Showing posts with label Indahnya Menikah. Show all posts
Showing posts with label Indahnya Menikah. Show all posts

Unforgettable Journey: Bulan Madu Berpanjangan

Saya tak mungkin melupakan Riau. Hanya selama dua setengah tahun lebih saya di sana tapi banyak kenangan manis yang masih membekas. Makanya sewaktu berita kabut asap kembali menjadi bencana baru-baru ini, saya ikut sedih juga. Rasanya seperti sebagian jiwa saya masih ada di sana teriris-iris. Lebay ya, tapi begitulah adanya.

Usai rangkaian acara pernikahan pada bulan April 1999, saya mengikuti suami ke Riau. Tepatnya di kota Minas, kira-kira 30-an kilometer dari Pekanbaru. Saya merasa excited sekali waktu itu. Ke tempat jauh, di tengah hutan berlingkungan modern, tinggal dengan suami … wow, ini namanya bulan madu berpanjangan.

“Konsolidasi” internal suami istri

Dengan sukacita saya menyiapkan keperluan yang harus dibawa. Bukan hanya pakaian, saya juga membawa buku-buku resep masakan buat bekal belajar masak. Baru belajar masak? He he he iyaaah. Yang penting ada keinginan belajar, kan?
Baca selengkapnya

Dua Menjadi Satu

“Aku cerita ini ke Niar karena nggak mungkin cerita ke keluargaku. Kalo Aku cerita dan besok-besok Aku sudah baikan sama masku, sudah sayang-sayangan lagi, mereka masih marah sama masku .. kan malu.”

Saya masih mengingat perkataan seorang sahabat saat saya masih di perantauan dulu. Ia bukan menceritakan aib suaminya. Bukan. Ia hanya sekadar curhat mengenai perbedaan pandangan yang biasa terjadi antara pasangan suami-istri yang menimpanya kala itu.

Saya bisa melihat permasalahan itu dengan proporsional, tentu akan berbeda bila yang mendengarnya keluarga dekat sahabat tersebut. Keluarga dekat selalu bersedia tampil sebagai pelindung dan pembela, apapun masalah yang terjadi.
Baca selengkapnya

Maaf Suamiku, Porsi Cinta Untukmu Kukurangi

Dear suamiku,

Benarlah kata-kata bijak yang mengatakan bahwa mencintai seseorang tak boleh berlebihan. Bahkan agama kita mengajarkan, cinta kepada seseorang harusnya dilandaskan oleh cinta kepada Allah.

Mengapa?
Karena cinta yang dilandaskan oleh cinta kepada-NYA pasti berdasarkan perjanjian yang kuat (mitsaqan ghalizha) yang pembangunnya merupakan iman yang tak akan goyah walau diterpa badai yang teramat dahsyat sekali pun.

Suamiku, waktu yang kita lalui bersama selama hampir 15 tahun ini telah memperkaya pengalaman dan pengetahuanku akan berbagai hal. Masih kuingat hari pertama pernikahan kita, saat pertama kali kusimpan bajumu berbaur dengan pakaian-pakaianku. Saat itu, tiba-tiba saja ada aroma lain dalam lemari itu. Seperti aroma khas seseorang tapi bukan aroma khas dirimu yang baru kuindra hari itu. Aroma apakah itu? Hm, sepertinya itu aroma “jodoh” kita berdua. Ya, gabungan dari aroma khas kita, yang bergabung dalam lemariku.
Baca selengkapnya

Benang Merah, Ketika Sepasang Hati Bertemu

Membolak balik buku yang berjudul sama dengan judul tulisan ini, siapa pun yang menyimaknya dengan baik akan mendapatkan quote yang berhikmah tentang apa itu pernikahan dan apa yang diharapkan penulisnya melalui pernikahan.

Simak saja quote-quote berikut:

Pernikahan memang terlihat tidak mudah karena kita hanya bergelut memikirkannya. Namun bila kita berani bertindak dan berani mengambil resiko serta tanggung jawabnya, insya Allah akan selalu ada jalan atau solusi. Bukankan Allah SWT juga telah menyatakan bahwa pernikahan akan membuka pintu rezeki, jadi mengapa harus takut menikah dalam keadaan tidak mapan? Bukankah menikah adalah tindakan mulia daripada terus melanglang buana yang tidak tentu arah?
(Irda Handayani, Medan, dalam “Rahasia Allah SWT di Balik Jodoh” di halaman 32).
Baca selengkapnya

Kalau Bukan Saya, Siapa Lagi?

“Saya sudah bawakan air tadi, kenapa belum diminum?” ujar saya kepada suami yang sedang terbaring di kamar Affiq.

Saya sedang dalam kondisi super ribet. Affiq dan Athifah masih selalu harus dikomando untuk mengerjakan berbagai rutinitas, termasuk sebelum tidur. Walaupun sudah kelas 1 SMP, Affiq masih harus dipandu setiap hari. Apalagi Athifah. Terlebih lagi si bungsu Afyad.

Afyad malah mulai menampakkan kerewelan. Ia biasa begitu bila sudah mengantuk tetapi belum merasa nyaman tetapi tidak juga mau naik ke peraduan. Sebenarnya ia sudah di atas ranjang tadi dan sedang tertawa-tawa setelah susunya habis tapi melihat saya ke luar kamar karena hendak menengok papanya yang sedang terbaring di kamar Affiq, ia keluar lagi.

Afyad menunjuk-nunjuk ke arah ruang makan. Saya tak mau. Karena biasanya dia “melampiaskan” ketidaknyamanannya di sana dengan berbagai cara. Padahal saya hendak menerapi papanya dengan alat terapi accupoint kami guna meringankan gejala flu berat dan demam yang sedang dideritanya.
Baca selengkapnya