak beberapa kali dalam sehari. Waduh.

Makassar, 10 April 2013

Postingan ini disertakan dalam #8MingguNgeblogAnging Mammiri

Silakan juga disimak:







[i] Adversity quotient: kecerdasan untuk bertahan hidup, saya suka menyebutnya dengan “kecerdasan ketangguhan”.


Share :

32 Komentar di "Mini Market Lorong"

  1. warung warung makin banyak
    di setiap sudut gang ada
    yang senang adalah anak anak walaupun bikin ibunya repot

    ReplyDelete
  2. sama mbak ...di tempatku juga anak2 kecil itu banyak yg udah pinter jajan...orang tuanya ya kok ngasih aja

    ReplyDelete
  3. Warung plus biro curhat ya mbak hahaha

    warung banyak anak senang, tapi ibune puyeng hehehe

    sukses kontesnya mbak Mugniar

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha iya ... kalo datang ke situ, saya saling curhat sama pemilik warung. Makasih mas Lozz

      Delete
  4. Ada kelebihan dan kekurangannya kak, jadi ingat dengan masa-masa kuliah dulu, depan kos ada warung jajanan, jadi kadang kalau dompet kering bisa ambil barang dulu, ada uang bayarnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama dong dengan warung di sini :) Warung yang bersahabat

      Delete
  5. Warungnya komplit ya..
    Mau dong songkolo'nya.. qiqiqi..

    ReplyDelete
  6. Krn harga murah & akses mudah, maka hati2 dgn cemilan tidak sehatnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya. Memang banyak makanan tak sehat dijual :(

      Delete
  7. kapan-kapan kalo saya ke makassar, diajak belanja ke mini market itu ya mbak,hehe

    pertanyaannya,"Kapan saya ke Makassar?"

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha boleh .. boleh.
      Nah, saya juga baru mau tanya :P

      Delete
  8. Wah mbanya sudah nyetor berapa nih... keren tuisannya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Soalnya tema ini yang paling saya kuasai kodong. Tema yang cocok untuk mamak-mamak hehehe

      Delete
  9. bersaing sama alfa mart kayaknya bund, kalo k makassar i2 toko tahambur bukan main banyaknya, ckckckck :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Edede jangan mi kalo mart2 itu ... ada mi mini market lokal yang duluan berdiri mati ka bagaimana letaknya hanya 5 meter dari mart modern itu :(

      Nah kalo warung2 lorong ini amanji kalo dalam lorong. Daripada keluar ki' beli baru mahal ji, mending beli yang di warung :)

      Delete
  10. Iya Mugniar, rumah yang berdekatan dengan warung, selalu menggoda anak-anak buat jajan tiada henti. Kita sebagai orang tua sebaiknya membuat kesepakatan, berapa uang jajan per hari dan jajan-jajan apa saja yang boleh atau tidak boleh dibeli...
    Ahahaha...saya mulai main nasihat lagi nih, maaf :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tida apa2 mbak Irma, namanya berbagi pengalaman kan?
      Iya benar, harus buat kesepakatan dengan anak2 kalo tidak mau jebol hehehe

      Delete
  11. Aku kira mart mart itu bisa kasih harga lebih murah, karena kan lebih kompetitif. Tapi ga juga ya ternyata.
    Sedih juga rasanya eksistensi warung disingkirin ama mini market modern T.T

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tergantung barangnya Na. Kalo macam Tango, choki-choki, mending beli di warung deh. Kalo di mart itu kayaknya kalo lagi promo memang murah. Nah, di warung2 harus murah barangnya karena pelanggannya kan dari strata menengah ke bawah

      Delete
  12. melihat barang jualannya, ingin saya borong semua :p
    boleh tidak saya minta 'sesuatu'? hihihi... anak-anak pintar yaaa ^^

    ReplyDelete
  13. Wahh senangnya melihat masih ada warung yang eksis ^^ Di sekitar rumah saya sudah pada gulung tikar, gak mampu bersaing dengan mart-mart itu...

    Oh ia, anan-anak sekarang sudah "pinter" pegang duit. Saya pribadi gak suka lihatnya. Saya takut jika nanti mereka besar semua hal akan mereka nilai dengan uang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waah di mana2 mart2 melalap usaha2 kecil ya.
      Anak2 akan semakin konsumtif kalo terbiasan jajan :|

      Delete
  14. di sekitar kostku malah nda ada warung kecil. di kantor yang lama malah ALFAMARTnya seberangan dengan kantor, jadinya lebih sering belanja di situ :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waah ngekos di manakah Nie? Kalo di sini banyak kos2an, warung juga banyak

      Delete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^