Acara diselenggarakan di gedung ini (di lantai atas) |
“Kak,
bisa ji kita’ ikut tanpa register kalo datang ki’ sekarang. Saya sudah ada di
Rotterdam mi.”
SMS
dari Nunu itu
masuk ketika saya sedang melangkah ke ruang tamu, hendak ke benteng Rotterdam.
Tetapi mulanya tujuan saya adalah membawa anak-anak ke acara Kids
Corner with Kampung Dongeng and Wendy Miller. Acara ini masih dalam
rangkaian Makassar International Writers Ferstival (MIWF) 2012.
Nunu
sedang menghadiri workshop Emerging Writers: Inspirations from Surrondings. Untuk
menghadiri semua workshop dalam MIWF,
diharuskan mengirim e-mail registrasi. Karena terfokus pada acara diskusi buku
kemarinnya, saya tak terpikir untuk meregistrasi. Baru dua hari sebelumnya
saya kirim e-mail ke panitia dan tidak ada jawaban sampai saat itu.
Luna Vidya, Aslan Abidin, dan Emil |
Emil membacakan cerpennya |
Membaca
SMS Nunu, seketika saya memutuskan mengikuti workshop. Anak-anak bisa dikawal
oleh suami saya.
Acara
sudah mulai saat saya datang. Ruangan itu tak penuh. Masih banyak kursi kosong.
Saya duduk menyimak.
Di
meja duduk John McGlinn, Anwar Jimpe Rachman, Rini Ismayasari (Maya), Emil Amir,
Aslan Abidin, dan bertindak sebagai host:
Luna Vidya.
Saya
melewatkan giliran Maya membacakan cerpennya. Cerpen Maya sarat dengan muatan
lokal Papua. Sepertinya ia satu-satunya cerpenis perempuan asal Papua. Maya
sendiri piawai bercerita tentang budaya Papua karena salah satu orangtuanya
berasal dari sana, yang seorang lagi berdarah Jawa-Sunda.
Anwar
Jimpe Rahman – sepertinya namanya sudah sangat familiar. Ia membacakan beberapa
puisinya. Salah satunya berjudul Ginjal Ganjil, terinspirasi dari kisah nyata
yang kalau saya tidak salah ingat tentang sebuah kejadian di Aceh.
Jimpe dan John, aduh sayang Maya tak tertangkap kamera |
Peserta menyimak dengan serius |
Emil
membacakan cerpennya yang pernah dimuat di Kompas. Cerpen itu berisi tentang
konflik keluarga berkaitan dengan upacara adat kematian rambu solo di Toraja.
Emil pernah nekat merantau ke Jakarta hanya untuk belajar membuat cerpen.
Menariknya, Emil yang orang Bugis ini belum pernah sama sekali ke Toraja.
John
McGlinn adalah penerjemah karya-karya para penulis yang tampil di panggung MIWF
ke dalam bahasa Inggris termasuk karya-karya Jimpe, Maya, dan Emil. Sebagai foreigner, ia fasih sekali berbahasa
Indonesia. Baginya, yang menarik untuk diterjemahkan adalah yang mengandung
unsur-unsur lokal. Kesulitannya adalah mencari istilah yang pas untuk istilah
yang tak ada padanannya dalam bahasa Indonesia.
Maya
dan Emil juga membagi kiat-kiat menulis mereka. Misalnya saja saat mengalami
kebuntuan, mereka memilih rehat sejenak, mengalihkan perhatian ke hal lain daripada
ngotot memaksakan menulis. Karena kalau tetap menulis, hasilnya tentu tak bisa
maksimal. Setelah itu, Emil membaca – bisa hingga 10 cerpen. Biasanya setelah
itu ia bisa mendapatkan kembali ide segar.
Seperti Luna Vidya yang bertindak sebagai kurator di MIWF, Aslan Abidin pun seorang kurator. Ia lebih banyak menyimpulkan hasil pembicaraan sebelumnya. Penuturannya lebih merupakan filosofi tentang bagaimana menulis hal yang mengandung muatan lokal dengan baik.
John McGlinn, sangat fasih berbahasa Indonesia |
Lantai atas ditempati "workshop", lantai bawah seperti ini isinya. |
Menarik
juga acara yang ternyata bukan workshop
ini. Sharing seperti ini
sangat berguna bagi orang-orang yang senang menulis. Apalagi acara ini mengajak
kita untuk menggali tema-tema lokal di sekitar kita.
Saya
pribadi pun sebenarnya sangat menyukai tema lokal daerah saya karena tema
nasional atau tema daerah lain sudah sedemikian banyaknya.
Luna
Vidya mengatakan, MIWF mengundang penulis-penulis berbobot seperti Emil dan
Maya agar bisa memicu semangat mereka untuk tetap berkarya dengan mengusung
nilai-nilai lokal. Tantangan penulis muda/pemula adalah mereka bisa saja
berhenti menulis saat tidak mendapatkan apresiasi yang layak.
Mudah-mudahan
ke depannya semakin banyak bermunculan penulis-penulis dari Sulawesi Selatan
khususnya dan dari Indonesa timur pada umumnya yang mengusung nilai-nilai lokal
daerah mereka dalam karya-karya tulisnya. Mudah-mudahan mereka bisa bertahan
hingga kapan pun dan mudah-mudahan MIWF di tahun-tahun mendatang semakin
berbobot penyelenggaraannya.
Makassar, 20 Juni 2012
Silakan dibaca juga:
Share :
mbak mugniar juga bakalan jadi penulis hebat nih
ReplyDeleteAih, terimakasih mbak Lidya. Aamiin :)
DeleteAmiiin...
ReplyDeleteMbak Niar aktif sekali ya ikutan event menulis :D
Secara tak sengaja ikut yng ini Na. Makasih ya :)
Delete