Saya menyebutnya "polisi tidur abal-abal". Mungkin tujuan pemasangnya baik, yaitu untuk melindungi warga, khususnya anak-anak dari pengendara yang brutal. Di dalam gang sini, anak-anak bermainnya di mana saja. Biasa juga mereka bermain persis di perempatan, tak ditegur orang dewasa sehingga jika ada orang berkendara mau lewat, orang itu justru yang harus berhati-hati.
Beranda / Memantaskan yang Pantas
Showing posts with label Memantaskan yang Pantas. Show all posts
Showing posts with label Memantaskan yang Pantas. Show all posts
Seolah Dia yang Punya Jalan
Seolah Dia yang Punya Jalan - Melalui lorong kecil dengan mengendarai sepeda motor, ketika bapak tua itu sedang berjalan di tengah lorong (gang) selebar 1,5 meter, harus bersabar menunggunya berjalan dengan pelan. Setiap melihatnya saya mengingat film Mr. Bean episode tangga dengan sejumlah kakek-nenek yang berjalan pelan menuruni tangga sementara di Mr. Bean butuh berjalan cepat untuk turun.
Yang Pertama Adalah yang Terbaik
Yang Pertama Adalah yang Terbaik - “Siapa di sini yang sudah dua kali menikah?” tanya seorang kawan cowok yang duduk di samping saya kepada teman-teman cowok lainnya pada sebuah pertemuan reuni. Dia sendiri sudah dua kali menjalani pernikahan.
Pelecehan Seksual Bukan Lelucon
Berita mengenai pelecehan seksual yang
dilakukan 3 siswa dan 2 siswi SMK terhadap seorang siswi teman sekelasnya di
dalam kelas, di sebuah sekolah di Sulawesi Utara membuat saya terhenyak dan
mata saya berair. Berita televisi yang saya saksikan itu membuat perasaan saya
tercampur-aduk. Antara sedih, perih, dan marah.
Outbound Sekaligus Wisata Camping untuk Team Building
Outbound Sekaligus Wisata
Camping untuk Team Building - Seorang
konsultan pendidikan pernah mengatakan seperti ini, “Anak-anak kita terbiasa
diajar untuk berkompetisi. Mereka jago berkompetisi di sekolah. Tetapi
sayangnya anak-anak kita tidak diajarkan bagaimana bisa bekerja sama dengan baik
dalam sebuah tim.”
Rokok Harus Mahal untuk Selamatkan Bangsa
Rokok Harus Mahal untuk Selamatkan Bangsa - “Tabe’,
asap rokok ta’,” tegur saya tegas kepada seorang laki-laki yang berdiri
dekat saya. Tangan saya sibuk menghalau asap dari rokok yang jaraknya kurang
dari 50 cm dari hidung saya. Lelaki itu, saya duga dari wajahnya, usianya lebih
muda daripada saya. Saat itu saya sedang duduk dan dia berdiri di dekat saya.
Kami tengah menonton liga futsal antar angkatan 87 dan 88. Liga futsal yang
saya maksud merupakan rangkaian kegiatan HBH (Halal Bihalal) Ikatan Alumni Fakultas
Teknik Universitas Hasanuddin, belangsung di Gedung Futsal milik sebuah BUMN pada tanggal 18 Juni lalu. Untungnya lelaki tadi
berpindah menjauhi saya. Kalau tidak, dia mungkin akan melihat senioritanya ini mengamuk.
Songsong Tantangan Masa Depan Bersama dengan Oleh-Oleh Khas Kekinian
Saat
ini sedang marak dibicarakan mengenai artis-artis yang buka toko kue, seperti di
kota Makassar. Di Makassar ada Bosang (milik Ricky Harun) dan Makassar Baklave (milik Irfan Hakim). Saya menghadiri undangan soft launching kedua
toko kue yang mengusung brand yang
sama dengan nama toko kuenya tersebut. Sebagai undangan, saya sangat menghargai tuan
rumah dan seperti biasa, saya menuliskannya ke dalam blog ini. Tentu saja saya
tak akan menjelek-jelekkan tuan rumahnya tetapi saya berusaha menuliskan review dengan jujur. Kalau enak, pasti
saya bilang enak. Kalau ada ganjalan terkait rasa, akan saya tuliskan juga.
Karena Setiap Ibu Berhak Bahagia
Lagi-lagi
membahas kontroversi antara ibu bekerja dan tidak? Mau sampai kapan? Well, barangkali ada yang bertanya
seperti itu ya waktu membaca tulisan saya yang dimuat di rubrik Mimbar Kita,
Harian Amanah pada Hari Ibu lalu.
