Kakek Kokek-Kokek

Waktu kecil, saya akrab dengan istilah “kokek-kokek”, yaitu mainan yang terbuat dari balon yang diberi sound effect serupa bunyi “KOKEK-KOKEK” yang menjadi sumber gangguan utama bagi orang dewasa ketika saya dan adik-adik memainkannya.

Sudah lama sekali saya tak melihatnya hingga baru-baru ini. Seorang lelaki tua yang usianya pasti di atas 60 tahun, berpeci hitam, berjalan kaki dengan sangat lambat, menyusuri jalan Rappocini Raya sambil menggenggam beberapa mainan kokek-kokek di tangan kirinya.

Tangan kanannya memekikkan sebuah mainan kokek-kokek. Seperti hendak menandingi bunyi-bunyi berisik yang ditimbulkan oleh deru kendaraan bermotor dan klakson aneka bunyi di jalan raya itu.

Sepertinya matanya tak begitu awas lagi. Penglihatannya harus
berakomodasi penuh pada lembaran rupiah yang diterimanya

Seorang bocah lelaki setinggi pundaknya yang juga berpeci hitam mengiringi langkah sang kakek. Bocah itu memegang sebuah … bukan … dua buah barang yang terlihat seperti kotak kayu. Barangkali bocah itu cucu sang kakek. Baju mereka sama lusuhnya. Sandal yang mereka kenakan pun sama dekilnya. Entah sudah berapa jauh jarak yang mereka tempuh dari kediaman mereka, debu-debu yang melekat pada mereka pasti tak mampu menjawabnya.

Saat ada orang menghentikan kendaraannya dan membeli sebuah kokek-kokek, spontan kedua tangan sang kakek menengadah ke atas seraya mulutnya komat-kamit, menggumamkan sesuatu. Seperti sedang berdo’a, bersyukur ada yang membeli hasil jerih-payahnya.

Hati siapa yang tak tersentuh melihat mereka. Walau langkahnya tersaruk-saruk, kakek itu tetap gigih menyusuri jalan-jalan kota, guna mengais rezeki halal. Sang bocah terlihat begitu sabar berjalan di sisinya.

Kokek-kokek
Padahal kakek itu bisa saja membalut sebelah kakinya dan mengendarai bidang kayu datar beroda sembari menengadahkan tangan kosong kepada siapa pun yang melintas di tepi jalan, seperti yang dilakukan beberapa orang sepantarannya. Tetapi ia tak melakukannya. Ia tak mengemis. Sekerat tenaga yang ia miliki, ia gunakan untuk berikhtiar sepenuh hati dengan membuat mainan kokek-kokek yang tak seberapa jumlahnya lalu menjajakannya.

Ia mungkin tak tahu sekarang bukanlah seperti era 70-an atau 80-an lagi, ketika kokek-kokek menjadi mainan primadona di hati anak-anak Makassar. Ketika itu sering terdengar anak-anak menjerit-jerit histeris karena keinginan memiliki sebuah kokek-kokek tak dipenuhi ibu mereka.

Ia mungkin tak tahu kalau model mainan anak-anak kini sudah banyak berubah sebesar perubahan zaman tetapi ia memiliki satu hal yang tak pernah boleh berubah sebesar apapun zaman berubah, dan itu harus kita tiru: TEKAD MENCARI REZEKI HALAL.

Berkah Allah untukmu, Kakek. Semoga Dia Yang Mahapengasih menjagamu selalu dengan kesehatan dan rezeki yang baik.

Makassar, 2 Juni 2014


Semoga diaminkan banyak orang ya Kakek


Share :

20 Komentar di "Kakek Kokek-Kokek"

  1. Aamiin Ya Allah :')

    Wah, Ishmah ga pernah lihat mainan koke-kokek kecuali dari foto di atas ^^
    ntar nanya sama ortu ah~, pernah ga main kokek-kokek :D

    ReplyDelete
  2. saya kayaknya gak pernah main permainan itu. Malah gak tau :D

    ReplyDelete
  3. itulah keadaan di negara kita, tidak adanya jaminan masa tua. tenaga merapuh harus tetap mencari makan demi isi perut. negara harus memikirkan hal ini, jangan duit negara habis di korupsi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Coba duit2 yang hilang itu buat Kakek ini ya :(

      Delete
  4. Saya juga paling suka minta dibeliin maenan ini dulu waktu kecil,, sekarang emang udah gak pernah terliata lagi...., kita lebih menghargai mereka-meraka yang mencari rezeki dengan kekuatan sendiri dibanding mereka-mereka yang hanya menanti uluran tangan orang lain dengan cara yang salah pula.

    Salut sama si Kakek...:)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waah di tempat mak Emi ada rupanya ya :)

      Betul, melihatnya langsung terenyuh :)

      Delete
  5. masih sering lewat depan rumahku mak :D

    ReplyDelete
  6. saya juga udah lama gak liat mang-mang oek-oek (klo saya nyebutnya oek-oek hihi)...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya ya bisa kayak bayi yang lagi nangis teriak-teriak "OEK OEK" :)

      Delete
  7. Amin...Smoga selalu lapang rezekinya ...

    ReplyDelete
  8. Dhe baru kali ini liat kokek kokek :D
    Salut dan iri akan semangat kakek tersebut :'(
    Semoga rezekinya semakin berlimpah dan keduanya selalu dalam lindungan Allah SWT.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga bisa meniru semangatnya ya Dhe :) Aamiin

      Delete
  9. Di sini masih ada maakk... meski yang jualnya bukan kakek-kakek, anak-anakku masih suka beli... coba kakek itu ada di sini yaaa...

    Semoga rejekinya dicukupkan dan tetap berada dalam lindungan Allah SWT

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waaah masih ada tho di daerahnya mak Orin :)

      Delete
  10. Saya dulu suka maenan ini.....
    Sampai sekarang kalau ada orang hajatan, ada yg jualan di kampung biasanya barengan ama jualan kacang.
    Anak-anak kecil masih suka...

    Barokallah untuk mereka yang bertekad mencari rejeki halal ^^

    ReplyDelete
  11. Aamiin ya rabbal 'alaamiin..

    Masya Allah.. Salut sama semangat sang kakek, juga cucunya. Semoga Allah yang Maha Kaya memudahkan rejeki halal menghampiri mereka, ya mak Niar. Btw, udah lama nggak lihat mainan ini. Saya nggak pernah minta dibeliin sih, soalnya berisik (hhihi, anak aneh). Biasanya mamang-mamang penjual balon helium atau balon hias pakai ini buat narik pelanggan cilik... *Nostalgia*

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^