Meresensi Itu Asyik

Saya baru belajar menulis resensi sejak bergabung di grup Be a Writer (terima kasih ya BaWers), kira-kira 2 tahun yang lalu. Akhirnya jadi tertarik untuk terus belajar meresensi buku  karena:

1. Melatih logika untuk menelaah secara holistik.
2. Sekaligus melatih logika untuk menelaah secara parsial.
3. Bisa sedikit "bersedekah informasi" kepada pembaca mengenai buku-buku bagus (atau bisa juga sebaliknya, mengenai buku-buku yang tidak layak baca).
4. Kalau ikut lomba bisa mengasah semangat berkompetisi.
5. Kalau menang lomba bisa dapat hadiah (mulai dari yang nominalnya besar sampai yang sederhana).
6. Kalau dimuat di media yang menyediakan honor, dapat tambahan uang belanja.
7. Kalau tidak menang lomba atau tidak dimuat di media? Minimal melatih diri untuk menulis resensi dan setelah itu bisa dimuat di blog pribadi dan dibaca oleh banyak orang. Lagi-lagi menjadi "sedekah informasi". Sekali lagi, berbagi (tak harus materi, bisa juga informasi) tak pernah sia-sia.

Sumber gambar: www.toonvectors.com

Tantangan terberat dalam mencoba menulis resensi adalah kalau buku yang mau diresensi itu bagus, mampukah saya melukiskannya melalui tulisan bahwa buku itu memang bagus? Di sini berperan ilmu "seni merangkai kata dan logika (holistik dan parsial)" yang juga butuh wawasan. Bahagia rasanya kalau yang membaca mengatakan, “Jadi tertarik membaca bukunya setelah membaca resensi ini.”

Dan saya percaya, cara terbaik untuk bisa menuliskan resensi dengan baik adalah dengan terus berlatih menulis resensi dan membaca. Dalam dunia menulis, "jam terbang" itu penting.

Makassar, 2 Juli 2014

Share :