Saya
hanya bermaksud menuliskan hal-hal yang berkembang dalam pemikiran saya. Siapa
tahu ada yang mau diajak untuk berhenti memperdebatkan masalah kontroversi itu.
Sebab pada kenyataannya setiap orang punya alasan berbeda untuk pilihannya dan
tak ada yang berhak menghakimi. Tak ada orang yang berhak mengklaim dirinya
yang paling benar lantas kemudian saling mengolok-olok satu sama lain. Karena
alasan:
Dua Masalah Besar Anak-Anak Bangsa Ini
Bahwa sosialisai kebiasaan mencuci tangan itu sering
didengungkan, itu baik. Karena mendatangkan manfaat. Menurut penelitian oleh
Stephen P Luby, Mubina Agboatwalla, Daniel R Feikin, John Painter, Ward
Billhimer MS, Arshad Altaf, Robert M Hoekstra, resiko diare dan infeksi saluran
pernafasan bisa dikurangi lebih dari setengahnya dengan kebiasaan cuci tangan
pakai sabun.
Namun sayangnya, bagi sebagian anak cuci tangan
merupakan kemewahan, tidak seperti sebagian yang lainnya. Bila Anda ingin berpartisipasi untuk mereka,
bisa dengan menonton video di posting-an
berikut: Masa
Kecil Anak Ikut Tentukan Masa Depan Bangsa. Cerita lengkapnya tentang pentingnya
menjaga kebersihan bisa pula dibaca di sana.
Memandang Hal yang Sama, Harus Ada yang Dipersamakan
"Membaca koran jangan asal baca, baca apa yang ada di baliknya," itu pesan Pak Subari Waluyo - guru Fisika saya sewaktu SMP.
Waktu
pencapresan kemarin sampai sekarang pun berseliweran segala bentuk pendapat.
Saya mengamati saja, beberapa. Saya punya pilihan sendiri tapi saya memilih
untuk tidak ikut-ikut nyetatus.
Beda
dengan suami saya. Dia punya cara sendiri dalam berpendapat. Saat seorang
sahabat mengatakan, "Waah pilihannya (maksudnya: suami saya) kalah, Kak
Niar!" Saya mengatakan, pilihan saya dengan suami sama. Kami pendukung
capres yang sama.
Bebas Is … Bablas?
Kadang-kadang
saya merindukan ketenangan zaman orba dulu lho. Masa ketika orang-orang saling
hormat. Rakyat biasa menghormati petingginya walau dalam tataran sikap saja di dalam
hatinya meleletkan lidahnya.
Ini bukan berarti saya ingin balik ke zaman itu.
Bukan. It’s not my point. Roda harus
berputar. Zaman harus berganti. Kita tentu tak mungkin stuck di satu waktu. Hanya sekadar ingin bernostalgia, seperti menostalgiakan
keadaan zaman sekolah yang kurang tanggung jawab – ketika itu tanggung jawab
hanya belajar. Itu kan bukan berarti saya pengen balik ke zaman putih abu-abu.
Tidak mungkin kan? Sekarang saya sudah punya 3 anak. Jadi, sekadar bernostalgia
boleh, dong.
Orang-orang
di zaman kini banyak yang suka kebablasan. Mengkritik sih boleh-boleh saja asal
pilihan katanya bagus, alasannya masuk akal. Lha ada orang yang bukan mengkritik, jadinya malah menghujat orang
lain yang tadinya tak masuk dalam ranah yang hendak dikritiknya. Atau kalau ada
yang tersinggung dengan kritikan orang lain, dia lantas menghujat dengan
mengeluarkan kata-kata kasar tanpa dasar.
Introvert Itu Keren Juga, Lho!
Saya
tahu diri kalau saya introvert. Pernah tes kepribadian, cara Florence Littaeur
itu (Personality Plus), introvert
adalah salah satu poin kepribadian saya.
Baru-baru
ini dapat link tentang mitos seputar
orang introvert yang terbantahkan secara elegan. Seperti:
Orang introvert sering
berkepribadian negatif, contoh: kerap depresi
Berdasarkan
sebuah buku, artikel dalam link itu
menuliskan bantahannya atas mitos itu:
Ini anggapan yang berasal dari kaum extrovert.Walau bagaimanapun, lebih banyak orang extrovert di dunia ini, dan merekalah yang ‘menciptakan’ stereotype ini. Orang extrovert yang memasuki area introvert misalnya kesendirian, akan merasa tidak nyaman, sedih, dan sebagainya. Lalu mereka membayangkan bagaimana dengan orang introvert yang sudah berada di area tersebut sepanjang hidup mereka? Bagi orang introvert, kesendirian tidak selalu berarti kesepian.
