Mendulang Amal Melalui 63 Orang Anak

Ibu haji Mari, pengelola panti asuhan An-Nur
 sedang memangku Putra Andika,
ia merawat anak cacat itu dengan ketulusan seorang ibu

Memasuki panti asuhan An-Nur yang beralamat di jalan Rappocini Raya nomor 39 ini, terlihat ayunan bayi dan sebuah baby walker yang menyambut di bagian depan panti. Selang beberapa menit kemudian, keluarlah anak pemilik sekaligus pengasuh panti yang kebetulan bernama sama dengan saya ‘Niar’.
Niar kemudian memanggil ibunya, Hj. Mari. Menggendong seorang anak laki-laki berkulit putih bersih, Hj. Mari menyongsong kami, mempersilakan kami duduk di kursi tamu tua yang ada di situ.

Panti asuhan tepi kanal
Panti asuhan An-Nur, tampak depan
Struktur pengurus panti
Panti asuhan itu mengasuh 63 orang anak asuh. Beberapa dari mereka sudah berada di situ sejak masih bayi. Bahkan ada salah seorang dari mereka yang sebelumnya ditolak oleh beberapa panti asuhan lain karena saat itu sedang sakit kulit (orang Makassar menyebutnya puru, kemungkinan cacar), hanya Hj. Mari yang bersedia menampungnya, “Biarlah, Saya ikhlas merawatnya.”
Putra Andika
Yang digendong oleh Hj. Mari bernama Putra Andika, ia dirawat sejak bayi. Bocah berusia 8 tahun ini terpaksa masih harus digendong ke sana ke mari karena lumpuh. Selain lumpuh, ia pun tak bisa bicara, juga buta. Bukan hanya itu, ia pun sulit menelan makanan. Hj. Mari berkata, “Ada lubang di dalam situ, saya baru memperhatikannya,” seraya menunjuk ke arah tenggorokan Andika melalui mulutnya yang menganga. Entah apa maksudnya dengan 'lubang' itu. Tunggu sebentar ... sepertinya batas antara rongga hidung dan rongga mulutnya tidak sepenuhnya tertutup. Mungkin itu pula yang menyebabkan bentuk hidung Putra Andika agak berbeda, sepertinya agak melesak ke dalam.
4 orang anak panti berseliweran di sekitar kami
Bagaimanakah kalian akan menatap masa depan?
Seperti inilah kanal tepat di depan panti
Mungkin sudah hampir sepuluh kali bocah itu keluar-masuk rumah sakit. Pengurus panti tak ada yang sanggup merawatnya dengan sabar. Hanya Hj. Mari seorang yang merawatnya seolah merawat bayinya sendiri. Menatap Andika ia berkata, “Sebenarnya Saya ingin membelikannya kursi roda. Tapi harganya masih terlalu mahal. Yang murah saja sekitar dua juta rupiah. Saya tawar satu setengah juta, tidak bisa. Pernah ia buang air besar pada pukul dua dini hari, sementara Saya sedang sakit. Hanya Saya yang bisa merawat anak ini. Nanti kalau saya sudah tak ada, bagaimana nasibnya?” Ada titik-titik air menggenang di pelupuk matanya.
Panti asuhan  'tepi kanal' An-Nur,
              Jl. Rappocini Raya no. 39 Makassar
Sambil memangku Andika yang sesekali tersenyum ia berkata,  “Waktu naik haji dulu, Saya berjanji sama Allah, akan menampung anak-anak yatim-piatu jika bisa membeli rumah. Begitu rumah ini terbeli, maka Saya laksanakan niat Saya menampung anak-anak ini. Biar Allah nanti yang membalasnya.”  Tatapannya beralih ke arah seorang bocah perempuan usia tiga tahun, “Anak ini senang bermanja-manja dengan saya, sudah pintar minta dibelikan gelang. Sebenarnya ada yang mau ambil tapi Saya bilang nanti saja kalau sudah agak besar. Kalau masih terlalu kecil dia nanti menangis.” Ya Allah, ia sudah merasa seperti ibu kandung bagi anak-anak ini. Kalau orang lain mungkin dengan senang hati akan segera melepas siapa saja anak yang sudah diinginkan orang untuk diangkat anak. Tapi tidak bagi ibu ini, ia berpikir jika agak besar, si anak akan lebih mudah berpindah tempat tinggal.
Jembatan Rappocini, sekitar 30 meter dari panti
Hanya sebentar saya, suami saya, dan Athifah di panti asuhan An-Nur untuk mengantarkan amanah seseorang. Namun hati saya tersentuh demikian dalam. Menatap wajah Andika yang putih bersih dengan segala kekurangannya. Memaknai keikhlasan ibu Hj. Mari bersama Niar dan keluarganya dalam merawat 63 orang anak terlantar. Dan Menyaksikan keceriaan beberapa bocah yang bermain di sekitar saya.
Saat kami berpamitan Hj. Mari berkata, “Terimakasih. Mudah-mudahan kita’ panjang umur.” Maksudnya ‘Terimakasih. Mudah-mudahan anda panjang umur’. Saya tersenyum dan membalas, “Amin. Insya Allah.” Saya yang harusnya berterimakasih ibu Hj. Mari, hari ini saya berkesempatan mendapat pelajaran berharga melalui ketulusanmu berada di antara anak-anak itu.
Sesampainya di rumah saya mengirim SMS kepada sang pemberi amanah, “Saya sudah ke panti asuhan menyampaikan infaqnya. Terimakasih telah berbagi amal dengan Saya.”
Makassar, 8 Oktober 2011

Note:
Jika Anda ingin berpartisipasi dengan menyumbangkan sebagian rezeki Anda kepada Panti Asuha An-Nur ini, donasi Anda dapat ditransfer ke nomor rekening berikut:
-          0082854865, BNI cabang Mattoangin, atas nama Hj. Dg. Mari
-          0050-01-053078-50-8, BRI Ahmad Yani, atas nama panti asuhan An-Nur


Share :

4 Komentar di "Mendulang Amal Melalui 63 Orang Anak"

  1. I like it.
    sy ada saran k', share tulisan kk ke peduli kasih indosiar. di indosiar.com, siapa tahu mereka bisa bantu dana dan biaaya pengobatan andika. Indosiar salah satu stasiun TV yg sgt peduli dgn penyandang disabilitas. Karyawan2 di sn juga ada bbrp yg penyandang disabilitas tmasuk salah satu manager d sn.

    Untuk kursi roda, ada yg murah kok k'. ga sampe 2 jutaan.

    ReplyDelete
  2. Oh begitu ya Nu ... indosiar.com?

    ReplyDelete
  3. Tulisan di atas tertanggal 8 Oktober 2011. Sudah hampir 2 tahun.
    Bagaimana kabarnya dan perkembangan Panti Asuhan An-Nur tersebut?
    Sekedar info, barusan saya transfer Rp. 300.000,-
    Rp. 100.000 untuk fidya ibu saya dan Rp. 200.000 untuk sodaqah buat anak2 panti.

    Semoga bermanfaa.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Masih seperti dulu. Masih ramai dengan anak2 :)
      Alhamdulillah, smoga bermanfaat :)

      Delete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^