Jurnalisme Sensitif Gender dan Peduli Anak

Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan berjudul KPPPA, Tentang Partisipasi Media dalam Menulis Isu Perempuan dan Anak,  Menuju Jurnalisme Berperspektif Gender dan Anti Kekerasan, dan Bagaimana MediaMemahami Gender yang merupakan catatan dari Pelatihan Jurnalisme Sensitif Gender Bagi Jurnalis dan Blogger. Pelatihan ini diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), bekerja sama dengan Lembaga Studi Pers dan Pembangunan pada tanggal 21 – 22 April lalu di hotel Aryaduta.

“Sensitivitas gender, lebih kepada pemahaan kita untuk mengambil keputusan dalam mengemas berita. Istilah ini juga termasuk upaya/perilaku yang mensosialisasikan perempuan dan laki-laki kepada perilaku tertentu,” Ambang Priyonggo – sang pemateri terakhir memulai pemaparannya. Lelaki yang juga berprofesi sebagai dosen Jurnalistik Multimedia di Universitas Multimedia Nusantara ini membawakan materi berjudul Menerapkan Jurnalisme Sensitif Gender dan Peduli Anak.

Tentang pengertian gender juga berarti membahas tentang pengertian jenis kelamin. Jenis kelamin itu sifatnya alamiah, merujuk pada perbedaan nyata alat kelamin serta terkait pada fungsi kelahiran, dan bersifat tetap dan sama kapan dan di mana saja. Sedangkan gender itu membicarakan tentang konsep dasar: sifatnya sosial budaya serta buatan manusia; merujuk pada tanggung jawab, peran, pola, perilaku, serta kualitas, sifatnya maskulin dan feminin; dan bersifat tidak tetap, tergantung waktu, budaya, atau keluarga. Lalu, apa itu ketidaksetaraan gender? Ketidaksetaraan gender adalah perbedaan peran dan posisi perempuan dan laki-laki di ranah privat dan publik


Media yang sensitif gender dan peduli anak dapat memberi ruang proses penguatan kesetaraan gender dan kepedulian terhadap anak yang terwujud dalam konten media. Jurnalisme berperspektif gender dan peduli anak adalah praktik jurnalisme yang selalu menginformasikan atau mempermasalahkan dan menggugat secara terus menerus berbagai hal yang terkait adanya hubungan yang tidak setara atau ketimpangan relasi antara laki-laki dan perempuan, serta kepedulian terhadap hak dan perlindungan anak.

Dalam upaya mewujudkan jurnalisme berperspektif gender harus menyentuh tiga level:

Kognitif (kesadaran kolektif/individual).
Bahkan jurnalis perempuan – masih  banyak yang kurang memiliki kesadaran akan sensitivitas gender. Mereka terjebak ke pemikiran pemikiran dan ideologi patriaki yang tak sadar tertanam akibat faktor lingkungan sosial, budaya, dan lain-lain.
Organisasi (struktur, rekrutmen, dan promosi, pendelagasian tugas).
Sebuah survei pada tahun 2012 dari divisi perempun AJI (Aliansi Jurnalis Independen) menyebutkan dari sisi jumlah, jurnalis perempuan masih kalah dibanding laki-laki. Dua – tiga dari 10 jurnalis adalah perempuan. Dalam menjalankan pekerjaannya, terdapat marjinalisasi peran di redaksi jurnalis perempuan jarang menduduki ‘desk laki-laki’, misalnya sport, politik.
Keterampilan teknis (sensitif gender dan anak, pilihan fakta sosial, angle, teknik penulisan).
Jurnalis masih banyak yang tidak sensitif dalam hal pemilihan diksi, pemilihan angle dan nilai berita (seringnya justru masih dari perspektif laki-laki). Tekanan ekonomi media menjebak jurnalis menghasilkan berita sensasional aspek menarik, tapi tidak penting, dan relevan dalam mengemas isu perempuan dan perlindungan anak.