Tanyakan Diri, Apa yang Mengganggu
Perasaan tak enak itu mengganggu. Tertahan, tak terdefinisi dengan baik,
bisa menyebabkannya terlampiaskan di tempat dan saat yang salah. Walau
terkadang terjebak di dalamnya, saya tak suka. Misalnya ketika rasa tak enak
itu mewujud dalam bentuk sindroma pra haid. Perubahan hormonal dalam tubuh
membuat perasaan tak nyaman muncul. Perasaan tak nyaman menyebabkan letupan
emosi. Malah konon ada perempuan yang sampai tega menganiaya suaminya sendiri,
baik secara psikis maupun secara fisik.
Konon di Amerika Serikat dan Inggris, kasus amuk istri bertambah dari waktu
ke waktu. Di Indonesia pun sering terjadi hanya saja korbannya enggan
menceritakan. Perempuan yang tega menyiksa suaminya, biasanya tega pula
menyiksa anaknya. Jika diteliti kepribadiannya, si ibu normal-normal saja. Yang
bisa ditelusuri adalah penyebabnya, biasanya akibat kondisi rumahtangga atau
hubungan kurang serasi antaranggota keluarga. Na'udzu billah, mudah-mudahan tidak tergolong perempuan seperti ini.
Tak Selamanya Buah Jatuh Dekat dari Pohonnya
Sebuah buku penuntun menuju pernikahan dan menjalani pernikahan yang
bahagia membuat sebuah kesalahan. Di dalam buku itu dikatakan bahwa jika
memilih calon istri, lihatlah ibunya. Bagaimana sang ibu, baik atau tidak,
begitu pula anaknya.
Saya tak
mengatakan pendapat ini salah. Bukan. Pendapat ini ada benarnya tapi tak berarti mutlak benar. Ungkapan “buah jatuh tak jauh dari pohonnya” atau like father like son (like mother like daughter) tak selamanya berlaku. Telaah sekitar kita baik-baik. Ada ibu yang
sangat sabar memiliki anak yang begitu pemarah. Sebaliknya, ibu yang teramat
pemarah belum tentu menghasilkan anak sama pemarahnya dengan dirinya.
Cerita-cerita dramatis dalam sinetron bisa saja terjadi di kehidupan
nyata. Seorang ibu bisa menjadi “pembantu” anak kesayangannya. Sebaliknya,
seorang anak tak berharta bisa menjadi pembantu rumahtangga orangtuanya.
Sungguh bukanlah hal yang terbayangkan oleh orang-orang yang memiliki kehidupan
normal.
Habis Main, Rapikan Ya
Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging
Mammiri, minggu keenam.
“Habis main, rapikan ya!”
Itu titah saya bila teman-teman Athifah datang bermain. Bukan tanpa alasan
saya harus menjadi galak saat mereka ada. Jika tidak, semua mainan
diporak-porandakan oleh anak-anak ini. Untuk mengambil mainan saja mereka mesti
mengeluarkan bunyi “BRAK” dan “BRUK”, tidak ada halus-halusnya.
Pertama kali menerima mereka bermain di rumah, saya stres karena harus
merapikan sendiri mainan yang berhamburan di mana-mana dan juga kursi-kursi
yang tergeser ke sana ke mari. Jauh lebih berantakan dibanding jika yang
bermain anak-anak saya saja. Makanya saya harus membuat aturan dan tak
bosan-bosan mengingatkan anak-anak ini. Sebab jika saya lupa mengingatkan, bagi
mereka itu berarti “boleh tak merapikan”.
Godaanmu Menggangguku
Sebelumnya, mohon maaf kepada orang-orang
yang merasa terkait dengan kisah dalam tulisan ini. Bukan bermaksud membongkar
aib masa lalu. Melainkan sebagai pengingat kepada yang lain sekaligus ini
merupakan kesempatan bagi saya untuk menjelaskan alasan dari sikap saya saat
itu. Mengingat kisah ini sesuai tema “dua sisi” maka tulisan ini
diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging
Mammiri, minggu keenam.
Mungkin kebanyakan orang yang mengenal saya mengira sikap saya bisa
selamanya seperti ini. Saya tak suka berdebat. Dalam berbicara, suara saya
cenderung kecil. Saya tak suka konflik. Saya sering kali ingin menyenangkan
semua pihak, tak kuasa berkonfrontasi dengan siapa pun. Sebagian orang mungkin
mengira saya tipe orang yang hanya bisa diam dan menangis bila terganggu.
