Kepergian yang Mendadak

Kepergian yang Mendadak - Beberapa waktu yang lalu, seorang pemuda meninggal. Kepergiannya sungguh mengagetkan keluarganya. Anak laki-laki satu-satunya ini meninggal saat tengah latihan di kesatuan Brimob, tempatnya mengabdikan diri beberapa tahun terakhir ini.

Di sore hari itu, ia sedang latihan menembak ketika ia tiba-tiba terjatuh. Kepalanya membentur bumi. Lalu dengan begitu saja nyawanya pun berpisah dengan raganya. Terbayang betapa sedih ibu, ayah, dan saudara-saudaranya. Lelaki muda harapan keluarga yang paginya segar-bugar, pamit hendak bertugas, pulang hanya berupa jasad tanpa detak jantung dan denyut nadi.

kematian

Syaikh Al-Ghazali, dalam “Mutiara Ihya’ ‘Ulumuddin” mengatakan:
Di antara manusia ada yang tidak mengingat kematian kecuali sedikit saja. Apabila ia mengingatnya, maka ia membencinya karena ketekunannya pada dunia. Mengingat kematian membuatnya bertambah jauh dari Allah SWT. Di antara manusia pun ada yang menghadapkan wajahnya kepada Allah SWT. Ia bertobat dari apa yang tidak sepatutnya. Maka mengingat kematian membuatnya bertambah takut dan bersiap-sedia, berbekal dan memenuhi kesempurnaan tobat. Maka orang ini tidak membenci kematian karena ketekunannya kepada dunia. Ia hanya membencinya karena sedikit bekalnya dan tidak ada kesiapannya. Kebencian ini bukanlah kebencian untuk bertemu dengan Allah SWT., bahkan itu tidak tercela. Ia menginginkan kehidupan untuk persiapan dan perbekalan. Kalau perbekalannya sudah cukup, maka ia menyukai kematian. Maka kematian mengantarkannya pada pertemuan dengan Allah SWT dan kedekatan pada-Nya Yang Maha Mulia.
Ada pun seorang arif senantiasa mengingat kematian, karena hal itu merupkan waktu yang telah dijanjikan untuk bertemu dengan kekasih. Kekasih tidak akan pernah melupakan janji kekasihnya. Yang seperti ini adalah hamba  yang menganggap lambat datangnya kematian. Sebagaimana diriwayatkan dari Hudzaifah ra., bahwa ketika kematian datang menjemputnya, ia berkata, “Kekasih datang dalam keadaan miskin. Tiadalah beruntung siapa yang menyesali kedatangannya. Ya Allah, jika Engkau tahu bahwa kefakiran lebih aku sukai daripada kaya, sakit lebih aku sukai daripada sehat, dan kematian lebih aku sukai daripada kehidupan, maka mudahkanlah bagiku kematian sehingga aku menemui-Mu.”
Derajat yang paling tinggi adalah menyerahkan urusannya kepada Allah SWT. Tidak memilih mati atau hidup untuk dirinya sendiri. Kecintaan padanya berakhir pada tingkat penyerahan diri. Ia tidak memilih apapun untuk dirinya sendiri, kecuali apa yang dipilih oleh kekasihnya.[i]
Kepergian yang mendadak. Siapkah?                                                                   
Makassar, 5 Agustus 2011


[i] Al-Ghazali, “Mutiara Ihya’ ‘Ulumuddin”, Mizan, 2008. Buku ini merupakan terjemahan dari “Mukhtashar Ihya’ ‘Ulumuddin”, ringkasan yang ditulis sendiri oleh beliau – sang Hujjatul Islam.


Share :

0 Response to "Kepergian yang Mendadak"

Post a Comment

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^