Dimensi gender dalam jurnalisme adalah:

Bahasa
Mencakup: istilah, apakah netral digunakan?
Apakah asumsi tentang orang-orang didasarkan jenis kelamin?
Pada contoh berita berjudul: Perempuan Cantik Ini Minta Jokowi Menyikapi Ancaman Bahaya Rokok, kata “cantik” tidak dalam konteksnya.
Sudut Cerita
Melihat cerita dari sudut pandang siapa?
Siapa yang termasuk?
Siapa yang dikecualikan?
Pada contoh berita berjudul: Pemerkosa Siswi SMP: Saya Hanya Disuruh Ngrasain, Katanya Dia Cabe-cabean, sudut cerita tidak sensitif gender karena “memenangkan orang yang bersalah”, hanya dari sisi si pemerkosa.
Konteks
Apakah cerita menyertakan konteks sehingga pembaca dapat membangun pemikiran mereka sendiri?
Pada contoh berita-berita tentang Malinda Dee - mantan Senior Relationship Manager Citibank yang ditahan pada tahun 2011 karena kasus pembobolan dana nasabah private bank Citibank, terlalu menggiring opini publik kepada tubuh Malinda Dee yang menggunakan silikon di payudaranya dan senang operasi plastik serta memiliki suami seorang artis muda. Media bisa mengkonstruksikan sesuatu. Harus dipahami apakah konteksnya sampai kepada masyarakat?
Sumber
Berapa banyak sumber adalah perempuan?
Berapa banyak yang minoritas?
Visual
Apakah gambar bertentangan atau tidak dengan konten serta dihubungkan dengan judul dan teks?

Jurnalisme Netral versus Jurnalisme Gender

Menunjukkan keberpihakan pada 4 hal:
  • Fakta
  • Posisi media
  • Posisi jurnalis
  • Hasil liputan dan pemberitaan

Dalam usaha mengembangkan jurnalisme berperspektif gender maka pendekatan yang dilakukan harus keluar dari pendekatan jurnalisme netral (obyektif).

Selanjutnya Ambang memperlihatkan contoh berita yang tidak sensitif gender. Berita tersebut berjudul Selaput Dara Mahasiswi Korban Perkosaan Sepasang Kekasih Tidak Rusak. Berita ini menceritakan tentang kasus sepasang kekasih (lelaki dan perempuan) yang tega menculik teman perempuannya dan melakukan kejahatan seksual terhadapnya. Hasil penelaahan berita oleh Ambang sebagai berikut:

Gambar berasal dari materi yang dibawakan oleh Ambang Priyonggo


Posisi Subjek-Objek

Berita ini mengisahkan mengenai pemerkosaan yang dilakukan oleh Gama terhadap mahasiswi. Yang pertama terlihat, terlihat pelaku pemerkosaan ditempatkan sebagai subyek (pencerita) sementara WW sebagai korban ditempatkan sebagai objek (korban pemerkosaan). Peristiwa perkosaan, bagaimana proses dan terjadinya perkosaan, dan pelaku perkosaan diketahui wartawan dari mulut WW selaku pemerkosa, berita menempatkan WW sebagai tukang cerita. Akibatnya pemerkosaan tersebut diceritakan dalam perspektif pelaku, maka peristiwa perkosaan memarjinalkan posisi WW, dan menempatkan Gama sebagai subjek. Hal ini berakibat posisi Gama diuntungkan.

Gambar berasal dari materi yang dibawakan oleh Ambang Priyonggo


Lead:  “Mahasiswi di Malang berusia 20 tahun asal Kediri berinisial WW tidak mengalami kerusakan selaput dara meski dibius, disiksa dan diperkosa sepasang kekasih”.

Kalimat ini menegaskan si pemerkosa, Gama, meskipun melakukan pemerkosaan tapi tidak merusak keperawanan. Pembaca diajak untuk lebih bersimpati pada pelaku bukan kepada korban. Masalah pemerkosaan tidak dilihat secara psikologis namun hanya dilihat secara fisik.

