Terkait Hubungan Kita dengan Orang Tua Selama Pandemi

Terkait Hubungan Kita dengan Orang Tua Selama PandemiSemua orang merasakan tekanan masa pandemi ini, tanpa terkecuali. Termasuk para kakek dan nenek yang berusia 60 tahun ke atas. Reaksi para lansia beragam mulai dari yang tidak percaya, tidak peduli, hingga yang paranoid.

Kedua orang tua saya reaksinya berbeda. Ayah yang setiap hari nonton berita jumlah pertambahan penderita dan mempunyai catatan khusus pertambahan itu dari hari ke harinya lebih tenang. Tetapi saya sempat kalang-kabut juga sewaktu beliau keukeuh hendak ke masjid. Saya menceritakannya dalam tulisan Corona dan Orang Tua Kita.

Ibu saya menjadi paranoid. Memang dasarnya mudah sekali paranoid atas apapun di samping emosional, menyimak berita pandemi dan akibat yang ditimbulkan oleh virus corona ini, beliau jadi paranoid. Melihat anak-anak saya duduk-duduk di teras saja beliau gelisah, bolak-balik menyuruh mereka masuk ke dalam rumah. Saya pun digedor terus supaya menyuruh anak-anak masuk.


Setiap kali saya bilang tidak apa-apa toh cuma di teras tidak ke luar pagar, kasihan anak-anak masak mau dikurung terus, Ibu berdalih, “Banyak angin, nanti sakit.” Dan kalau saya tidak meminta anak-anak masuk, beliau akan tetap mondar-mandir memerintahkan anak-anak masuk ke dalam rumah.

Padahal di dalam rumah sepanjang hari, selama berhari-hari, terang saja anak-anak bosan, masak hanya duduk-duduk di teras sebentar saja sudah disuruh masuk lagi? Makanya mereka tidak menggubris permintaan omanya. Walaupun demikian tetap saja hal yang sama berulang setiap kali anak-anak duduk-duduk di teras.

Setiap hari, motor yang terparkir di teras harus cepat dimasukkan ke dalam rumah. Beliau uring-uringan dan bisa marah-marah kalau sudah masuk waktu isya sementara motor masih berada di luar. “Keadaan seperti ini, cepat masukkan motor!” Maksudnya, dalam keadaan semencekam ini sebaiknya motor cepat dimasukkan ke dalam rumah supaya perasaan tenang.

Kalau dipikir, apa hubungannya ya, terutama jika pagar sudah terkunci, sebenarnya kan aman saja motor terparkir di teras toh tak ada orang yang melempr virus corona dari luar pagar ke arah motor? Tapi begitulah orang tua, ya. Diikuti saja kemauannya.

Sebelum separanoid ini, ibu saya pernah suatu pagi tiba-tiba pulang sehabis berjalan-jalan ke sekitar rumah dan ngobrol dengan tetangga. Saya kaget karena tak menyadarinya ke luar rumah. Saya pikir beliau masih ada di dalam kamarnya. Saat itu, suasana sebenarnya sudah mulai “mencekam”, pembatasan ke luar rumah sudah sering digaungkan.

Ayah saya berusia hampir 80 tahun sementara ibu saya usianya sudah 77 tahun. Watak keras mereka masih melekat dan tetap butuh strategi menghadapinya. Saya tak selalu berhasil, ada juga konflik dengan keduanya namun sebagai satu-satunya anak yang tinggal dengan keduanya, tetap saya yang harus berusaha mengalah.

Kedua adik saya tinggal di luar kota, bukan hal mudah menghadapi kedua orang tua kami sehari-harinya tapi sebenarnya tak sulit pula jika mau berlapang hati. Namanya orang tua sendiri, kan, tentunya harus selalu berlapang hati.


Itulah makanya saya tertarik menyimak KulZoom (kuliah di Zoom) yang dibawakan oleh Bunda Elly Risman pada tanggal 9 Mei lalu. Apa yang disampaikannya saya tuliskan di sini, ya sebagai pengingat bagi saya dan siapapun yang mau belajar.

Pada masa pandemi Covid-19 ini, tentunya beragam masalah baru muncul. Entah itu terkait kehidupan ekonomi, keseharian yang harus selalu menuruti protokol kesehatan menghadapi virus corona, membersamai anak belajar di rumah, dan sebagainya.