Padahal tidak selalu demikian. Saat hal prinsipil dalam diri saya diusik,
saya bisa bersikap keras, laksana harimau yang mengaum dan mengambil ancang-ancang
untuk membalas. Inilah sisi lain dalam diri saya yang tak banyak diketahui
orang.
Apakah Semua Pakaian Harus Diseterika?
Apakah semua pakaian yang sudah dicuci harus diseterika?
Tidak! Siapa
yang mengharuskan?
Tapi kan ...
Tapi kan apa?
Apakah ada
orang yang terkena penyakit yang amat berat hanya karena pakaiannya tak
diseterika?
Tidak.
Apakah ada
orang yang terkena bencana maha dahsyat gara-gara pakaiannya tak diseterika?
Tidak.
Menahan Geliat Miras di Dunia Maya
Syukurlah, hal yang saya takutkan tidak terjadi pada tahun ini. Bulan Februari
tahun lalu, minuman keras (miras) beriklan di dunia maya! Panel sisi kanan
facebook gencar mempromosikannya dalam beberapa bentuk, salah satunya bertema valentine. Sepanjang hari iklan-iklan itu
muncul berkali-kali. Blog coba dijamahnya pula. Bayaran untuk setiap kliknya sungguh
menggiurkan. Jauh di atas yang biasanya diberikan produsen lain.
Saat itu saya coba mengingatkan beberapa orang. Tak terduga ada yang menganggap
saya berlebihan atau “menghalangi rezeki orang lain”. Padahal yang saya lakukan
semata-mata karena kegelisahan sebagai muslim. Miras itu haram, tak ada
tawar-menawar. Sebuah hadits menyebutkan:
“Rasulullah
SAW melaknat tentang arak, 10 golongan: yang memeras, yang minta diperaskan, yang
meminumnya, yang membawanya, yang minta diantarkan, yang menuangkan, yang
menjual, yang makan harganya, yang membeli, yang minta dibelikan.” (HR Tarmizi
& Ibnu Majah)
Terbuai Voucher dan Bonus Senilai Jutaan Rupiah
Tulisan ini merupakan kisah nyata.
Nama-nama orang yang mengalami disamarkan.
Pesawat telepon leased line[1]
berdering. Suara seorang perempuan terdengar.
“Selamat pagi, Bu. Saya Ana. Selamat, nomor telepon Ibu terpilih di antara
seratus nomor yang beruntung. Ibu bisa datang ke kantor Kami untuk mengambil
hadiahnya,” perempuan itu menjelaskan.
“Apa ini? Kenapa nomor telepon Saya?” tanya bu Ramlan, seorang nenek berusia
70 tahun.
“Komputer Kami mengacaknya, Bu. Di antara banyak nomor di kota ini, nomor
Ibu termasuk yang beruntung. Kami mengadakan program pemeriksaan gratis hanya selama beberapa hari.
Selain mendapatkan hadiah, Ibu dan Bapak terpilih untuk mendapatkan fasilitas
pemeriksaan kesehatan gratis di klinik Kami.”
Ana – perempuan berusia dua puluhan tahun memberikan nomor telepon dan alamat
kantornya yang ia sebutkan sebagai klinik X.
Setelah mengakhiri pembicaraan dengan Ana, bu Ramlan memberitahukan berita
itu kepada suami dan anaknya Ratih. Baik pak Ramlan (73 tahun) maupun Ratih
bisa menebak, itu pasti tenaga sales yang
ingin mempromosikan produk yang dijualnya.
Bu Ramlan yang punya karakter suka penasaran dengan hal-hal yang menurutnya
hanya diketahui sedikit tak berhenti bertanya-tanya. Argumen yang diberikan
suami dan anaknya tidak bisa menahan rasa penasarannya.
“Kenapa nomor telepon kita? Ibu menelepon bu Kadri yang tinggal dekat
klinik itu tapi ia tak ditelepon klinik itu? Juga tante Sarah yang tinggal di
dekat situ. Kenapa mereka tak ditelepon?” cecar bu Ramlan.
Hati-Hati dengan Dunia Malam, Anak Muda
Pengaruh minuman keras membuatnya terkapar di tepi jalan |
Pemuda ini konon pada malam sebelumnya, minum bersama temannya. Dan tahu-tahu
ia terbangun pagi hari itu di tepi jalan. Kawan minumnya sudah pergi, entah ke
mana. Uangnya sudah tak ada di dalam dompet. Untungnya ia tinggal di rumah kos
yang tak jauh dari tempatnya terbaring. Karena belum memiliki kekuatan, ia
menelepon teman-temannya untuk menjemputnya.
Subscribe to:
Posts (Atom)