Sebelumnya, ada enam tulisan yang sudah saya publish mengenai TEDx
yaitu :
Tulisan ini merupakan lanjutannya ...
Masih ada film pendek yang diputar. Kali ini tentang bagaimana memulai
sebuah gerakan. Film pendek ini berlatar pantai. Sebagaimana kebiasaan di
barat, ada banyak orang yang tengah berjemur dan melakukan berbagai kegiatan di
pantai.
Seorang laki-laki tiba-tiba saja berjoget suka-suka di situ. Awalnya ia
kelihatan aneh. Orang-orang memandangnya tetapi ia tak peduli, ia tetap
berjoget dengan heboh. Kemudian ada seseorang yang ikut berjoget dengannya. Ia
melakukannya, sama hebohnya dengan lelaki pertama.
Kemudian beberapa orang mengikuti. Lalu berduyun-duyun orang, baik
laki-laki maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak, ikut berjoget dengan
hebohnya. Akhirnya, justru orang yang tak berjogetlah yang kelihatan aneh di
situ. Terjadilah sebuah “gerakan massa”.
Dalam sebuah gerakan, seperti yang dicontohkan dalam video itu, yang
memegang peranan penting adalah pengikut pertama. Seseorang takkan dikatakan
sebagai seorang pemimpin bila ia tak memiliki pengikut. Maka pengikut pertama amat penting bagi seseorang yang ingin
menjadi pemimpin. Pengikut pertama akan memancing pengikut-pengikut lainnya bergabung dalam
gerakan. Tanpa pengikut, tak ada pemimpin.
Zainal Siko Sumber foto: Facebook TEDx Makassar |
Orang keenam yang tampil memberikan presentasi adalah Zainal Siko – seorang pemerhati pasar lokal. Zainal
memaparkan banyak fakta mengenai pasar lokal, khususnya yang berada di
Makassar.
Menurut Zainal, ada 7 kebaikan (diistilahkannya dengan “keseksian”) pasar
lokal, yaitu:
- Dapat memberikan bahan makanan kepada masyarakat kota
- Indonesia adalah negeri agraris. Sayur, ikan, dan aneka “produksi” ditampung di pasar lokal
- Masyarakat lokal tergantung pada pasar lokal, terjadilah perdagangan
- Penyandang cacat bebas berinteraksi, keluar-masuk pasar lokal
- Jika sulit cari kerja, pasar lokal bisa menampung tanpa syarat
- Pasar lokal menghargai perempuan
- Pasar lokal menjadi sumber pendapatan asli daerah
Di Makassar ada 57 pasar lokal, masing-masing berbeda budayanya. Ada tutur
dan sapa yang khas di dalamnya.
Pasar lokal tidak akan pernah mati, karena di dalamnya:
- Ada tawar-menawar
- Bahan-bahannya segar
Kedua mata Zainal berkaca-kaca menceritakan kepentingan warga pasar yang
sudah diperjuangkannya selama belasan tahun. Ia sering menjadi tempat curhat
para pedagang pasar. Ia menceritakan warga pasar sebagai orang-orang yang “disakiti,
dikhianati, dan dijanji-janji”.
Presentasinya diakhirinya dengan ajakan, “Mari ke pasar lokal.”
Risnawati |
Risnawati S tampil sebagai wakil komunitas pemulung. Ia mengawali
presentasi dengan memperlihatkan sebuah video yang berlatar tempat di TPAS
(tempat pembuangan akhir sampah) Antang. TPAS ini, sebagaimana TPAS di daerah-daerah
lain, merupakan surga bagi para pemulung.
Risna mengingatkan betapa berbahayanya TPAS sebenarnya bagi para pemulung.
Karena jarum suntik bekas, kantung infus yang masih ada isinya, dan alat-alat
yang ada sisa darahnya dibuang begitu saja oleh rumah sakit. Tega sekali ya
pihak pengelola rumah sakit, tak mempertimbangkan bahaya ini?
Di video itu terlihat beberapa pemulung sedang mengais rezeki di lembah
sampah. Salah seorang pemulung (perempuan) bernama daeng Tia turun dari
timbunan sampah dengan menggunakan “alat bantu”, kelihatannya seperti kain
(kain seprei?) yang amat panjang.
Di situ juga ada anak-anak yang sedang mengais-ngais kardus bekas ayam
goreng merek terkenal. Duh, siapa pun
yang melihat tayangan ini pasti kan berkaca-kaca matanya. Miris! Menonton video
ini mengingatkan saya pada runtuhnya gunung sampah serupa itu di TPA Bantar
Gebang, Bekasi pada tahun 2009 lalu yang mengakibatkan meninggalnya beberapa
pemulung.
Risna dan teman-temannya membina anak-anak pemulung di PAUD (Pendidikan
Anak Usia Dini) dan teater. Banyak suka-duka dilaluinya. Salah satu
kesulitannya adalah ada kecenderungan beberapa anak ini meninggalkan sekolah. Ada
yang berhasil setelah dengan susah-payah dibujuk kembali ke bangku sekolah,
keluar lagi. Ditarik lagi, keluar lagi.
Namun Risna tetap bersemangat karena pada akhirnya ia melihat semangat
anak-anak itu dalam belajar. Satu semboyan yang mengharukan dari anak-anak itu
adalah, “Walaupun kita ada di tempat
sampah, kita bisa ji untuk Indonesia.”
Rizki De Keizer |
Pakaian adat, ada di dalam Museum Kota Makassar |
Ada makan siangnya looh :) |
Setelah presentasi dari Farid (sudah saya ulas di tulisan berjudul Yang
Tersisih, Yang Mengharumkan Nama Bangsa), rangkaian acara TEDx Makassar
ditutup dengan hiburan yang dibawakan oleh Rizki De Keizer dan sesi foto
bersama. Saya sangat bersyukur bisa menyaksikan TEDx Makassar 2012. Ada banyak
hal tentang Makassar yang baru saya tahu di ajang ini. Sukses TEDx Makassar,
semoga di tahun 2013 ini ajangnya tak kalah seru dengan ajang TEDx 2012.
Para speaker, foto bersama |
--- Selesai ---
Makassar, 2 Januari 2013
Catatan:
TEDx Makassar di social media:
twitter.com/TEDxMakassar dan facebook.com/TEDxMakassar.
Silakan juga disimak:
Share :
lokal juga tidak kalau dengan import ya mbak
ReplyDeleteIya mbak Lidya ... hanya saja harus jago nawar. Nah, saya gak jago urusan tawar-menawar :)
Deletewaaaaaah mauku liat itu video video semua
ReplyDeleteNdak ada pi kayaknya kalo ttg TEDx Makassar 2012
Deletemengerikan ya mbak kalo sampah rumah sakit di buang asal asalan begitu.
ReplyDeleteselama ini saya pikir sampah medis seperti itu dikelola khusus oleh pihak rumah sakit. Padahal bahaya sekali ya.
Tadinya saya pikir begitu juga mbak. Ternyata tidak ya, duh .... tega tega tegaaaa
Deletemasya Allah lagi2 menarik... sad eh...
ReplyDeleteterharu rasa senang itu mencampur.
:) mengaduk2 perasaan ya?
Delete