Belum lagi permasalahan dari dalam diri yang mungkin juga muncul. Komplekslah pokoknya dan di luar semua itu potensi dinamika dan konflik bisa saja muncul dalam menghadapai orang tua. Namanya ujian kehidupan, ya tidak ada habisnya memang sampai ajal menjemput. Tinggal bagaimana kita menyikapinya.
 ”Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar,” 
pada awal materi Bunda Elly mengingatkan Qur’an surah Al-Baqarah 155 kepara peserta kulZoom yang jumlahnya melebih 1000 orang.

Banyak pula ayat-ayat di Qur’an mengenai pentingnya bertakzim kepada orang tua. Salah satunya adalah QS Al-Isra’: 23: 
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.”

Sementara materi kulZoom ini membahas mengenai “bagaimana memaknai Covid-19, terkait hubungan dengan kakek dan nenek”. Banyak yang membutuhkan materi ini sebab kondisi pandemi adalah transformasi besar-besaran ke dalam berbagai sektor kehidupan. Dan tentunya hubungan baik kepada siapapun harus tetap terpelihara, terutama dengan orang-orang tersayang.

Selanjutnya Bunda Elly bertanya kepada para peserta, apakah perasaan yang muncul sekarang semacam sandwich? Kita berada di tengah sementara di atas dan di bawah ditekan? Dari atas ditekan oleh kakek-nenek sementara dari bawah ditekan oleh anak-anak?

Istilahnya SANDWICH FEELING. Yang mana perasaan-perasaan tidak enak yang muncul bisa saja merupakan warisan dari masa lalu. Muncul dari luka-luka pengasuhan di masa lalu.

Sungguh topik yang bikin baper. Jika ingin menjadi manusia yang “bebas” perasaan negatif harus bisa dilepaskan. Bukan hal mudah jika menyangkut luka pengasuhan dan berhubungan dengan orang-orang terdekat.


Ketika di masa pandemi ini kita sepanjang hari berada di rumah, jangan sampai luka masa lalu mengganggu hubungan baik dengan orang tua. Kalau tak bisa keluar dari “beban masa lalu” tersebut, tentunya akan memengaruhi hubungan dengan anak dan keseharian kita. Kira-kira seperti itu tujuan pelaksanaan kulZoom ini.

Berkali-kali saya menangis menyimak pemaparan Bunda Elly Risman hingga hampir satu jam kemudian dan HP saya menjadi panas dan sampailah di penghujung acara. Bunda Elly bertanya tentang perasaan, mengajak memaknai, mengakui, self healing, dan memahami kondisi orang tua.

Beberapa pertanyaan “mengapa” di benak saya terjawab dalam kulZoom ini. Saya jadi bisa melihat hubungan antara anak dengan orang tua dengan perspektif yang berbeda. Selengkapnya pemaparan materi Bunda Elly mengenai materi Mengasuh Kakek Nenek di Era Covid-19 akan saya tayangkan di tulisan selanjutnya ya.

Makassar 20 Mei 2020



Share :

4 Komentar di "Terkait Hubungan Kita dengan Orang Tua Selama Pandemi"

  1. Nda sempatka ikut kulzoomnya ini, hadeh tugas negara lagi banyak-bamyaknya, padahal mauku ikut ��

    ReplyDelete
  2. Terima kasih, Kak sangat mencerahkan memang sudah tidak punya ortu di dunia lagi tapi paling tidak bisa empati ke tetangga yang sepuh

    ReplyDelete
  3. MaasyaaAllah. Sayangnya nda kutau ada acara ini. Padahal butuh sekaliki sekarang ilmu seperti ini.

    Nda dipungkiri, banyak sekali orang yang langsung parno berlebihan sejak merebaknya pandemi. Apalagi kalau sering nonton berita yang mengabarka n tentang korban pandemi. Tambah gelisahmi.

    Serba salah. Mau mengabaikan berita, kita juga butuh kabarnya. Aktif baca berita, eehhh bisa setres.

    Jadi salah satu cara memang harus mengelola hati.

    Btw, kalau ada acara-acara semacam ink, infokan naah 🙂

    ReplyDelete
  4. I can feel you mbaak, di rumah saya ada ibuk dengan penyakit komplikasi jd khawatir sekali apalagi kantor ibu belum memberlakukan WFH jd masih harus ke kantor dan berinteraksi dengan orang orang. Khawatir sekali apabila di kantor ada yg apatis tidak mau pakai masker dan jd carrier covid19. Semogaa pandemi ini segera berakhir, meskipun setelah berakhir kita dihadapkan pada new era yg jelas merubah kebiasaan dan prilaku kita dalam dealing dengan kemungkinan covid19 bisa timbul lagi.

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^