Dalam pemberitaan ini WW sebagai korban pemerkosaan tidak bisa menceritakan tentang peristiwa tersebut karena dalam keadaan tidak sadar.

Dalam keseluruhan cerita teks hanya berbicara tentang kerusakan selaput dara, sementara bagaimana perasaan si korban tidak diceritakan. Dalam hal ini, nasib korban perkosaan tidak menjadi perhatian.

Kejam sekali. Jujur, saya pengen sekali menabok pembuat berita ini! 😭

Contoh-contoh berita berikutnya yang diperlihatkan Ambang juga membuat saya marah. Marah dengan cara para jurnalis itu menuliskan tentang perempuan. Misalnya gambaran perempuan dalam berita politik cenderung mensterotipekan perempuan secara negatif. Ini sejalan dengan yang dikatakan Ruth Indiah Rahayu pada materi sebelumnya. Dalam berita politik, perempuan-perempuan yang berkecimpung di dunia politik sering tidak dilihat karya profesionalnya, melainkan soal penampilan fisiknya. Misalnya berita mengenai Menteri Susi ini:

Harusnya yang diberitakan kinerjanya, kan? 😡
Gambar berasal dari materi yang dibawakan oleh Ambang Priyonggo

Ambang menyimpulkan materinya sebagai berikut:
  • Media masih belum mampu sepenuhnya mengangkat isu perempuan dan peduli anak pada media mainstream
  • Media masih cenderung memarjinalkan posisi perempuan baik sebagai jurnalis atau pun saat memberitakan perempuan
  • Media masih cenderung menjadi ruang legitimasi bias gender dan diterima sebagai kewajaran umum.
  • Perempuan dipandang masih menjadi penyebab masalah, bukan bagian dari solusi
  • Pemberdayaan perempuan, khususnya jurnalis perempuan, menjadi krusial dalam hal kognisi, struktur organisasi, teknik jurnalisme sensitif perempuan (dan anak).

Saat menutup sesi Ambang, sebagai moderator Ruth mengatakan, “Memang jadi jurnalis harus ‘berpihak’. Di situlah seninya Anda struggle.”


Makassar, 16 Mei 2017

Bersambung


Share :

12 Komentar di "Jurnalisme Sensitif Gender dan Peduli Anak"

  1. Aku sih kurang mengikuti perkembangan berita2 yang beredar, ya? Tapi kesel juga sih kalau nemu yang kaya gitu. :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mbak. Kalo orangnya ada di dekat saya, entah saya apakan dia.

      Delete
  2. Setuju. Perempuan bukanlah satu2nya penyebab masalah. Entah kenapa perempuan selalu disalahkan. :( Duh, jadi curhat

    ReplyDelete
  3. Ka Niar mantabs sekali tulisannya, bahasanya pun luart biasa berbobot.
    Baca ini jadi tambah ilmu, kadang ketika kita menulis yang kita fikirkan cuma asal enak di baca atau asal terdengar lucu. Padahal arti sebuah kalimat yg di tulis bisa banyak dan bisa jadi punya konotasi yang berbeda kalau salah membahasakannya.
    Thank u Ka for sharing 💐

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih ya sudah mampir Awie. Moga bermanfaat.

      Delete
  4. Wah iya ya mba, judul2 berita yg memojokkan perempuan bikin gemesss

    ReplyDelete
  5. Kalau cara penyampaiannya positif, pasti hasilnya bakalan positif, begitu juga sebaliknya...bener gtu gak mbak ?

    ReplyDelete
  6. Iya ya mbak, kenapa di negara ini wanita diperlakukan malah sebaliknya dengan apa yang terdapat di agama Islam tapi tidak semuanya sih... Padahal seorang wanita dalam pandangan Islam sangat mulia... Nah itu tergantung diri kita masing-masing dalam menampakkan tutur kelembutan dan kasih sayang...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mas, kembali ke pribadi masing-masing juga, sih.

      Delete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^